KARAKTERISTIK
DAN RANCANG BANGUN EKONOMI ISLAM
Di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Model Ekonomi Islam
Dosen pengampu : Mohammad Soleh, S.E.I., M.E.
Di susun oleh:
Rezki Suci Andani (63020160016)
Anisa Nur Kusuma W (63020160021)
Muhamad Abdul Faza
(63020160149)
PRODI EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI SALATIGA
2018
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat dan KaruniaNya sehingga
makalah dengan judul “Rancang Bangun Ekonomi Islam” ini dapat terselesaikan
dengan baik. Tidak lupa ucapakan terimakasih kami kepada pihak –pihak yang
telah membantu penyusunan makalah ini baik materi maupun nonmateri.
Makalah ini kami susun dengan
maksimal dengan menggunakan berbagai referensi baik berupa buku maupun media
internet. Maka kami mengucapkan terimakasih kepada pengarang buku yang kami
kutip yang telah memberikan banyak sumbangan pemikiran, penerbit yang telah
menerbitkan buku tersebut, serta lembaga lain yang menyediakan sarana buku
tersebut. Dan tak lupa penulis media elektronik yang belum sempat untuk
diterbitkan, yang juga memberikan banyak sumbangan pemikiran.
Terlepas dari hal tersebut, kami
menyadari dalam penulisan makalah ini, terdapat banyak kekurangan baik dalam
penulisan, isi maupun bahasa. Maka kritik dan saran yang membangun sangat kami
harapkan dari para pembaca. Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca dan semoga dapat menjadi sumber rujukan yang menambah wawasan
pemikiran.
Salatiga, 7
September 2018
penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Sebagai salah satu bangsa muslim terbesar di
dunia, Indonesia di tuntut untuk menerapkan sistem ekonomi Islam. Kehadiran
ekonomi Islam menjadi salah satu solusi pembangunan bangsa dan negara, karena
sistem ekonomi kapitalis yang mendominasi telah menimbulkan masalah. Salah satu
masalah yang ditumbulkan yaitu dengan adanya krisis moneter yang melanda
beberapa negara termasuk Idonesia yang menerapkan sistem bunga yang diterapkan.
Kemunculan lembaga-lembaga Islam saat ini menjadi bukti bahwa ekonomi Islam
sedang digalakkan di Indonesia.
Di dalam
ekonomi Islam terdapat istilah-istilah yang sebagian besar sulit
diketaui dan sulit dikuasai oleh masyarakat ataupun semua yang terlibat
didalamnya. Agar praktik syariah atau ekonoi Islam dapat diterapkan secara
utuh, diperlukan pemahaman terhadap rancang bangun ekonomi Islam baik oleh para
ekonomnya masyarakat secara umum.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Karakteristik Ekonomi
Islam
1.2.2 Apa Perbedaan Sudut
Pandang Islam?
1.2.4 Bagaimana Rancang Bangun
Ekonomi Islam?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Untuk mengetahui
Karakteristik Ekonomi Islam.
1.3.2. Untuk mengetahui perbedaan sudut
pandang islam.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Karakteristik Ekonomi Islam
Karakteristik
ekonomi islam ini terdiri dari beberapa bahasan diantaranya sebagai berikut :
2.1.1 Tujuan Ekonomi Islam
Tujuan
akhir ekonomi islam adalah sebagaimana tujuan dari syariat Islam itu sendiri (maqashid
asy syari’ah), yaitu mencapai kebahagiaan di dunian dan di akhirat (falah) melalui suatu tata kehidupan yang
baik dan terhormat (hayyah thayyibah). Ekonomi islam tidak sekedar
berorientasi untuk pembangunan fisik material dari individu, masyarakat dan
negara saja, tetapi juga memerhatikan pembangunan aspek-aaspek lain yang juga
merupakan elemen-elemen penting bagi kehidupan yang sejahtera dan bahagia.
Pembangunan keimanan merupakan prakondisi yang diperlukan dalam ekonomi islam,
sebab keimanan merupakan fondasi bagi seluruh pelaku individu dan masyrakat[1].
