Langsung ke konten utama

Karakteristik dan Rancang Bangun Islam


KARAKTERISTIK DAN RANCANG BANGUN EKONOMI ISLAM

Di susun untuk memenuhi tugas mata   kuliah   Model Ekonomi Islam
Dosen pengampu : Mohammad Soleh, S.E.I., M.E.










Di susun oleh:
                                      Rezki Suci Andani                (63020160016)
                                      Anisa Nur Kusuma W           (63020160021)
                                      Muhamad Abdul Faza          (63020160149)









PRODI EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI SALATIGA
2018

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat dan KaruniaNya sehingga makalah dengan judul “Rancang Bangun Ekonomi Islam” ini dapat terselesaikan dengan baik. Tidak lupa ucapakan terimakasih kami kepada pihak –pihak yang telah membantu penyusunan makalah ini baik materi maupun nonmateri.
            Makalah ini kami susun dengan maksimal dengan menggunakan berbagai referensi baik berupa buku maupun media internet. Maka kami mengucapkan terimakasih kepada pengarang buku yang kami kutip yang telah memberikan banyak sumbangan pemikiran, penerbit yang telah menerbitkan buku tersebut, serta lembaga lain yang menyediakan sarana buku tersebut. Dan tak lupa penulis media elektronik yang belum sempat untuk diterbitkan, yang juga memberikan banyak sumbangan pemikiran.
            Terlepas dari hal tersebut, kami menyadari dalam penulisan makalah ini, terdapat banyak kekurangan baik dalam penulisan, isi maupun bahasa. Maka kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan dari para pembaca. Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan semoga dapat menjadi sumber rujukan yang menambah wawasan pemikiran.


Salatiga, 7 September 2018



penulis


BAB 1

PENDAHULUAN

  1.1            Latar belakang

Sebagai salah satu bangsa muslim terbesar di dunia, Indonesia di tuntut untuk menerapkan sistem ekonomi Islam. Kehadiran ekonomi Islam menjadi salah satu solusi pembangunan bangsa dan negara, karena sistem ekonomi kapitalis yang mendominasi telah menimbulkan masalah. Salah satu masalah yang ditumbulkan yaitu dengan adanya krisis moneter yang melanda beberapa negara termasuk Idonesia yang menerapkan sistem bunga yang diterapkan. Kemunculan lembaga-lembaga Islam saat ini menjadi bukti bahwa ekonomi Islam sedang digalakkan di Indonesia.
Di dalam  ekonomi Islam terdapat istilah-istilah yang sebagian besar sulit diketaui dan sulit dikuasai oleh masyarakat ataupun semua yang terlibat didalamnya. Agar praktik syariah atau ekonoi Islam dapat diterapkan secara utuh, diperlukan pemahaman terhadap rancang bangun ekonomi Islam baik oleh para ekonomnya masyarakat secara umum.

  1.2            Rumusan Masalah

1.2.1     Karakteristik Ekonomi Islam
1.2.2      Apa Perbedaan Sudut Pandang Islam?
1.2.4      Bagaimana Rancang Bangun Ekonomi Islam?

1.3  Tujuan Penulisan

            1.3.1 Untuk mengetahui Karakteristik Ekonomi Islam.
            1.3.2. Untuk mengetahui perbedaan sudut pandang islam.

BAB II

PEMBAHASAN


2.1          Karakteristik Ekonomi Islam

Karakteristik ekonomi islam ini terdiri dari beberapa bahasan diantaranya sebagai berikut :

2.1.1         Tujuan Ekonomi Islam

            Tujuan akhir ekonomi islam adalah sebagaimana tujuan dari syariat Islam itu sendiri (maqashid asy syari’ah), yaitu mencapai kebahagiaan di dunian dan di akhirat (falah) melalui suatu tata kehidupan yang baik dan terhormat (hayyah thayyibah). Ekonomi islam tidak sekedar berorientasi untuk pembangunan fisik material dari individu, masyarakat dan negara saja, tetapi juga memerhatikan pembangunan aspek-aaspek lain yang juga merupakan elemen-elemen penting bagi kehidupan yang sejahtera dan bahagia. Pembangunan keimanan merupakan prakondisi yang diperlukan dalam ekonomi islam, sebab keimanan merupakan fondasi bagi seluruh pelaku individu dan masyrakat[1].

2.1.2         Moral Sebagai Pilar Ekonomi Islam

Moral islam menjadi pegangan pokok dari pelaku ekonomi yang menjadi acuan mereka untuk menentukan suatu kegiatan adalah baik atau buruk sehingga perlu dilaksnakan atau tidak. Moral ekonomi Islam dapat diuraikan menjadi dua komponen yaitu[2]:
a.    Nilai ekonomi islam
     Nilai value merupakan kualitas atau kandungan intrinsik yang diharapkan dari suatu perilaku atau keadaan. Dalam aspek ibadah shalat misalnya, nilai shalat diukur dari kekhusyua’nya sebelum, saat atau setelah shalat dilakukan.
b.    Prinsip ekonomi islam
     Prinsip merupakan suatu mekanisme atau elemen pokok yang menjadi struktur atau kelengkapan suatu kegiatan atau keadaan. Dalam contoh  shalat prinsip dicerminkan dari rukun dan syarat sahnya sholat yang membuat suatu kegiatan bisa disebut sebagai shalat.

