PEMBAYARAN DAN
STANDAR MONETER INTERNASIONAL
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Ekonomi Moneter Islam
Dosen pengampu :
Fathan Budiman, S.H.I, M.E.I.

Di
susun oleh :
1.
Aji Santosa (63020160116)
2.
Muhamad Abdul Faza (63020160149)
Kelas : 4E
S1 EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI SALATIGA
2018
BAB 1
PENDAHULUAN
2.1 Latar Belakang
Ruang lingkup
permasalahan moneter internasional adalah sangat luas dan menyangkut
aspek-aspek ekonomi moneter, ekonomi makro, ekonomi internasional dan
kelembagaan-kelembagaan moneter internasional. Jadi banyak hal-hal yang
bersangkutan dengan permasalahan ini yang merupakan topik-topik dalam berbagai
cabang pengajaran ilmu ekonomi tersebut. Dalam makalah ini akan dibahas satu
topik yang sering dianggap sebagai bagian khas dari teori moneter. Pada saat
kita berbicara tentang moneter maka masalah utama yang sering kita bicarakan
adalah berkaitan dengan uang. Setiap negara mempunyai mata uang sendiri dan
mata uang itu menunjukkan nilai barangnya. Begitu juga dengan sistem moneter
internasional ini mengacu pada institusi-institusi dimana pembayaran atas
transaksi lintas negara dilaksanakan. Sistem ini menentukan bagaiman kurs tukar
asing ditentukan dan bagaimana pemerintah dapat mempengaruhi kurs tukar.
2.2 Rumusan Masalah
Adapun Rumusan Masalah dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut
:
1.
Apa yang di Maksud Standar
Moneter Internasional ?
2.
Bagaimana Perkembangan
Sistem Moneter Internasional ?
3.
Bagaimana Saran Mengenai
Standar Moneter Internasional ?
4.
Apakah Pengertian
Pembayaran Internasional ?
5.
Bagaimana Cara Pembayaran
Internasional ?
6.
Bagaimana Alat Pembayaran
Internasional ?
2.3 Tujuan
1.
Untuk Mengetahui Standar
Moneter Internasional.
2.
Untuk Mengetahui
Perkembangan Sistem Moneter Internasional .
3.
Untuk Mengetahui Saran
Mengenai Standar Moneter Internasional.
4.
Untuk Mengetahui Pengertian
Pembayarn Internasional.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Standar Moneter Internasional
Standar moneter
internasional adalah sesuatu barang atau mata uang yang diterima
oleh mayoritas negara-negara di dunia sebagai “mata-uang dunia”. (Boediono,
2017:179) “Mata-uang dunia” ini, persis seperti halnya mata-uang di dalam suatu
negara. Hanya saja, standar moneter internasional harus diterima, tidak hanya
oleh warga negara di dalam satu negara, tetapi oleh para warganegara dari
mayoritas negara-negara di dunia.
2.2 Perkembangan Sistem Moneter Internasional
a.
Sebelum Perang Dunia I
Standar
moneter yang diterima oleh mayoritas negara-negara adalah salah suatu barang
yang disebut emas. Pada waktu itu, negara-negara utama di dunia mengguanakan
standar emas untuk trasaksi-transaksi dalam negeri mereka. (Boediono, 2017:180)
b.
Setelah Perang Dunia I
Setelah
perang Dunia I, emas mulai ditinggalkan sebagai satu-satunya standar moneter
internasional. Sebab utama dari makin ditinggalkannya emas sebagai standar
moneter dunia bukanlah karena orang-orang dan negara-negara tidak lagi percaya
pada nilai emas, tetapi karena jumlah emas yang tersedia semakin tidak cukup
untuk menunjang transaksi-transaksi nasional maupun internasional. Sistem standar emas justru menjadi penghambat
pertumbuhan perekonomian dan perdagangan dunia. Dimana-mana terdapat “krisis likuiditas”,
tidak cukupnya alat pembayaran untuk menyangga volume transaksi yang semakin
membesar. (Boediono, 2017:180)
c.
Setelah Perang Dunia II
Perdagangan
luar negeri antar bangsa-bangsa semakin membesar dan emas yang telah
“dibebaskan” dari perannya sebagai standar moneter dalam negeri itu pun
ternyata tidak juga cukup persediaannya untuk menyangga volume transaksi
perdagangan dunia. (Boediono, 2017:181)
d.