2.1.2 Moral Sebagai Pilar Ekonomi Islam
Moral islam menjadi pegangan pokok dari pelaku
ekonomi yang menjadi acuan mereka untuk menentukan suatu kegiatan adalah baik atau
buruk sehingga perlu dilaksnakan atau tidak. Moral ekonomi Islam dapat
diuraikan menjadi dua komponen yaitu[2]:
a. Nilai
ekonomi islam
Nilai value merupakan kualitas atau
kandungan intrinsik yang diharapkan dari suatu perilaku atau keadaan. Dalam
aspek ibadah shalat misalnya, nilai shalat diukur dari kekhusyua’nya sebelum,
saat atau setelah shalat dilakukan.
b. Prinsip
ekonomi islam
Prinsip merupakan suatu mekanisme atau
elemen pokok yang menjadi struktur atau kelengkapan suatu kegiatan atau
keadaan. Dalam contoh shalat prinsip
dicerminkan dari rukun dan syarat sahnya sholat yang membuat suatu kegiatan
bisa disebut sebagai shalat.
2.1.3 Perinsip-perinsip Ekonomi Islam
Prinsip ekonomi dalam
Islam merupakan kaidah-kaidah pokok yang membangun struktur atau kerangka
ekonomi Islam yang digali dari Al Quran dan Sunnah. Prinsip ekonomi ini
berfungsi sebgai pedoman dasar bagi setiap individu dalam berperilaku ekonomi.
Berikut prinsip-prinsip yang akan menjadi kaidah-kaidah pokok yang membangun
struktur atau kerangka ekonomi Islam:[3]
a.
Kerja (resource
utilization)
Islam memerintahkan setiap manusia untuk
bekerja sepanjang hidupnya. Islam membagi waktu menjadi dua yaitu untuk beribadah dan bekerja mencari rizki. Dalam arti sempit, kerja
adalah pemanfaatan atas kepemilikan sumber daya manusia. Secara umum, kerja
berarti pemanfaatan sumber daya, bukan hanya bukan hanya pemilikannya semata.
b.
Kompnsasi (compensation)
Prinsip kompensasi adalah konsekuensi dari
implementasi prinsip kerja. Setiap kerja berhak mendaptakan kompensasi atau
imbalan. Islam mengajarkan bahwa setiap pengelolaan
atau pemanfaatan sumber daya berhak untuk mendapatkan imbalan. Sebalaiknya
setiap bentuk pengerusakan sumber daya atau tindakan yang merugikan orang lain
harus mendapat sangsi atau memberikan ‘tebusan’ untuk penyucianya.
c.
Efesiensi (efficientcy)
Efesiensi adalah perbandingan terbaik antara suatu kegiatan (pengelolaan
sumber daya) dengan hasilnya. Suatu kegiatan pengelolaan sumber daya melibatkan
lima unsur pokok, yaitu keahlian, tenaga, bahan, ruang, dan waktu. Sedangkan
hasil terdiri dari jumlah (kuantitas) dan mutu (kualitas). Efesiensi dalam arti
umu, berarti kegiatan yang menghasilkan output yang memberikan mashlahah
paling tinggi atau disebut efesiensi alokasi (allocation efficiency).
Dalam arti sempit, efesiensi berarti kegiatan yang menghasilkan output paling
banyak dan berkualitas atau disebut efesiensi teknis (x-effesiency).
d.
Prefisionalisme (professionalism)
Profesionalisme artinya menyerahkan suatu
urusan kepada ahlinya. Dengan kata lain, profesionalisme berarti menyerahkan
pengelolaan sumber daya kepada ahlinya sehingga diperoleh output secara
efisien. Profesionalisme ini hanya akan tercapai jika setiap individu
mengerahkan seluruh kemampuannya dalam setiap kegiatan ekonomi. Pada akhirnya
profesionalisme ini akan melahirkan pembagian kerja sesuai dengan keahlian dan
kemampuan atau spesialisasi.
e.