2.1.3         Perinsip-perinsip Ekonomi Islam

Prinsip ekonomi dalam Islam merupakan kaidah-kaidah pokok yang membangun struktur atau kerangka ekonomi Islam yang digali dari Al Quran dan Sunnah. Prinsip ekonomi ini berfungsi sebgai pedoman dasar bagi setiap individu dalam berperilaku ekonomi. Berikut prinsip-prinsip yang akan menjadi kaidah-kaidah pokok yang membangun struktur atau kerangka ekonomi Islam:[3]
a.       Kerja (resource utilization)
     Islam memerintahkan setiap manusia untuk bekerja sepanjang hidupnya. Islam membagi waktu menjadi dua yaitu untuk beribadah dan bekerja mencari rizki. Dalam arti sempit, kerja adalah pemanfaatan atas kepemilikan sumber daya manusia. Secara umum, kerja berarti pemanfaatan sumber daya, bukan hanya bukan hanya pemilikannya semata.
b.      Kompnsasi (compensation)
     Prinsip kompensasi adalah konsekuensi dari implementasi prinsip kerja. Setiap kerja berhak mendaptakan kompensasi atau imbalan. Islam mengajarkan bahwa setiap pengelolaan atau pemanfaatan sumber daya berhak untuk mendapatkan imbalan. Sebalaiknya setiap bentuk pengerusakan sumber daya atau tindakan yang merugikan orang lain harus mendapat sangsi atau memberikan ‘tebusan’ untuk penyucianya.
c.       Efesiensi (efficientcy)
     Efesiensi adalah perbandingan terbaik antara suatu kegiatan (pengelolaan sumber daya) dengan hasilnya. Suatu kegiatan pengelolaan sumber daya melibatkan lima unsur pokok, yaitu keahlian, tenaga, bahan, ruang, dan waktu. Sedangkan hasil terdiri dari jumlah (kuantitas) dan mutu (kualitas). Efesiensi dalam arti umu, berarti kegiatan yang menghasilkan output yang memberikan mashlahah paling tinggi atau disebut efesiensi alokasi (allocation efficiency). Dalam arti sempit, efesiensi berarti kegiatan yang menghasilkan output paling banyak dan berkualitas atau disebut efesiensi teknis (x-effesiency).
d.      Prefisionalisme (professionalism)
      Profesionalisme artinya menyerahkan suatu urusan kepada ahlinya. Dengan kata lain, profesionalisme berarti menyerahkan pengelolaan sumber daya kepada ahlinya sehingga diperoleh output secara efisien. Profesionalisme ini hanya akan tercapai jika setiap individu mengerahkan seluruh kemampuannya dalam setiap kegiatan ekonomi. Pada akhirnya profesionalisme ini akan melahirkan pembagian kerja sesuai dengan keahlian dan kemampuan atau spesialisasi.
e.       Kecukupan (sufficiency)
     Jaminan terhadap taraf hidup yang layak yang dapat memenuhi kebutuhsn material dan spiritual setiap individu, baik muslim atau non- muslim merupakan salah sat prinsip ekonomi islam. Para fuqaha mendefinisikan kecukupan sebagai terpenuhnya kebutuhan sepanjang masa dalam hal sandang, pangan, papan, pengetahuan, akses terhadap penggunaan sumber daya, bekerja, membangun keluarga (pernikahan sakinah), kesempatan untuk kaya bagi setiap individu tanpa berlebihan.
f.         Pemerataan kesempatan (equal opportunity)
Setiap individu, baik laki-laki atau wanita, Muslim atau non-Muslim, memiliki kesempatan yang sama untuk memiliki, mengola sumber daya dan menikmati sesuai dengan kemampuannya. Semua orang diperlakukan sama dalam memperoleh kesempatan, tidak ada pembedaan antarindividu atau kelompok atau kelas dalam masyarakat.
g.      Kebebasan (freedom)
     Dalam pandangan islam, manusia memiliki kebebasan untuk mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk memperoleh ke-mashlahah-an yang tertinggi dari sumber daya yang ada pada kekuasaannya. Manusia diberi kebebasan untuk memilih antara yang benar dan yang salah, yang baik ataupun yang buruk, yang bermanfaat dan yang merusak.
h.      Kerja sama (coorperation)
     Manusia adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial. ia tidak bisa hidup senidrir yanpa bantuan orang lain. Manusia tidak dapat mencapai tujuannya secara sendirian atau bahkan saling menjatuhkan satu sama lainnya. Kerja sama adalah upaya untuk saling mendorong dan saling menguatkan satu sama lainnya dalam menggapai tujuan bersama.
i.        Persaingan (competition)
     Islam mendorong manusia untuk berlomba-lomba dalam ketaqwaan dan kebaikan. Demikian pula dalam hal mualamalah atau ekonom, manusia didorong untuk berlomba dan bersaing, namun tidak saling merugikan.
j.        Keseimbangan (equilibrium)
     Keseimbangan hidup dalam ekonomi islam dimaknai sebagai tidak adanya kesenjangan dalam pemenuhan kebutuhan berbagai aspek kehidupan: antara aspek fisik dan mental, material dan spiritual, individu dan sosial, masa kini dan masa depan, serta dunia da akhirat. terwujud antara pembeli dan penjual.
k.      Solidaritas (solidarity)
     Solidaritas mengandung arti persaudaraan dan tolong menolong. Persaudaraan merupakan dasar untuk memupuk hubungan yang baik sesama anggota masyarakat dalam segala aspek kehidupan, termasuk ekonomi. Dengan persaudaraan, hak-hak setiap masyarakat lebih terjamin dan terjaga. Prinsip ini menafikan sikap eksklusifisme dan pandangan atas suku, ras, dan kelompok, namun lebih mengedepankan ikatan kemanusiaan dan keislaman.
    Solidaritas juga bisa dimaknai toleransi. Islam mengajarkan agar manusia bersikap toleran atau memberikan kemudahan kepada pihak lain dalam bermuamalah. Toleransi berarti memberikan kelonggaran dan/atau membantu orang lain untuk memenuhi kewajibannya.
i.        Informasi simetri (symmetric inormation)
     Setiap pihak yang bertransaksi seharusnya memiliki informasi relevan yang sama sebelum dan saat bertransaksi, baik informasi mengenai objek, pelaku transaksi atau akad transaksi. Suatu akad yang didasarkan atas ketidakjelasan informasi atau penyembunyian informasi sepihak dianggap batal menurut islam. Lebih jauh lagi, untuk terwujudnya transparansi, maka perlu memberi akses bagi pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengetahui berbagai informasi penting yang terkait dalam setiap transaksi.