Pecah Perang Dunia II
Mata uang
dollar Amerika merupakan standar moneter internasional. Nilainya yang stabil
dan peranan yang dominan dari Amerika Serikat didalam perekonomian dunia telah
membuat dollar sebagai mata uang yang paling “konvertibel” dan
dimana-mana diterima sebagai alat penyelesaian transaksi internasional
(disamping emas). Meskipun dollar dan emas sudah dijadikan standar moneter
internasiaonal, ternyata dunia masih juga kekurangan likuid untuk menyangga
transaksi antar negara, terutama sekali setelah berakhirnya perang Dunia II
dalam waktu mana perekonomian dan perdagangan dunia kembali mengalami kemajuan
yang pesat. “Dollar shortage” atau “ kelangkaan dollar” adalah masalah
moneter internasional. (Boediono, 2017:181)
2.3 Beberapa Saran Mengenai Standar Moneter Internasional
a.
Menaikan Harga Emas
Menurut
ekonom Inggris Sir Roy Harrod dan ekonom Perancis Jacques Rueff. Emas masih
juga merupakan “favorit” dari masyarakat dunia sebagai standar moneter
internasional, efek-efek negatif dari proses kembali ke standar emas bisa
dikurangi atau dihilangkan. Efek negatif yang utama adalah resiko timbulnya
resesi atau depresi dunia karena jumlah emas yang tersedia tidak cukup untuk
menyangga volume transaksi perdagangan dunia. Sehingga harga emas harus
ditentukan cukup tinggi agar setiap gram emas yang sebelumnya hanya bisa
menyangga transaksi senilai X dollar (atau Yen, atau DM) dan sekarang bisa
menyangga transaksi sebesar 2X atau 3X. (Boediono, 2017:182-183).
Permintaan
akan uang untuk “menyangga” transaksi tergantung pada (a) volume transaksi dan
(b) tingkat harga nominal per unit volume transaksi. Sejumlah uang yang sama
bisa menyangga volume transaksi yang lebih besarapabila harga nominal per unit
volume transaksi turun. Dan cara yang paling mudah untuk mencapai ini adalah
menaikkan harga emas relatif terhadapsemua mata uang di dunia. (Boediono,
2017:183).
Ada beberapa kerugian dari alternatif ini: (Boediono, 2017:183)
1) Kenaikan harga emas memberi
keuntungan kepada golongan tertentu saja, yaitu penimbun-penimbun emas dan
beberapa negara penghasil emas seperti Afrika Selatan dan Rusia.
2) Dunia harus mengalihkan
lagi sebagian dari sumber dayanya untuk produksi emas. Emas itu sendir hanya
mempunyai manfaat yang terbatas bagi hajat manusia.
3) standar emas menghariskan
setiapnegara mamatuhi “disiplin”. Disiplin ini merupakan berupa kesediaan
negara yang mengalami defisit dalam neraca pembayaran untuk menanggung
akibat-akibat dari “proses penyesuaian” yang berupa penurunan GDP-nya yang
berarti pengangguran dan stragnasi didalam negeri. Tidak banyak negara didunia
bersedia menaggung akibat dari disiplin seperti ini.
b.
Standar Barang (Non-Emas)
Menurut
ekonom Amerika Albert Hart, ekonom Inggris Nicholas Kaldor dan ekonom Belanda
Jan Tinbergen. Mengatakan bahwa barang-barang perdagangan dunia(selain emas)
bisa dipergunakan sebagai standar moneter internasional kalau masyarakat dunia
memang menghendakinya. Suatu standar moneter internasional terdiri dari satu
kumpulan barang-barang perdagangan dunia yang utama. Untuk membantu pertumbuhan
dari negara-negara sedang berkembang,mereka menyarankan bahwa barang-barang ini
adalah barang-barang perdagangan dunia utama yang diekspor oleh negara-negara
sedang berkembang. (Boediono, 2017:184).
Keuntungan
dari “kumpulan barang-barang” sebagai standar moneter adalah: keuntungan
pertama, adanya mekanisme stabilisasi otomatis antara permintaan dan
penawaran standar moneter. Mekanisme otomatis ini bekerja melalui proses
penyesuaian permintaan dan penawaran. Bila nilai standar moneter terhadap
barang-barang lainrendah, maka permintaan akan standar moneter akan cenderung
naik dan penawaran standar moneter menurun. Kenaikan permintaan akan
barang-barang ini (berbeda dengan emas atau uang kertas) digunakan pula secara
luas untuk tujuan-tujuan non- moneter, misalnya sebagai bahan mentah industri.