Kecukupan (sufficiency)
Jaminan terhadap taraf hidup yang layak
yang dapat memenuhi kebutuhsn material dan spiritual setiap individu, baik
muslim atau non- muslim merupakan salah sat prinsip ekonomi islam. Para fuqaha
mendefinisikan kecukupan sebagai terpenuhnya kebutuhan sepanjang masa dalam hal
sandang, pangan, papan, pengetahuan, akses terhadap penggunaan sumber daya,
bekerja, membangun keluarga (pernikahan sakinah), kesempatan untuk kaya bagi
setiap individu tanpa berlebihan.
f.
Pemerataan kesempatan (equal
opportunity)
Setiap individu, baik
laki-laki atau wanita, Muslim atau non-Muslim, memiliki kesempatan yang sama
untuk memiliki, mengola sumber daya dan menikmati sesuai dengan kemampuannya.
Semua orang diperlakukan sama dalam memperoleh kesempatan, tidak ada pembedaan
antarindividu atau kelompok atau kelas dalam masyarakat.
g.
Kebebasan (freedom)
Dalam pandangan islam, manusia memiliki
kebebasan untuk mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk memperoleh ke-mashlahah-an
yang tertinggi dari sumber daya yang ada pada kekuasaannya. Manusia diberi
kebebasan untuk memilih antara yang benar dan yang salah, yang baik ataupun
yang buruk, yang bermanfaat dan yang merusak.
h.
Kerja sama (coorperation)
Manusia adalah makhluk individu sekaligus
makhluk sosial. ia tidak bisa hidup senidrir yanpa bantuan orang lain. Manusia
tidak dapat mencapai tujuannya secara sendirian atau bahkan saling menjatuhkan
satu sama lainnya. Kerja sama adalah upaya untuk saling mendorong dan saling
menguatkan satu sama lainnya dalam menggapai tujuan bersama.
i.
Persaingan (competition)
Islam mendorong manusia untuk
berlomba-lomba dalam ketaqwaan dan kebaikan. Demikian pula dalam hal mualamalah atau ekonom, manusia didorong untuk berlomba dan
bersaing, namun tidak saling merugikan.
j.
Keseimbangan (equilibrium)
Keseimbangan hidup dalam
ekonomi islam dimaknai sebagai tidak adanya kesenjangan dalam pemenuhan
kebutuhan berbagai aspek kehidupan: antara aspek fisik dan mental, material dan
spiritual, individu dan sosial, masa kini dan masa depan, serta dunia da
akhirat. terwujud antara pembeli dan penjual.
k. Solidaritas (solidarity)
Solidaritas
mengandung arti persaudaraan dan tolong menolong. Persaudaraan merupakan
dasar untuk memupuk hubungan yang baik sesama anggota masyarakat dalam segala
aspek kehidupan, termasuk ekonomi. Dengan persaudaraan, hak-hak setiap
masyarakat lebih terjamin dan terjaga. Prinsip ini menafikan sikap
eksklusifisme dan pandangan atas suku, ras, dan kelompok, namun lebih
mengedepankan ikatan kemanusiaan dan keislaman.
Solidaritas juga bisa
dimaknai toleransi. Islam mengajarkan agar manusia bersikap toleran atau
memberikan kemudahan kepada pihak lain dalam bermuamalah. Toleransi berarti
memberikan kelonggaran dan/atau membantu orang lain untuk memenuhi
kewajibannya.
i.
Informasi
simetri (symmetric inormation)
Setiap pihak yang
bertransaksi seharusnya memiliki informasi relevan yang sama sebelum dan saat
bertransaksi, baik informasi mengenai objek, pelaku transaksi atau akad
transaksi. Suatu akad yang didasarkan atas ketidakjelasan informasi atau
penyembunyian informasi sepihak dianggap batal menurut islam. Lebih jauh lagi,
untuk terwujudnya transparansi, maka perlu memberi akses bagi pihak-pihak yang
berkepentingan untuk mengetahui berbagai informasi penting yang terkait dalam
setiap transaksi.