2.1.1    Basis Kebijakan Ekonomin Islam

                  Moralitas islam sebagaimana dikemukakan diatas dapat membawa pada perwujudan falah hanya jika terdapat basis kebijakan yang mendukung. Yang dimaksudkan dengan basis kebijakan disini ialah segala sesuatu yang akan menjadi persyaratan bagi implementasi ekonomi islam, sebagai suatu keharusan. Basis kebijakan ini, yaitu sebagai berikut :[4]
a.       Penghapusan Riba
     Islam telah melarang segala bentuk riba karenanya ia harus dihapuskan dalam ekonomi islam. Pelarangan riba secara tegas ini dapat dijumpai dalam Alquran dan Hadis. Arti riba secara bahasa adalah Ziyadah yang berarti tambahan, pertumbuhan, kenaikan, membengkak, dan bertambah. Akan tetapi, tidak semua tambahan atau pertumbuhan dikategorikan sebagai riba. Secara fiqh, riba diartikan sebagai setiap tambahan dari harta pokok yang bukan merupakan kompensasi, hasil usaha ataupun hadiah. Namun, pengertian riba secara teknis adalah pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil, baik dalam utang-piutang maupun jual beli. Batil dalam hal ini adalah perbuatan ketidakadilan (zalim) atau diam menerima ketidakadilan. Dengan demikian, esensi dari pelarangan riba adalah penghapusan ketidakadilan dan penegakan keadilan dalam ekonomi.
     Dengan pengertian diatas, maka penghapusan riba dalam ekonomi islam dapat dimaknai secara sempit maupun secara luas. Secara sempit, penghapusan riba berarti penghapusan riba yang terjadi dalam utang-piutang maupun jual beli. Jadi, dalam konteks ini bunga yang merupakan riba dalam utang-piutang secara mutlak harus dihapuskan dari perekonomian. Demikian pula berbagai bentuk transaksi jual beli yang menimbulkan riba, misalnya transaksi-transaksi yang spekulatif, tanpa pengukuran (valuation) yang jelas, juga harus dilarang. Secara luas penghapusan riba dapat dimaknai sebagai penghapusan segala bentuk praktik ekonomi yang menimbulkan kezaliman atau ketidakadilan. Jika kezaliman harus dihapus, maka implikasinya keadilan harus ditegakkan. Keduanya merupakan sebuah kausalitas yang tegas dan jelas.
b.      Pelembagaan Zakat
     Zakat adalah sedekah (levly) yang diwajibkan atas harta seorang muslim yang telah memenuhi syarat, bahkan ia merupakan rukun Islam yang ketiga. Zakat pada dasarnya merupakan sebuah sistem yang berfungsi untuk menjamin distribusi pendapatan dan kekayaan masyarakat secara lebih baik. Ia merupakan sebuah sistem yang akan menjaga keseimbangan dan harmoni sosial diantara kelompok kaya (muzzaki) dan kelompok miskin (mustahik).
Implementasi pengelolaan zakat tidak terbatas pada suatu komunitas muslim kecil, namun melingkupi satu negara. Dalam pengertian yang lebih luas, pelembagaan zakat juga bermakna perlunya komitmen yang kuat dan langkah yang konkret dari negara dan masyarakat untuk menciptakan suatu sistem distribusi kekayaan dan pendapatan secara sistemik dan permanen. Langkah ini merupakan wujud nyata yang lain dari upaya menciptakan keadilan sosial. Zakat mencerminkan komitmen sosial dari ekonomi islam.
c.       Pelarangan Gharar
     Ajaran islam melarang aktivitas ekonomi ya`ng mengandung gharar. Dari segi bahasa, gharar berarti resiko, atau juga ketidakpastian. Menurut Ibn Taimiyah gharar adalah sesuatu dengan karakter tidak diketahui sehingga menjual hal ini adalah seperti perjudian. Dengan kata lain, gharar terjadi karena seseorang sama sekali tidak (dapat) mengetahui kemungkinan kejadian sesuatu sehingga bersifat spekulatif atau game of change. Dapat disimpulkan juga bahwa gharar adalah transaksi dengan hasil (outcome) tidak dapat diketahui atau diprediksi. Ketidakpastian ini terjadi karena adanya kekurangan informasi oleh para pihak.
     Selain itu dalam gharar juga terkandung pengertian, sebagaimana dalam game theory, apa yang disebut zero sum game with uncertainty payoffs. Dalam zero sum game, jika satu pihak menerima keuntungan, maka pihak lain pasti mengalami kerugian. Sebuah transaksi bisnis yang islami adalah transaksi yang saling menguntungkan atau win-win solution. Gharar akan menciptakan instabilitas dan kerapuhan dalam perekonomian, baik dalam jangka pendek atau jangka panjang.
d.      Pelarangan yang Haram
     Dalam ekonomi islam segala sesuatu yang dilakukan harus halalan toyyiban, yaitu benar secara hukum islam dan baik dari perspektif nilai dan moralitas islam. Kebalikan dari halalan thayyibah adalah haram, yaitu sesuatu yang jika dilakukan akan menimbulkan dosa. Haram dalam hal ini bisa terkait dengan zat ataupun prosesnya. Dalam hal zat, islam melarang mengonsumsi, memproduksi, mendistribusikan, dan seluruh mata rantainya terhadap beberapa komoditas dan aktivitas. Dalam hal proses, islam mengharamkan setiap bentuk transaksi karena tiga hal. Pertama, perbuatan atau transaksi yang mengandung unsur atau potensi ketidakadilan (menzalimi atau dizalimi). Kedua, transaksi yang melanggar prinsip saling ridha, seperti tadlis, yaitu penyembunyian informasi yang relevan kepada pihak lawan transaksi. Ketiga, perbuatan yang merusak harkat manusia atau alam semesta, seperti prostitusi.

2.2  Perbedaan sudut Pandang Ekonomi Islam

Paradigma yang mendasari ekonomi konvensional dan peradigma yang mendasari ekonomi islam keduanya tidak mungkin dan tidak akan pernah mungkin untuk dikompromikan, karena masing-masingnya  didasarkan atas pandangan dunia (weltanschauung) yang berbeda. Ekonomi konvensional melihat ilmu sebagai sesuatu yang sekunder dan sama sekali tidak memasukkan Tuhan serta tanggung jawab manusia kepada Tuhan diakhirat dalam bangun pemikirannya. Oleh karena itu, ilmu ekonomi konvensionalmenjadi bebas nilai. Sementara itu, ekonomi islam justru dibangun atas, atau paling tidak diwarnai oleh, prinsip-prinsip religius.[5]
Dalam tataran paradigma seperti ini, ekonom-ekonom Muslim tidak menghadapi masalah perbedan pendapat yang berarti. Namun, ketika mereka diminta untuk menjelaskan apa dan bagaimanakah konsep ekonom Islam itu, mulai muncullah perbedaan pendapat. Sampai saat ini, pemikiran ekonom-ekonom Muslim konterporer dapa kita klasifikasikan menjadi tiga mazhab, yakni:[6]