Keuntungan
kedua adalah barang-barang yang
mempunyai kegunaan intrinsik (untuk penggunaan non-moneter), sehingga kalau
sumber daya dunia dialihkan untuk menaikkan produksinya bukan sesuatu
pemborosan tidak seperti halnya denagn emas.
Keuntungan
tambahan adalah apabila
barang-barang standar moneter dipilih dari barang-barang ekspor utama dari
negara-negara sedang berkembang, maka akan menolong negara-negara ini, karena
baik harga maupun permintaan akan barang-barang akan menjadi lebih mantap.
Kerugian utama standar moneter ala Hart-Kaldor-Tinbergen adalah bahwa
barang-barang seperti itu mengalami proses kerusakan kalau disimpan dan
penyimpanannya pun memerlukan biaya pergudangan atau penyimpanan cukup besar.
(Boediono, 2017:184-185)
c.
Sepecial Drawing Rights
(SDR)
Cara
menyediakan likuiditas telah dilaksanakan oleh Internasional Monetary Fund (IMF),
yaitu dengan dikeluarkanya alat likuid baru yang disebut Special Darawing
Rights (SDR. SDR adalah semacam ”uang giral internasional” yang didukung
penuh dengan dana reserve dan emas IMF. SDR tidak ada hubungan yang
langsung dengan persediaan maupun harga emas. Kurs SDR adalah indeks yang tertimbang
dari beberapa mata uang utama di dunia. (Boediono, 2017:186).
Berhasil
tidaknya sistem ini dalam jangka panjang banyak tergantung pada: (Boediono,
2017:186)
1) Disiplin moneter dari
anggota-anggota IMF sendiri (terutama yang mata uangnya masuk dalam perhitungan
kurs SDR).
2) Pengelolaan dan perencanaan
yang baik oleh IMF sebagai bank internasiaonal mengenai besa-kecilnya volume
SDR.
3) Keadaan di sektor “rill” dari perekonomian dan
perdagangan dunia. Sektor “moneter” dan sektor “rill” selalu saling berkaitan
dan saling mempengaruhi untuk suatu negara atau untuk perekonomian dunia secara
keseluruhan.
2.4 Pengertian Pembayaran Internasional
2.5 Cara Pembayaran Internasional
a.
Advance Payment / Cash
Payment
Pembayaran
dilakukan dengan menggunakan check/cheque atau bank draft,
pada saat barang dikirim oleh eksportir atau sebelumnya. Cara ini sangat baik
bagi eksportir yang keadaan keuangannya lemah dan belum kenal baik dengan
importir. Metode pembayaran ini disebut juga dengan pembayaran uang dimuka. Sistem
pembayaran ini mengharuskan pembeli melakukan pembayaran uang terlebih dahulu
kepada penjual di negara lain sebagai syarat pengiriman barang. Pengiriman uang
melalui bank merupakan pembayaran atas barang yang dipesan.
Cara
pembayaran dengan advance payment mempunyai beberapa variasi sesuai
dengan jumlah harga yang terlebih dahulu dibayarkan oleh pembeli (importir).
Adakalanya pembeli membayar keseluruhan harga barang termasuk ongkos angkut,
asuransi dan semua biaya yang disepakati dalam kontrak bisnis mereka. Dengan
pengiriman harga tersebut, maka pembeli (importir) telah menyelesaikan seluruh
kewajibannya sepanjang mengenai pembayaran dan oleh karena itu, tidak ada lagi
biaya tambahan yang harus dibayar oleh pembeli (importir). Cara ini dikenal
dengan istilah payment with order.
Variasi
lain adalah partial payment with order. Sesuai dengan namanya, dalam
sistem pembayaran ini pembeli hanya membayar sebagian dari harga terlebih
dahulu, misalnya hanya membayar harga barang saja. Biaya-biaya lain sesuai yang
diperjanjikan, misalnya ongkos angkut, asuransi, dan biaya lainnya akan dibayar
oleh penjual setelah penjual melakukan kewajibannya mengirimkan barang.
Penagihan sisa pembayaran oleh penjual umumnya dilakukan dengan mempergunakan
sistem collection.