2.1.1 Basis Kebijakan Ekonomin Islam
Moralitas islam
sebagaimana dikemukakan diatas dapat membawa pada perwujudan falah hanya jika
terdapat basis kebijakan yang mendukung. Yang dimaksudkan dengan basis
kebijakan disini ialah segala sesuatu yang akan menjadi persyaratan bagi
implementasi ekonomi islam, sebagai suatu keharusan. Basis kebijakan ini, yaitu
sebagai berikut :[4]
a. Penghapusan Riba
Islam telah melarang
segala bentuk riba karenanya ia harus dihapuskan dalam ekonomi islam.
Pelarangan riba secara tegas ini dapat dijumpai dalam Alquran dan Hadis. Arti
riba secara bahasa adalah Ziyadah yang berarti tambahan, pertumbuhan, kenaikan,
membengkak, dan bertambah. Akan tetapi, tidak semua tambahan atau pertumbuhan
dikategorikan sebagai riba. Secara fiqh, riba diartikan sebagai setiap tambahan
dari harta pokok yang bukan merupakan kompensasi, hasil usaha ataupun hadiah.
Namun, pengertian riba secara teknis adalah pengambilan tambahan dari harta
pokok atau modal secara batil, baik dalam utang-piutang maupun jual beli. Batil
dalam hal ini adalah perbuatan ketidakadilan (zalim) atau diam menerima
ketidakadilan. Dengan demikian, esensi dari pelarangan riba adalah penghapusan
ketidakadilan dan penegakan keadilan dalam ekonomi.
Dengan pengertian
diatas, maka penghapusan riba dalam ekonomi islam dapat dimaknai secara sempit
maupun secara luas. Secara sempit, penghapusan riba berarti penghapusan riba
yang terjadi dalam utang-piutang maupun jual beli. Jadi, dalam konteks ini
bunga yang merupakan riba dalam utang-piutang secara mutlak harus dihapuskan
dari perekonomian. Demikian pula berbagai bentuk transaksi jual beli yang
menimbulkan riba, misalnya transaksi-transaksi yang spekulatif, tanpa
pengukuran (valuation) yang jelas, juga harus dilarang. Secara luas penghapusan
riba dapat dimaknai sebagai penghapusan segala bentuk praktik ekonomi yang
menimbulkan kezaliman atau ketidakadilan. Jika kezaliman harus dihapus, maka
implikasinya keadilan harus ditegakkan. Keduanya merupakan sebuah kausalitas
yang tegas dan jelas.
b. Pelembagaan Zakat
Zakat adalah sedekah (levly) yang
diwajibkan atas harta seorang muslim yang telah memenuhi syarat, bahkan ia
merupakan rukun Islam yang ketiga. Zakat pada dasarnya merupakan sebuah sistem
yang berfungsi untuk menjamin distribusi pendapatan dan kekayaan masyarakat
secara lebih baik. Ia merupakan sebuah sistem yang akan menjaga keseimbangan
dan harmoni sosial diantara kelompok kaya (muzzaki) dan kelompok miskin
(mustahik).
Implementasi
pengelolaan zakat tidak terbatas pada suatu komunitas muslim kecil, namun
melingkupi satu negara. Dalam pengertian yang lebih luas, pelembagaan zakat
juga bermakna perlunya komitmen yang kuat dan langkah yang konkret dari negara dan
masyarakat untuk menciptakan suatu sistem distribusi kekayaan dan pendapatan
secara sistemik dan permanen. Langkah ini merupakan wujud nyata yang lain dari
upaya menciptakan keadilan sosial.
Zakat mencerminkan komitmen sosial dari ekonomi islam.
c.
Pelarangan
Gharar
Ajaran islam melarang
aktivitas ekonomi ya`ng mengandung gharar. Dari segi bahasa, gharar berarti
resiko, atau juga ketidakpastian. Menurut Ibn Taimiyah gharar adalah sesuatu
dengan karakter tidak diketahui sehingga menjual hal ini adalah seperti
perjudian. Dengan kata lain, gharar terjadi karena seseorang sama sekali tidak
(dapat) mengetahui kemungkinan kejadian sesuatu sehingga bersifat spekulatif
atau game of change. Dapat disimpulkan juga bahwa gharar adalah transaksi
dengan hasil (outcome) tidak dapat diketahui atau diprediksi. Ketidakpastian ini
terjadi karena adanya kekurangan informasi oleh para pihak.