2.2.1      Mazhab Baqir as-Sadr

Mazhab ini dipelopori oleh Baqir as-Sadr dengan bukunya yang fenomenal: Iqtishaduna (ekonomi kita). Mazhab ini berpendapat bahwa ilmu ekonomi (economics) tidak pernah bisa sejalan dengan Islam. Ekonomi tetap ekonomi, dan Islam tetap Islam. Keduanya tidak akan pernah dapat disatukan karena keduanya berasal dari filosofi yang saling kontradiktif, yang satu anti Islam dan yang lainnya Islam.[7]
Menurut mereka, perbedaan filosofi ini berdampak pada perbedaan cara pandang keduanya dalam melihat masalah ekonomi. Menurut ilmu ekonomi, masalah ekonomi muncul karena keinginan manusia yang tidak terbatas  sementara sumber daya yang tersedia untuk memuaskan keinginan manusia tersebut jumlahnya terbatas. Mazhab Baqir menolak pernyataan ini, karena menurut mereka, Islam tidak mengenali adanya sumber daya yang terbatas. Dalil yang dipakai adalah Alquran[8]:
إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ
"Sungguh telah Kami ciptakan segala sesuatu dalam ukuran yang setepat-tepatnya" (QS. Al-Qamar [54] : 49).[9]
Dengan demikian, karena segala sesuatunya sudah terukur dengan sempurna, sebenarnya Allah telah memberikan sumber daya yang cukup bagi seluruh manusia di dunia.
Pendapat bahwa keinginan manusia itu tidak terbatas juga ditolak, contoh: Manusia akan berhenti minum jika dahaganya sudah terpuaskan. Oleh karena itu, mazhab ini berkesimpulan bahwa keinginan yang tidak terbatas itu tidak benar sebab pada kenyataannya keinginan manusia itu terbatas. (Bandingkan pendapat ini dengan teori Marginal Utillity, Law of Diminishing Returns, dan Hukum Gossen dalam ilmu ekonomi).[10]
Mazhab Baqir berpendapat bahwa masalah ekonmi muncul karena adanya distribusi yang tidak merata dan adil sebagai akibat sistem ekonomi yang membolehkan eksploitasi pihak yang kuat terhadap pihak ysng lemah. Yang kuat memiliki akses terhadap sumber daya sehingga menjadi sangat kaya, sementara yang lemah tidak memiliki akses terhadap sumber daya sehingga menjadi sangat miskin. Karena itu masalah ekonomi muncul bukan karena ssumber daya yang terbatas tetapi karena keserakahan manusia yang tak terbatas.[11]

2.2.2      Mazhab Mainstream

Mazhab mainstream  berbeda pendapat dengan mazhab baqir. Mazhab kedua ini justru setuju bahwa masalah ekonomi muncul karena sumber daya yang terbatas yang dihadapkan pada keinginan manusia yang tidak terbatas.
Dengan demikian pandangan mazhab ini tentang masalah ekonomi hampir tidak ada bedanya dengan pandangan ekonomi konvensional. Kelangkaan sumber dayalah yang menjadi penyebab munculnya masalah ekonomi.
Berbedan anatar ekonomi islam dan konvensional terletak dalam cara menyelesaikan masalah tersebut. Dilema sumber daya yang terbatas versus keinginan yang tidak terbatas memaksa manusia untuk melakukan pilihan-pilihan atas keinginannya. Kemudian manusia membuat skala prioritas dilakukan berdasarkan selera pribadi masing-masing. Manusia boleh mempertimbangkan tuntutan agama, boleh juga mengabaikan. Dalam bahasa Alqurannya, pilihan dilakukan dengan "mempertuhankan hawa nafsunya". Tetapi dalam ekonomi islam, keputusan pilihan iki tidak dilakukan semuanya saja. Perilaku manusia dalam setiap aspek kehidupannya "termasuk ekonomi" selalu dipandu oleh Allah lewat Alquran dan Sunnah.
Umer Chapra dalam misalnya berpendapat bahwa usaha mengembangkan ekonomi islami bukan berarti memusnahkan semua hasil analisis yang baik dandan sangat berharga yang telah dicapai oleh ekonomi konvensional selama lebih dari seratus tahun terakhir (Adi Warman.2007:33).  

2.2.3      Mazhab Alternatif-Kritis

Mazhab ini adalah sebuah mazhab yang kritis. Mereka berpendapat bahwa analisis kritis buka saja harus dilakukan terhadap sosialisme dan kapitalisme, tetapi juga terhadap ekonomi Islam itu sendiri. Mereka yakin bahwa Islami pasti benar, tetapi ekonomi islam belum tentu benar karena ekonomi islam adalah hasil tafsiran manusia atas Alquran dan Sunnah, sehingga nilai kebenarannya tidak mutlak. Proposisi dan teori yang diajukan dan teori yang diajukan oleh ekonomi islami harus selalu diuji kebenarannya sebagaimana yang dilakukan terhadap ekonomi konvensional. [12]

2.3  Rancang Bangun  Ekonomi  Islam

Rancang bangun ekonomi islam membentuk kesluruhan kerangka ekonomi islam yang diibaratkan sebagai bangunan. Sebagai berikut :