Cara
pembayaran dengan mempergunakan sistem pembayaran advance payment mengandung
resiko yang harus dipertimbangkan, khususnya oleh importir yang terlebih dahulu
melakukan pembayaran. Bisa saja terjadi wanprestasi dari penjual yang berakibat
fatal bagi pembeli, misalnya penjual tidak mengirimkan barang tepat waktu yang
diperjanjikan, atau penjual mengirimkan barang yang kualifikasinya dan mutunya
tidak sesuai dengan yang diperjanjikan. Oleh karena itu, kontrak bisnis yang
mendasari transaksi seperti ini harus diperkuat dengan berbagai klausula yang
dapat menjamin kepentingan pembeli, misalnya klausula tentang ganti rugi atau
sanksi.
b.
Open Account
Cara
ini merupakan kebalikan dari pembayaran cash. Dengan cara open
account, barang telah dikirim kepada importir tanpa disertai surat perintah
membayar serta dokumen dokumen. Pembayaran dilakukan setelah beberapa waktu
atau terserah kebijakan importir. Dengan cara itu, risiko sebagian besar
ditanggung eksportir. Misalnya, eksportir harus mempunyai banyak modal dan
apabila pembayaran akan dilakukan dengan mata uang asing maka risiko perubahan
kurs menjadi tanggungannya.
Dengan
metode ini maka pembayaran dilakukan setelah barang diterima, atau kebalikan
dari sistem advance payment. Sistem pembayaran ini mengharuskan penjual
(eksportir) mengirim barang terlebih dahulu setelah kontrak ditandatangani.
Pembayaran dilakukan setelah pembeli menyetujui barang-barang yang diterima.
Pengiriman uang dilakukan melalui bank.
c.
Latter of Credit
L/C
adalah suatu surat yang dikeluarkan oleh bank atas permintaan pembeli barang
(importir) dimana bank tersebut yang menyetujui dan membayar wesel yang ditarik
oleh penjual barang (eksportir). Dengan demikian L/C merupakan suatu alat
pengganti kredit bank dan dapat menjamin pembayaran bagi eksportir. Pihak yang
terkait dalam L/C adalah opener (importir), issuer (bank
yang mengeluarkan l/c), beneficiary atau penjual (eksportir), dan dalam
praktiknya ada satu pihak lagi yaitu confirming bank, yaitu bank di
negara eksportir.
d.
Commercial Bills of
Exchange
Merupakan cara yang paling umum dipakai dan sering disebut draft
atau trade bills, yaitu surat yang ditulis oleh penjual yang berisi
perintah kepada pembeli untuk membayar sejumlah uang tertentu pada waktu
tertentu di masa datang, yang biasanya disebut trade drafts. Jenis draft
terdiri dari; clean draft dan documentary draft. Commercial
bills of exchange yang sering disebut juga wesel (draft) atau trade
bills, adalah surat yang ditulis oleh penjual yang berisi perintah kepada
pembeli untuk membayar sejumlah uang pada waktu tertentu di masa datang. Surat
perintah semacam itu sering disebut wesel.
e.
Collection
Collection
merupakan cara pembayaran dengan mempergunakan jasa bank
untuk melakukan penagihan. Dalam collection, penjual (eksportir)
bertindak sebagai principal yang memberikan kepercayaan kepada bank
untuk melakukan penagihan kepada importir (pembeli). Penagihan tersebut
didasarkan pada dokumen-dokumen. Bank yang menerima amanat untuk melakukan
penagihan (remitting bank) setelah menerima dokumen akan meneruskan collection.
Remitting bank setelah menerima dokumen collection selanjutnya
meneruskan dokumen tersebut ke collecting bank dengan menggunakan collection
instruction. Collection bank inilah yang akan meneruskan dokumen kepada
pihak yang harus membayar (drawee).
f.
Konsinyasi
Konsinyasi
juga dikategorikan sebagai cara pembayaran transaksi. Konsinyasi sebenarnya
merupakan variasi lain dari cara pembayaran dengan open account. Melalui
konsinyasi penjual yang terlebih dahulu mengirimkan barang. Perbedaanya dengan open
account adalah mengenai waktu pembeli mengirimkan barang. Kalau pada open
account pembeli mengirimkan harga pembelian setelah barang dikirimkan atau
pada waktu tertentu yang disepakti setelah barang dikirimkan oleh penjual maka
pada konsinyasi pembeli berkewajiban mengrimkan harga pembayaran barang setelah
pembeli berhasil menjual barang tersebut kepada pihak ketiga.
2.6 Alat Pembayaran Internasional
DAFTAR PUSTAKA
Boediono. (2017). Ekonomi Moneter. Yogyakarta:
BPFE-YOGYAKARTA.
Komentar
Posting Komentar