Selain itu dalam
gharar juga terkandung pengertian, sebagaimana dalam game theory, apa yang
disebut zero sum game with uncertainty payoffs. Dalam zero sum game, jika satu
pihak menerima keuntungan, maka pihak lain pasti mengalami kerugian. Sebuah
transaksi bisnis yang islami adalah transaksi yang saling menguntungkan atau
win-win solution. Gharar akan menciptakan instabilitas dan kerapuhan dalam
perekonomian, baik dalam jangka pendek atau jangka panjang.
d. Pelarangan yang Haram
Dalam ekonomi islam
segala sesuatu yang dilakukan harus halalan toyyiban, yaitu benar secara hukum
islam dan baik dari perspektif nilai dan moralitas islam. Kebalikan dari
halalan thayyibah adalah haram, yaitu sesuatu yang jika dilakukan akan
menimbulkan dosa. Haram dalam hal ini bisa terkait dengan zat ataupun
prosesnya. Dalam hal zat, islam melarang mengonsumsi, memproduksi,
mendistribusikan, dan seluruh mata rantainya terhadap beberapa komoditas dan
aktivitas. Dalam hal proses, islam mengharamkan setiap bentuk transaksi karena
tiga hal. Pertama, perbuatan atau transaksi yang mengandung unsur atau potensi
ketidakadilan (menzalimi atau dizalimi). Kedua, transaksi yang melanggar
prinsip saling ridha, seperti tadlis, yaitu penyembunyian informasi yang
relevan kepada pihak lawan transaksi. Ketiga, perbuatan yang merusak harkat
manusia atau alam semesta, seperti prostitusi.
2.2 Perbedaan sudut Pandang Ekonomi Islam
Paradigma
yang mendasari ekonomi konvensional dan peradigma yang mendasari ekonomi islam
keduanya tidak mungkin dan tidak akan pernah mungkin untuk dikompromikan,
karena masing-masingnya didasarkan atas
pandangan dunia (weltanschauung) yang berbeda. Ekonomi konvensional melihat
ilmu sebagai sesuatu yang sekunder dan sama sekali tidak memasukkan Tuhan serta
tanggung jawab manusia kepada Tuhan diakhirat dalam bangun pemikirannya. Oleh
karena itu, ilmu ekonomi konvensionalmenjadi bebas nilai. Sementara itu,
ekonomi islam justru dibangun atas, atau paling tidak diwarnai oleh,
prinsip-prinsip religius.[5]
Dalam
tataran paradigma seperti ini, ekonom-ekonom Muslim tidak menghadapi masalah
perbedan pendapat yang berarti. Namun, ketika mereka diminta untuk menjelaskan
apa dan bagaimanakah konsep ekonom Islam itu, mulai muncullah perbedaan
pendapat. Sampai saat ini, pemikiran ekonom-ekonom Muslim konterporer dapa kita
klasifikasikan menjadi tiga mazhab, yakni:[6]
2.2.1 Mazhab Baqir as-Sadr
Mazhab ini dipelopori oleh Baqir as-Sadr dengan
bukunya yang fenomenal: Iqtishaduna (ekonomi kita). Mazhab ini
berpendapat bahwa ilmu ekonomi (economics) tidak pernah bisa sejalan dengan
Islam. Ekonomi tetap ekonomi, dan Islam tetap Islam. Keduanya tidak akan pernah
dapat disatukan karena keduanya berasal dari filosofi yang saling kontradiktif,
yang satu anti Islam dan yang lainnya Islam.[7]
Menurut mereka, perbedaan filosofi ini
berdampak pada perbedaan cara pandang keduanya dalam melihat masalah ekonomi.
Menurut ilmu ekonomi, masalah ekonomi muncul karena keinginan manusia yang
tidak terbatas sementara sumber daya
yang tersedia untuk memuaskan keinginan manusia tersebut jumlahnya terbatas.