2.3.1   Nilai-nilai Universal : Teori Ekonomi

Nilai-nilai ini menjadi dasar inspiuntuk membangun teori-teori ekonomi islam. Rincianya :
1)        Tauhid (Kesaan Tuhun)
Tauhid merupakan fondasi ajaran islam` dengan  tauhid, manusia menyaksikan bahwa “tiada sesuatu pun yang layakdisembah seain Allah” karena Allah adalah pemilik langit, bumi, dan seisinya sekaligus pemiliknya, termasuk pemilik manusia serta seluruh sumber daya yang ada. Oleh karena itu, Allah adalah pemilik hakiki.Manusia hanya diberi amanah untuk “memiliki” sementara waktu, sebagai ujian bagi mereka. Dalam islam sesuatu yang ada, tidak diciptakan dengan sia-sia tetapi memiliki tujuan. Tujuan diciptakan manusia adalah unntuk beribadah kepada Allah karena itu segala aktivitas manusia dalam hubungannnya dengan alam (sumber daya) dan manusia (mu’amalah) dibingkai dengan kerangka hubungan dengan Allah. Karena kepada-Nya kita akan memertanggungjawabkan segala perbuatan kita, termasuk aktivitas ekonomi dan bisnis.[13]
2)        ‘Adl (Keadilan)
Allah adalah pencipta segala sesuatu, dan salah satu sifat-nya adalah adil. Dia tidak membeda-bedakan prlakuan terhadap makhluk-Nya secra zalim.Manusia sebagai khalifah di muka bumi harus memelihara hukum Allah di bumi, dan menjamin bahwa pemakaian segala sumber daya diarahkan untuk keasejahteraan manusia, supaya semua mendapat manfaat daripadanya secara adil dan baik[14].
Dalam banyak ayat, Allah memerintahkan manusia untuk berbuat adil. Dalam Islam adil didefinisikan sebagai “tidak menzalimi dan tidak dizalimi”. Implikasi ekonomi dari nilai ini adalah bahwa pelaku ekonomi tidak dibolehkan untuk mengejar keuntungan pribadi bila hal itu merugikan orang lain atau merusak alam. Tanpa keadilan, manusia akan terkelompok-kelompok dalam berbagai golongan. Golongan yang satu akan menzalimi golongan yang lain, sehingga terjadi eksploitasi manusia atas manusia. Masing-masing berusaha mendapatkan hasil yang lebih besar dari pada usaha yang dikeluarkannya karena kerakusannya.
3)        Nubuwwah (Kenabian)
Karena rahman, Rahim dan kebijaksanaan Allah, manusia tidak dibiarkan begitu saja di dunia tanpa mendapat bimbingan.Karena itu diutuslah para nabi dan rasul untuk menyampaikan petunjuk dari Allah kepada manusia tentang bagaimana hidup yang baik dan benar di dunia, dan mengajarkan jalan untuk kembali (taubah) ke asal muasal segala, Allah.Fungsi rasul adalah untuk menjadi model terbaik yang harus diteladani manusia agar mendapat keselamatan di dunia dan akhirat. Untuk umat Muslim, Allah telah mengirimkan “manusia model” yang terakhir dan sempurna untuk diteladani oleh manusia pada umumnya dan pelaku ekonomi dan bisnis pada khususnya, adalah sebagai berikut[15]:
a)      Shiddiq (benar, jujur)
Sifat siddiq harus menjadi visi hidup setiap Muslim, karena hidup kita berasal dari Yang Maha Benar, naka kehidupan di dunia pun harus dijalani dengan benar, supaya kita dapat kembali pada pencipta kita, Yang Maha Benar.Dngan demikian, tujuan hidup Muslim sudah terjerumus dengan baik.Dari konsep sidq ini, muncullah konsep turunan khas ekonomi dan bisnis, yakni efektvitas (mencapai tujuan yang tepat, benar) dan efisiensi (melakukan kegiatan dengan benar, yakni menggunakan teknik dan metode yang tidak menyebabkan kemubadziran.Karena kalumubadzir berarti tidak benar[16].
b)      Amanah (Tanggung jawab, kepercayaan, kredibilitas)
Amanah menjadi hidup setiap Muslim.Karena Sang Benar hanya dapat kita jumpai dalam keadaan ridha dan diridhai, bila kita menepati yag telah dipikulkan kepada kita. Sifat ini akan membentuk kredibilitas yang tinggida sikap penuh tanggung jawab pada setiapin divide Muslim. Kumpulan individu dengan kredibilitas dan tanggung jawab yang tinggi akan akan melairka nasyarakat yang kuat, karena dilandasi oleh oleh perasaan saling percaya antar anggotanya. Sifat amanah memainkan peranan yang fundamental dalam ekonomi dan bisnis, karena tanpa kredibilitas dan  tanggung jawab , kehidupan ekonomi dan bisnis akan hancur.[17]
c)      Fathanah (Kecerdikan, kebijaksanaan, intelektual)
Sifat ini dapat dipandang sebagai strategi hidup setiap Muslim. Karena untuk mencapai Sang Benar, kita harus mengoptimalkan segala potensi yang telah diberikan oleh-Nya. Potensi paling berharag dan termahal yang hanya diberikan pada manusia adalah akal (intelektualita). Karena itu Allah dalam Alquran selalu menyindir orang-orang yang menolak seruan untuk kembali (taubat) kepada-Nya dengan kalimat “Apakah kamu tidak berpikiir?. Apakah kamu tidak menggunakan akalmu?”Dan orang yang paling bertakwa justru adalah orang yang paling mengoptimalkan potensi fikirnya. Bahkan peringatan yang paling keras adalah “dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya.”Implikasi ekonomi dan bisnis dari sifat ini adalah bahwa segala aktivitas harus dilakukan dengan ilmu, kecerdikan dan pengoptimalan semua potensi akal yang ada untuk mencapai tujuan. Jujur, benar, kredibel, dan bertanggung jawab saja tidak cukup dalam berekonomi dan berbisnis.Para pelaku harus pintar dan cerdik supaya usahanya efektif dan efisien, dan agar tidak tidak menjadi korban penipuan. Bandingkan ini dengan konsep manajemen work hard vs work smart. Dalam ekonomi Islam tidak ada dikotomi ini, karena konsepnya work hard and smart.[18]
