PENULISAN KEMBALI AL-QUR’AN PADA MASA USMAN BIN AFFAN UNTUK PENYERAGAMAN BACAAN DI SELURUH WILAYAH ISLAM
PENULISAN KEMBALI AL-QUR’AN PADA MASA USMAN BIN AFFAN
UNTUK PENYERAGAMAN BACAAN DI SELURUH WILAYAH ISLAM
Pada masa pemerintahan Khalifah Usman bin Affan, wilayah walayah yang ditaklukkan oleh Islam sudah semakin meluas, para penghapal dan pengajar al-Qur’an sudah terpencar pencar tempat tinggalanya di beberapa daerah Wilayah kekuasaan Islam untuk mengajarkan Al-Qur’an di setiap daerah yang detetapkan untuk mereka. Karena mereka sudah terlalau banyak maka tentu saja diadapati perbedaan bacaan antara yang satu dengan yang lainnya, apa lagi karena dipengaruhi bahasa daerah dan tulisan yang berbeda di antara mereka, Karena Al-Qur’an itu diturunkan dan boleh dibaca dengan tujuh dilalek yang berbeda yaitu Quraisy, Huzail, Saqif, Hawazin, Kinanah, Tamim dan Yaman dan makin lama perbedaan itu semakin besar, antar satu kelompok dan kelompok lain yang berbeda guru yang mengajarkan, dan akhirnya di antara mereka saling menyalahkan, bahkan saling mengkafirkan dan rawan terhadap terjadinya permusuhan antara sesama Muslim yang berbeda bacaan Al-Qur’annya.
Kondisi seperti ini disaksikan oleh Huzaifah bin Yaman, seorang panglima perang dalam penaklukan Armenia dan Azerbaijan di Wilayah Syam. Dia melihat perbedaan bacaan antara satu sama lain itu sudah sangat mengkhawatirkan, dan bisa mengakibatkan peperangan karena yang satu mengaku bacaannyalah yang paling benar dan tidak mau membenarkan bacaan yang lainnya. Setelah kembali ke Madinah dia menyampaikan kekhawatirannya ini kepada Khalifah Usman bin Affan dengan mengatakan:” Selamatkanlah ummat ini sebelum mereka terlibat dalam perselisihan dalam masalah Al-Qur’an sebagaimana perselisihan orang-orang Yahudi dan Nashrani”. Lalu diadakanlah musyawarah dengan para shahabat utama yang menghasilkan kesepakatan atau ijma’ , dimana hasil kesepakatan itu adalah agar ditulis kembali Alqur’an yang sama beberapa buah untuk menjadi rujukan yang sama di setiap daerah. Maka dipinjamlah Al-Quran yang ditulis pada masa Abu Bakar yang dipercayakan disimpan di Rumah Hafsah (Isteri Nabi dan juga Anak Khilifah Umar Bin Khattab) , lalu dibentuklah Tim Penulis yang terdiri dari orang yang paling menguasai tulisan dan bacaan Al-Qur’an yang terdiri dari Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin Al-‘Ash dan Abdurrahman bin Al-Harits bin Hisyam.
Tim yang telah dibentuk itupun menulis beberapa buah Al-Qur’an yang sama dengan menggunakan dialek Quraisy, karena dengan dialek itu dia dirurunkan dan karena dialek itu adalah dialek resmi bangsa Arab. Yang akhirnya dikenal dengan rasam Usmany atau Mushaf Usmany atau mushaf imam. Karena harus menjadi ikutan bagi mushaf berikutnya.
Setelah selesai ditulis maka dikirim kepada setiap kota yang ada dan satu buah untuk kota Madinah. Kota-kota yang mendapat kiriman itu adalah Mekah, Koufah, Bashrah Damaskus. Dan ada juga riwayat yang menyatakan bahwa juga dikirim ke Yaman, Mesir, dan Bahrain. Seiring dengan pengiriman itu diperintahkan pula untuk membakar semua mushaf yang sudah ada selain dari mushaf yang telah ditulis oleh tim penulis ini. Dengan tujuan agar terjadi keseragaman bacaan untuk seluruh ummat Islam di manapun berada. Dan semua mematuhi perintah itu, dimana akhirnya perbedaan bacaan tidak terjadi lagi, karena bacaan yang diakui semenjak itu hanyalah bacaan sesuai dengan yang ditulis oleh tim tersebut atau bacaan yang disalin dari Al-Qur’an yang ditulis oleh tim tersebut.
Kebijakan yang diambil oleh Usman ini adalah sangat bijaksana dan dipatuhi oleh seluruh ummat, dan hingga saat ini berlaku dan ditemukan bacaan yang sama dan seragam pada seluruh Ummat Islam di dunia. Dan dengan sendirinya hilanglah perbedaan bacaan antara yang satu dengan yang lain , sehingga hilang pula penyebab terjadinya perselisihan dan permusuhan sesama ummat Islam dalam hal membaca Al-Qur’an. Semoga kita menjadi ummat yang kuat dengan menyatukan kembali perbedaan-perbedaan yang sebabnya bukan dari bacaan Al-Qur’an. Kita sedih melihat Negara-negara Arab (Muslim) yang hari ini berhasil diadu domba oleh musuh-musuh Islam , dimana yang berperang itu adalah sesama Muslim.
Semoga Allah menyatukan kembali hati ummat Islam diberbagai Negara, sebagaimana Nabi telah berhasil menyatukan hati berbagai suku di Mekah dan Madinah yang sebelumnya sudah berada di tepi jurang kebinasaan karena kebiasaan berperang antar suku dan qabilah.