Mazhab Baqir menolak pernyataan ini, karena menurut mereka, Islam tidak
mengenali adanya sumber daya yang terbatas. Dalil yang dipakai adalah Alquran[8]:
إِنَّا
كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ
"Sungguh
telah Kami ciptakan segala sesuatu dalam ukuran yang setepat-tepatnya"
(QS. Al-Qamar [54] : 49).[9]
Dengan demikian, karena segala sesuatunya sudah
terukur dengan sempurna, sebenarnya Allah telah memberikan sumber daya yang
cukup bagi seluruh manusia di dunia.
Pendapat bahwa keinginan manusia itu tidak
terbatas juga ditolak, contoh: Manusia akan berhenti minum jika dahaganya sudah
terpuaskan. Oleh karena itu, mazhab ini berkesimpulan bahwa keinginan yang
tidak terbatas itu tidak benar sebab pada kenyataannya keinginan manusia itu
terbatas. (Bandingkan pendapat ini dengan teori Marginal Utillity, Law of
Diminishing Returns, dan Hukum Gossen dalam ilmu ekonomi).[10]
Mazhab Baqir berpendapat bahwa masalah ekonmi
muncul karena adanya distribusi yang tidak merata dan adil sebagai akibat
sistem ekonomi yang membolehkan eksploitasi pihak yang kuat terhadap pihak ysng
lemah. Yang kuat memiliki akses terhadap sumber daya sehingga menjadi sangat
kaya, sementara yang lemah tidak memiliki akses terhadap sumber daya sehingga
menjadi sangat miskin. Karena itu masalah ekonomi muncul bukan karena ssumber
daya yang terbatas tetapi karena keserakahan manusia yang tak terbatas.[11]
2.2.2 Mazhab Mainstream
Mazhab mainstream berbeda pendapat dengan mazhab baqir. Mazhab
kedua ini justru setuju bahwa masalah ekonomi muncul karena sumber daya yang
terbatas yang dihadapkan pada keinginan manusia yang tidak terbatas.
Dengan
demikian pandangan mazhab ini tentang masalah ekonomi hampir tidak ada bedanya
dengan pandangan ekonomi konvensional. Kelangkaan sumber dayalah yang menjadi
penyebab munculnya masalah ekonomi.
Berbedan
anatar ekonomi islam dan konvensional terletak dalam cara menyelesaikan masalah
tersebut. Dilema sumber daya yang terbatas versus keinginan yang tidak terbatas
memaksa manusia untuk melakukan pilihan-pilihan atas keinginannya. Kemudian
manusia membuat skala prioritas dilakukan berdasarkan selera pribadi
masing-masing. Manusia boleh mempertimbangkan tuntutan agama, boleh juga
mengabaikan. Dalam bahasa Alqurannya, pilihan dilakukan dengan
"mempertuhankan hawa nafsunya". Tetapi dalam ekonomi islam, keputusan
pilihan iki tidak dilakukan semuanya saja. Perilaku manusia dalam setiap aspek
kehidupannya "termasuk ekonomi" selalu dipandu oleh Allah lewat Alquran
dan Sunnah.
Umer Chapra dalam
misalnya berpendapat bahwa usaha mengembangkan ekonomi islami bukan berarti
memusnahkan semua hasil analisis yang baik dandan sangat berharga yang telah
dicapai oleh ekonomi konvensional selama lebih dari seratus tahun terakhir (Adi
Warman.2007:33).
2.2.3 Mazhab Alternatif-Kritis
Mazhab ini adalah sebuah mazhab yang kritis.
Mereka berpendapat bahwa analisis kritis buka saja harus dilakukan terhadap
sosialisme dan kapitalisme, tetapi juga terhadap ekonomi Islam itu sendiri.