d)     Tabligh (Komunikasi,Keterbukaan, pemasaran)
Sifat ini merupakan taktik hidup Muslim.Karena setiap Muslim mengemban tanggung jawab da`wah, yakni menyeru, mengajak, memberitahu. Sifat ini bila sudah mendarah daging pada setiap Muslim, apalagi yang bergerak dalam bidang ekonomi dan bisnis, akan menjadikan setiap pelaku ekonomi dan bisnis sebagai pemasar-pemasar yang tangguh dan lihai. Karena sifat taabligh meneruskan prinsip-prinsip ilmu komunikasi (personal maupun massal), pemasaran, penjualan, periklanan, pembentukan opini massa, open management, iklim keterbukaan, dan lain-lain.[19]
Dengan demikian, kegiatan ekonomi dan bisnis manusia harus mengacu pada prinsip-prinsip yang telah diajarkan oleh nabi dan rasul.Nabi misalnya mengajarkan bahwa “Yang terbaik di antaramu adalah yang paling bermanfaat bagi manusia.”Dengan kata lain, bila kita ingin “menyenangkan Allah”, maka kita harus menyenangkan hati manusia. Prinsip ini akan melahirkan sikap professional, prestatif, penuh perhatian terhadap pemecah masalah-masalah manusia, dan terus-menerus mengejar hal yang terbaik sampai menuju kesempurnaan. Karena hal yang demikian dianggap sebagai cerminan dari penghambaan (ibadah) manusia terhadap penciptanya.
          Bila ekonom Muslim akan menyusun teori dan proposisinya, maka hal yang harus menjadi pegangan adalah bahwa semua yang dating dari Allah dan Rasul-Nya pasti benar. Bila ada hal-hal yang tidak dapat dipahami oleh manusia dengan akalnya, maka menjadi tugas manusia untuk terus berusaha menemukan kebenaran tersebut dengan cara apapun.
4)        Khilafah
Dalam Alquran, Allah berfirman bahwa manusia diciptakan untuk menjadi khalifah di bumi, artinya untuk menjadi pemimpin dan pemakmur bumi. Oleh karena itu, pada dasarnya setiap manusia adalah pemimpin. Nabi bersabda:”Setiap dari kalian adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggungjawaban terhadap yang dipimpinnya.”Ini berlaku bagi semua manusia, baik dia sebagai individu, kepala keluarga, pemimpin masyarakat atau kepala negara.Nilai ini mendasari prinsip kehidupan kolektif manusia dalam Islam (siapa memimpin siapa).Fungsi utamanya adalah agar menjaga keteraturan interaksi (mu`amalah) antar kelompok termasuk dalam bidang ekonomi agar kekacauan dan keributan dapat dihilangkan, atau dikurangi. Dalam Alquran: (yaitu) orang-orang yang jika Kami kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka.., menyuruh berbuat baik dan mencegah dari perbuatan jahat.
Dalam Islam, pemerintahan memainkan peranan yang kecil, tetapi sangat penting dalam perekonomian. Peran utamanya adalah untuk menjamin perekonomian agar berjalan sesuai dengan syariah, dan untuk memastikan supaya tidak terjadi pelanggaran terhadap hak-hak manusia.Semua ini dalam kerangka mencapai maqashidal-syari`ah(tujuan-tujuan syariah), yang menurut Imam Al-Ghazalii adalah untuk memajukan kesejahteraan manusia.Hal ini dicapai dengan melindungi keimanan, jiwa, akal, kehormatan, dan kekayaan manusia.[20]
5)        Ma’ad (Hasil)
Walaupun sering kali diterjemahkan sebagai “kebangkitan”, tetapi secra harfiah ma`ad berarti “kembali”. Karena kita semua akan kembali kepada Allah. Hidup (akhirat). Pandangan dunia yang khas fari seorang muslim tentang dunia dan akhirat dapat dirumuskan sebagai: “Dunia adalah lading akhirat.” Artinya, dunia adalah wahana bagi manusia untuk bekerja dan beraktivitas (beramal saleh).Namun demikian, akhirat lebih baik daripada dunia, karena itu Allah melarang kita untuk terikat pada dunia, sebab jika dibandingka dengan kesenangan akhirat, kesenangan dunia tidaklah seberapa.
Allah menandaskan bahwa manusia diciptakan di dunia untuk berjuang. Perjuangan ini akan mendapatkan ganjaran, baik di dunia maupun di akhirat. Perbuatan baik dibalas dengan kebaikan yang berlipat-lipat, perbuatan jahat dibalas dengan hukuman yang setimpal.Karena itu, ma`ad diartikan juga sebagai imbalan/ganjaran.Implikasi nilai ini dalam kehhidupan ekonomi dan bisnis misalnya, diformulasikan oleh Imam Al-Ghazali yang menyatakan bahwa motivasi para pelaku bisnis adalah untuk mendapatkan laba.Laba dunia dan laba akhirat. Karena itu konsep profit mendapatkan legitimasi dalam Islam.[21]