UNTUK PENYERAGAMAN BACAAN DI SELURUH WILAYAH ISLAM
Pada masa pemerintahan Khalifah Usman bin Affan, wilayah walayah yang ditaklukkan oleh Islam sudah semakin meluas, para penghapal dan pengajar al-Qur’an sudah terpencar pencar tempat tinggalanya di beberapa daerah Wilayah kekuasaan Islam untuk mengajarkan Al-Qur’an di setiap daerah yang detetapkan untuk mereka. Karena mereka sudah terlalau banyak maka tentu saja diadapati perbedaan bacaan antara yang satu dengan yang lainnya, apa lagi karena dipengaruhi bahasa daerah dan tulisan yang berbeda di antara mereka, Karena Al-Qur’an itu diturunkan dan boleh dibaca dengan tujuh dilalek yang berbeda yaitu Quraisy, Huzail, Saqif, Hawazin, Kinanah, Tamim dan Yaman dan makin lama perbedaan itu semakin besar, antar satu kelompok dan kelompok lain yang berbeda guru yang mengajarkan, dan akhirnya di antara mereka saling menyalahkan, bahkan saling mengkafirkan dan rawan terhadap terjadinya permusuhan antara sesama Muslim yang berbeda bacaan Al-Qur’annya.
Kondisi seperti ini disaksikan oleh Huzaifah bin Yaman, seorang panglima perang dalam penaklukan Armenia dan Azerbaijan di Wilayah Syam. Dia melihat perbedaan bacaan antara satu sama lain itu sudah sangat mengkhawatirkan, dan bisa mengakibatkan peperangan karena yang satu mengaku bacaannyalah yang paling benar dan tidak mau membenarkan bacaan yang lainnya. Setelah kembali ke Madinah dia menyampaikan kekhawatirannya ini kepada Khalifah Usman bin Affan dengan mengatakan:” Selamatkanlah ummat ini sebelum mereka terlibat dalam perselisihan dalam masalah Al-Qur’an sebagaimana perselisihan orang-orang Yahudi dan Nashrani”. Lalu diadakanlah musyawarah dengan para shahabat utama yang menghasilkan kesepakatan atau ijma’ , dimana hasil kesepakatan itu adalah agar ditulis kembali Alqur’an yang sama beberapa buah untuk menjadi rujukan yang sama di setiap daerah. Maka dipinjamlah Al-Quran yang ditulis pada masa Abu Bakar yang dipercayakan disimpan di Rumah Hafsah (Isteri Nabi dan juga Anak Khilifah Umar Bin Khattab) , lalu dibentuklah Tim Penulis yang terdiri dari orang yang paling menguasai tulisan dan bacaan Al-Qur’an yang terdiri dari Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin Al-‘Ash dan Abdurrahman bin Al-Harits bin Hisyam.
Tim yang telah dibentuk itupun menulis beberapa buah Al-Qur’an yang sama dengan menggunakan dialek Quraisy, karena dengan dialek itu dia dirurunkan dan karena dialek itu adalah dialek resmi bangsa Arab. Yang akhirnya dikenal dengan rasam Usmany atau Mushaf Usmany atau mushaf imam. Karena harus menjadi ikutan bagi mushaf berikutnya.
Setelah selesai ditulis maka dikirim kepada setiap kota yang ada dan satu buah untuk kota Madinah. Kota-kota yang mendapat kiriman itu adalah Mekah, Koufah, Bashrah Damaskus. Dan ada juga riwayat yang menyatakan bahwa juga dikirim ke Yaman, Mesir, dan Bahrain. Seiring dengan pengiriman itu diperintahkan pula untuk membakar semua mushaf yang sudah ada selain dari mushaf yang telah ditulis oleh tim penulis ini. Dengan tujuan agar terjadi keseragaman bacaan untuk seluruh ummat Islam di manapun berada. Dan semua mematuhi perintah itu, dimana akhirnya perbedaan bacaan tidak terjadi lagi, karena bacaan yang diakui semenjak itu hanyalah bacaan sesuai dengan yang ditulis oleh tim tersebut atau bacaan yang disalin dari Al-Qur’an yang ditulis oleh tim tersebut.
Kebijakan yang diambil oleh Usman ini adalah sangat bijaksana dan dipatuhi oleh seluruh ummat, dan hingga saat ini berlaku dan ditemukan bacaan yang sama dan seragam pada seluruh Ummat Islam di dunia. Dan dengan sendirinya hilanglah perbedaan bacaan antara yang satu dengan yang lain , sehingga hilang pula penyebab terjadinya perselisihan dan permusuhan sesama ummat Islam dalam hal membaca Al-Qur’an. Semoga kita menjadi ummat yang kuat dengan menyatukan kembali perbedaan-perbedaan yang sebabnya bukan dari bacaan Al-Qur’an. Kita sedih melihat Negara-negara Arab (Muslim) yang hari ini berhasil diadu domba oleh musuh-musuh Islam , dimana yang berperang itu adalah sesama Muslim.
Semoga Allah menyatukan kembali hati ummat Islam diberbagai Negara, sebagaimana Nabi telah berhasil menyatukan hati berbagai suku di Mekah dan Madinah yang sebelumnya sudah berada di tepi jurang kebinasaan karena kebiasaan berperang antar suku dan qabilah.
Komentar
Posting Komentar