Mereka yakin bahwa Islami pasti benar, tetapi ekonomi islam belum tentu benar
karena ekonomi islam adalah hasil tafsiran manusia atas Alquran dan Sunnah,
sehingga nilai kebenarannya tidak mutlak. Proposisi dan teori yang diajukan dan
teori yang diajukan oleh ekonomi islami harus selalu diuji kebenarannya sebagaimana
yang dilakukan terhadap ekonomi konvensional. [12]
2.3 Rancang Bangun Ekonomi Islam
Rancang bangun ekonomi islam membentuk kesluruhan
kerangka ekonomi islam yang diibaratkan sebagai bangunan. Sebagai berikut :
2.3.1 Nilai-nilai Universal : Teori Ekonomi
Nilai-nilai ini menjadi dasar
inspiuntuk membangun teori-teori ekonomi islam. Rincianya :
1)
Tauhid (Kesaan
Tuhun)
Tauhid merupakan fondasi ajaran
islam` dengan tauhid, manusia
menyaksikan bahwa “tiada sesuatu pun yang layakdisembah seain Allah” karena
Allah adalah pemilik langit, bumi, dan seisinya sekaligus pemiliknya, termasuk
pemilik manusia serta seluruh sumber daya yang ada. Oleh karena itu, Allah
adalah pemilik hakiki.Manusia hanya diberi amanah untuk “memiliki” sementara
waktu, sebagai ujian bagi mereka. Dalam islam sesuatu yang ada, tidak
diciptakan dengan sia-sia tetapi memiliki tujuan. Tujuan diciptakan manusia
adalah unntuk beribadah kepada Allah karena itu segala aktivitas manusia dalam
hubungannnya dengan alam (sumber daya) dan manusia (mu’amalah) dibingkai dengan
kerangka hubungan dengan Allah. Karena kepada-Nya kita akan
memertanggungjawabkan segala perbuatan kita, termasuk aktivitas ekonomi dan
bisnis.[13]
2)
‘Adl (Keadilan)
Allah adalah pencipta segala
sesuatu, dan salah satu sifat-nya adalah adil. Dia tidak membeda-bedakan
prlakuan terhadap makhluk-Nya secra zalim.Manusia sebagai khalifah di muka bumi
harus memelihara hukum Allah di bumi, dan menjamin bahwa pemakaian segala
sumber daya diarahkan untuk keasejahteraan manusia, supaya semua mendapat manfaat
daripadanya secara adil dan baik[14].
Dalam banyak ayat, Allah
memerintahkan manusia untuk berbuat adil. Dalam Islam adil didefinisikan
sebagai “tidak menzalimi dan tidak dizalimi”. Implikasi ekonomi dari nilai ini
adalah bahwa pelaku ekonomi tidak dibolehkan untuk mengejar keuntungan pribadi
bila hal itu merugikan orang lain atau merusak alam. Tanpa keadilan, manusia
akan terkelompok-kelompok dalam berbagai golongan. Golongan yang satu akan
menzalimi golongan yang lain, sehingga terjadi eksploitasi manusia atas
manusia. Masing-masing berusaha mendapatkan hasil yang lebih besar dari pada
usaha yang dikeluarkannya karena kerakusannya.
3)
Nubuwwah
(Kenabian)
Karena rahman, Rahim dan
kebijaksanaan Allah, manusia tidak dibiarkan begitu saja di dunia tanpa mendapat
bimbingan.Karena itu diutuslah para nabi dan rasul untuk menyampaikan petunjuk
dari Allah kepada manusia tentang bagaimana hidup yang baik dan benar di dunia,
dan mengajarkan jalan untuk kembali (taubah) ke asal muasal segala,
Allah.Fungsi rasul adalah untuk menjadi model terbaik yang harus diteladani
manusia agar mendapat keselamatan di dunia dan akhirat. Untuk umat Muslim,
Allah telah mengirimkan “manusia model” yang terakhir dan sempurna untuk
diteladani oleh manusia pada umumnya dan pelaku ekonomi dan bisnis pada
khususnya, adalah sebagai berikut[15]:
a) Shiddiq (benar,
jujur)
Sifat siddiq harus menjadi visi
hidup setiap Muslim, karena hidup kita berasal dari Yang Maha Benar, naka
kehidupan di dunia pun harus dijalani dengan benar, supaya kita dapat kembali
pada pencipta kita, Yang Maha Benar.Dngan demikian, tujuan hidup Muslim sudah
terjerumus dengan baik.Dari konsep sidq ini, muncullah konsep turunan khas
ekonomi dan bisnis, yakni efektvitas (mencapai tujuan yang tepat, benar) dan
efisiensi (melakukan kegiatan dengan benar, yakni menggunakan teknik dan metode
yang tidak menyebabkan kemubadziran.Karena kalumubadzir berarti tidak benar[16].