2.3.2   Prinsip-prinsip Derivatif : Ciri-ciri Sistem Ekonomi Islam

Kelima nilai yang telah diuraikan di atas menjadi dasar inspirasi untuk menyusun teori-teori dan proposisi ekonomi islam. Seperti sudah dibicarakan di muka, dari kelima nilai ini kita dapat menurunkan tiga prinsip dervatif yang menjadi ciri-ciri sistem ekonomi islami.Prinsip derivative tersebut urainnya adalah sebagai berikut :[22]
1)        Multitype Ownership (Kepemilikan Multijenis)
Nilai tauhid dan nilai adil melahirkan konsep multitype ownership.Dalam sistem kapitalis, prinsip umum kepemilikan yang berlaku adalah kepemilikikan swasta.Dalam sistem sosialis, kepemilikan Negara.Sedangkan dalam Islam, berlaku prinsip kepemilikan multijenis, yakni mengakui bermacam-macam bentuk kepemilikan, baik oleh swasta, Negara atau campuuran.
Prinsip ini adalah terjemahan dari nilai tauhid: pemilik primer langit, bumi dan seisinya adalah Allah, sedangkan manusia diberi amanah untuk mengelolanya. Jadi manusia dianggap sebagai pemmilik sekunder.Dengan demikian, konsep kepemilikan swasta diakui. Namun, untuk menjamin keadilan, yakni supaya tidak ada proses penzaliman segolongan orang terhadap segolongan yang lain, maka cabang-cabang produksi yang penting dan menguasau hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Dengan, demikian, kepemilikan Negara dan nasionalisasi juga diakui. Sistem kepemilikna campuran swasta  egara, swasta domestik-asing, atau Negara-asing. Semua konsep ini berasal dari filosofi, norma dan nilai-nilai Islam.[23]
2)        Freedom to act (Kebebasan Bertindak/Berusaha)
Ketika menjelaskan nilai nubuwwah, kita sudah sampai pada kesimpulan bahwa penerapan nilai ini akan melahirkan pribadi-pribadi yang professional dan prestatif dalam segala bifdang, termasuk bidang ekonomi dan bisnis. Pelaku-pelaku ekonomi dan bisnis menjadikan nabi dsebagi teladan dan model dalam melakukan aktivirasnya. Sifat-sifat nabi yang dijadikan model tersebut terangkum ke dalam empat sifat utama, yakni siddiq, amanah, fathanah,dan tabligh. Sedapat mungkin setiap Muslim harus dapat menyerap sifat-sifat ini agar menjadi bagian perilakunya sehari-hari dalam segala aspek kehidupan.
Keempat nilai-nilai nubuwwah ini bila digabungkan dengan nilai keadilan dan nilai khalifah (good government) akan melahirkan prinsip freedom to act bagi setiap individu akan menciptakan mekaisme pasar dalam perekonomian. Karena itu mekanisme pasar adalah keharusan dalam Islam, Dengan syarat tidak ada distorsi (proses penzaliman). Potensi distorsi dikurangi dengan penghayatan nilai keadilan. Penegaka nilai keadilan dalam ekonomi dilakukan dengan melarang semua mafsadah (segala yang merusak), riba (tambahan yang didapat secara zalim), gharar (uncertainty, ketidakpastian), tadlis (penipuan), dan maysir (perjudian, zero-sum game: orang mendapat keuntungan dengan merugikan orang lain). Negara bertugas menyingkirkan atau paling tidak mengurangi market distortion ini. Dengan demikian, Negara/pemerintah bertindak sebagai wasit yang mengawasi interaksi (mu`amalah) pelaku-pelaku ekonomi dan bisnis dalam wilayah kekuasaanya untuk menjamin tidak dilanggarnya syariah, supaya tidak ada pihak-pihak yang zalim atau terzalimi, sehingga tercipta iklim ekonomi dan bisnis yang sehat.[24]
3)        Social Justice (Keadilan Sosial)
Gabungan nilai khilafah dan nilai ma`ad melahirkan prinsip keadilan social. Dalam Islam, pemerintah bertanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyatnya dan menciptakan keseimbangan social antara yang kaya dan yang miskin.
Semua sistem ekonomi mempunyai  tujuan yang sama yaitu menciptakan sistem perekonomian yang adil. Namun tidak semuanya sistem tersebut mampu dan secara konsisten menciptakan sistem yang adil. Sistem yang baik adalah sistem yang dengan tegas dan secara konsisten menjalankan prinsip-prinsip keadilan. Dalamsistem sosialis, keadilan akan terwujud apabila masyarakatnya dapat menikmati barang dan jasa dengan sama rasa dan sama rata. Sedangkan dalam sistem kapitalis, adil  apabila setiap individu mendapatkan apa yang menjadi haknya. Dalam kenyataanya, kita sering menemui bahwa dalam sistem sosialis pun, negara menjadi factor yang dominan dan dengan dominasinya tersebut para birokrat dan penguasa menjadi kaum kapitalis di tengah kaum sosialis yang miskin.Tidak berbeda dengan sistem kapitalis, sistem yang mendasarkan pada mekanisme pasar in bercita-cita keadilan dapat ditegakkan, namun kenyataan mengatakan tidak. Sistem kapitalis justru mendorong terbentuknya industry korporasi (perekonomian didominasi oleh sebagian kecil orang saja), melegalkan monopoli (setidaknya sistem kapitalis tidak mempunyai perangkat kebijakan yang tegas untuk menghilagkan monopoli tersebut) dan sangat mendewasakan modal dengan penghargaan yang berlebihan (cost of fund yang direfleksikan dengan sistem bunga telah mendorong inefisiensi penggunaaan modal, dalam sebuah survei diketahui bahwa hanya 5% saja sistem keuangan yang disalurkan di sector riil).
Dalam Islam, keadilan diartikan dengan suka sama suka (antarraddiminkum) dan satu pihak tidak menzalimi pihak lain (latazlimuna wa la tuzlamun). Islam menganut sistem mekanisme pasar, namun tidak semuanya diserahkan pada mekanisme harga. Karena segala  distorsi yang mmuncul dalam perekonomian tidak sepenuhnya dapat diselesaikan, maka Islam membolehkan adanya beberapa intervensi, baik intervensi harga maupun pasar. Selain itu, Islam juga melengkapi perangkat berupa instrument kebijakan yang difungsikan untuk mengatasi segala distorsi yang muncul.

2.3.3   Akhlak : Perilaku Islam dalam Perekonomian

Dari penjelasan di atas di dapatkan landasan teori yang kuat, serta prinsip-prinsip sistem ekonomi Islam yang mantap. Namun, dua hal ini belum cukup karena teori dan sistem menuntut adanya manusia yang menerapkan nilai-nilai yang terkandung dalam teori dan sistem tersebut. Dengan kata lain, harus ada manusia yang berperilaku, berakhlak secra professional (ihsan, itqan) dalam bidang ekonomi. Baik dia itu dalam posisi sebagai produsen, konsumen, pengusaha, karyawan, atau sebagai pejabat pemerintah. Karena teori yang unggul dan sistem-sistem ekonomi yang sesuai syariah sama sekali bukan merupakan jaminan bahwa perekonomian umat Islam aka otomatis maju. Sistem ekonomi islami hanya memastikan bahwa tidak ada transaksi ekonomi yang bertentangan dengan syariah. Tetapi kinerja bisnis tergantung manbehindthe gun-nya. Karena itu pelaku ekonomi dalam kerangka ini dapat saja dipegang oleh umat non-Muslimdan Muslimat sudah itqan (tekun) dan ihsan (professional). Ini mungkin salah satu rahasia sabda Nabi Saw: Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak”. Karena akhlak (perilaku) menjadi indicator baik-buruknya manusia. Baik buruknya perilaku bisnis para pengusaha menentukan sukses-gagalnya bisnis yang dijalankan.[25] Rancang Bangun Ekonomi Islam
Sistem ekonomi adalah satu kesatuan mekanisme dan lembaga pengambilan keputusan yang mengimplementasikan keputusan terhadap produksi, distribusi dan konsumsi dalam suatu daerah atau wilayah. Terdapat banyak faktor yang membentuk suatu sisem ekonomi, seperti ideologi, nilai-nilai yang dianut, kebudayaan, sistem politik, keadaan alam, sejarah, dan lain-lain. Pada umumnya, sistem ekonomi juga didasarkan pada pemikiran, konsep, atau teori-teori ekonomi tertentu yang diyakini kebenarannya.
  Menurut Gregory and Stuart (1985) elemen kunci dari suatu sistem ekonomi adalah: (1) hak kepemilikan; (2) mekanisme provisi informasi dan koordinasi dari keputusan-keputusan, (3) metode pengambilan keputusan, dan (4) sistem insentif bagi perilaku ekonomi. Suatu sistem ekonomi kemungkinan memiliki metode yang unik dalam pengambilan keputusan, misalnya menggunakan metode yang sentralistik, desentralistik, atau kombinasi keduanya. Provisi informasi dan koordinasi dalam pengambilan keputusan ekonomi dapat dilakukan menggunakan pasar, perencanaan, atau juga tradisi. Sistem insentif yang menjadi faktor motivasi dalam perilaku ekonomi juga menentukan bentuk sistem ekonomi. Secara umum motivasi ini dapat berupa motivasi yang materialistik dan nonmaterialistik (spiritual, sosial, budaya dan sebagainya).




BAB III

PENUTUP

  3.1            Kesimpulan

Karakter ekonomi islam dibangun untuk tujuan suci. Tujuan ekonomi islam adalah untuk mencapai kebahagiaan di dudunia dan di akhirat (falah). Untuk mencapai falah hanya bisa hanya bisa diwujudkan dengan pilar ekonomi Islam,yaitu nilai-nilai dasar, dan pilar operasional, yang tercermin dalam prinsip-prinsip ekonomi islam.
         Dalam ekonomi Islam mempunyai tiga sudut pandang yaitu Mazhab Baqir, Mazhab Mainstream dan Mazhab Alternatif-kritis. Adapun prinsip-prinsip ekonomi Islam terdapat nilai-nilai universal dalam teori ekonomi yang  meliputi tauhid, keadilan, kenabian, khilafah, dan hasil.
         Prinsip-prinsip Derivatif sebagai dasar inspirasi untuk menyusun teori-teori dan proposisi ekonmi Islam. dari kelima nilai tersebut dapat diturunkan tiga prinsip Derivatif diantaranya: Multithype Ownership ( Kepemilikan Multijenis), Freedom to act (Kebbebasan Bertindak/ Berusaha), Sosial Justice (Keadilan Sosial).
         Selain landasan teori yang kuat, serta prinsip-prinsip sistem ekonomi Islam keduanya itu belum cukup. Dengan kata lain, harus ada manusia yang berperilaku, berakhlak secara profesional (ikhsan,itqan) dalam bidang ekonomi.










DAFTAR PUSTAKA

 

P3EI. (. (2014). Ekonomi Islam. Jakarta: PT RAJA GRAFINDO PERSADA.
Karim, A. A. (2008). EKONOMI MIKRO ISLAM. JAKARTA: PT RAJAGRAFINDO PERSADA.
AL-QURAN DAN TERJEMAHANYA.JAKARTA.Departeman Agama RI




[1] P3EI.Ekonomi Islam.2014.Jakarta:PT Raja Grafindo Persada Hlm:54
[2] Ibid. Hlm: 57
[3] Ibid.. Hlm. 65
[4] Ibid. Hlm.70
[5] Adiwarman. A karim.2007.Ekonomi Mikro Islam.Jakarta : PT Raja Grafindo. Hlm. 29
[6] Ibid. Hlm. 29-30
[7] Ibid  Hlm. 30
[8] Ibid. Hlm. 30
[9] Al-Qur’an dan Terjemahanya.Jakarta: Departemen Agama Ri
[10] Ibid. hlm. 31
[11] Ibid. Hlm. 31
[12] Ibid. Hlm. 33
[13] Adiwarman. A karim.2007.Ekonomi Mikro Islam.Jakarta : PT Raja Grafindo. Hlm 35
[14] Ibid. Hlm. 35
[15] Ibid. Hlm. 35
[16] Ibid. Hlm. 39
[17] Ibid. Hlm. 39
[18] Ibid. Hlm. 39
[19] Ibid. Hlm. 39-40
[20] Ibid. Hlm. 41
[21] Ibid. Hlm. 42
[22] Ibid. Hlm. 42
[23] Ibid. Hlm. 42
[24] Ibid. Hlm. 42
[25] Ibid. Hlm. 46

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Konsep dasar Kewirausahaan

KONSEP DASAR KEWIRAUSAHAAN Di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kewirausahaan Dosen pengampu : Nur Budiarso, M.M. Di Susun oleh : Ardria Oxfa Fatekhah             (63020160060) Muhamad Abdul Faza                         (63020160149) S1 EKONOMI SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI SALATIGA 2018 KATA PENGANATAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat dan KaruniaNya sehingga makalah dengan judul “ Konsep Dasar Kewirausahaan ” ini dapat terselesaikan dengan baik. Tidak lupa ucapakan terimakasih kami kepada pihak –pihak yang telah membantu penyusunan makalah ini baik materi maupun nonmateri.             Makalah...

Maksimisasi Keuntungan

MAKALAH TEORI EKONOMI MIKRO MAKSIMISASI KEUNTUNGAN Di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah  Teori Ekonomi Mikro Dosen  pengampu :Widhiharso, M.Si Di  susun oleh : 1.      Muhamad Hanif Alwi    (63020160145) 2.      Muhamad Abdul Faza   (63020160149) 3.      Agus Tri Widodo           (63020160165) Kelas D S1 EKONOMI SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI SALATIGA 2017 KATA PENGANTAR Dengan Mengucapakan Puji Syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas kehendak nya kami telah dapat menyelesaikan makalah ini. meskipun banyak sekali kekurangan dan kesalahan didalamnya, namun kami berharap makalah ini dapat berfungsi sebagai penambah ilmu dan wawasan bagi kami dan para pembaca.  Makalah ini memuat tentang ...

Pembayaran dan Standar Moneter Internasional

PEMBAYARAN DAN STANDAR MONETER INTERNASIONAL Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi Moneter Islam Dosen pengampu :   Fathan Budiman, S.H.I, M.E.I. Di susun oleh : 1.       Aji Santosa                              (63020160116) 2.       Muhamad Abdul Faza                         (63020160149) Kelas   : 4E S1 EKONOMI SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI SALATIGA 2018 KATA PENGANTAR DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .. ii DAFTAR ISI . iii BAB 1 PENDAHULUAN .. 1 2.1       Latar Belakang . 1 2.2       Rumusan Masalah . 1 2....