b) Amanah (Tanggung
jawab, kepercayaan, kredibilitas)
Amanah menjadi hidup setiap
Muslim.Karena Sang Benar hanya dapat kita jumpai dalam keadaan ridha dan
diridhai, bila kita menepati yag telah dipikulkan kepada kita. Sifat ini akan
membentuk kredibilitas yang tinggida sikap penuh tanggung jawab pada setiapin
divide Muslim. Kumpulan individu dengan kredibilitas dan tanggung jawab yang
tinggi akan akan melairka nasyarakat yang kuat, karena dilandasi oleh oleh
perasaan saling percaya antar anggotanya. Sifat amanah memainkan peranan yang
fundamental dalam ekonomi dan bisnis, karena tanpa kredibilitas dan tanggung jawab , kehidupan ekonomi dan bisnis
akan hancur.[17]
c) Fathanah (Kecerdikan,
kebijaksanaan, intelektual)
Sifat ini dapat dipandang sebagai
strategi hidup setiap Muslim. Karena untuk mencapai Sang Benar, kita harus
mengoptimalkan segala potensi yang telah diberikan oleh-Nya. Potensi paling
berharag dan termahal yang hanya diberikan pada manusia adalah akal (intelektualita). Karena itu Allah dalam
Alquran selalu menyindir orang-orang yang menolak seruan untuk kembali (taubat)
kepada-Nya dengan kalimat “Apakah kamu tidak berpikiir?. Apakah kamu tidak
menggunakan akalmu?”Dan orang yang paling bertakwa justru adalah orang yang
paling mengoptimalkan potensi fikirnya. Bahkan peringatan yang paling keras
adalah “dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak
mempergunakan akalnya.”Implikasi ekonomi dan bisnis dari sifat ini adalah bahwa
segala aktivitas harus dilakukan dengan ilmu, kecerdikan dan pengoptimalan
semua potensi akal yang ada untuk mencapai tujuan. Jujur, benar, kredibel, dan
bertanggung jawab saja tidak cukup dalam berekonomi dan berbisnis.Para pelaku
harus pintar dan cerdik supaya usahanya efektif dan efisien, dan agar tidak
tidak menjadi korban penipuan. Bandingkan ini dengan konsep manajemen work hard vs work smart. Dalam ekonomi
Islam tidak ada dikotomi ini, karena konsepnya work hard and smart.[18]
d) Tabligh (Komunikasi,Keterbukaan,
pemasaran)
Sifat ini merupakan taktik hidup
Muslim.Karena setiap Muslim mengemban tanggung jawab da`wah, yakni menyeru,
mengajak, memberitahu. Sifat ini bila sudah mendarah daging pada setiap Muslim,
apalagi yang bergerak dalam bidang ekonomi dan bisnis, akan menjadikan setiap
pelaku ekonomi dan bisnis sebagai pemasar-pemasar yang tangguh dan lihai.
Karena sifat taabligh meneruskan prinsip-prinsip ilmu komunikasi (personal
maupun massal), pemasaran, penjualan, periklanan, pembentukan opini massa, open management, iklim keterbukaan, dan
lain-lain.[19]
Dengan demikian, kegiatan ekonomi
dan bisnis manusia harus mengacu pada prinsip-prinsip yang telah diajarkan oleh
nabi dan rasul.Nabi misalnya mengajarkan bahwa “Yang terbaik di antaramu adalah
yang paling bermanfaat bagi manusia.”Dengan kata lain, bila kita ingin
“menyenangkan Allah”, maka kita harus menyenangkan hati manusia. Prinsip ini
akan melahirkan sikap professional, prestatif, penuh perhatian terhadap pemecah
masalah-masalah manusia, dan terus-menerus mengejar hal yang terbaik sampai
menuju kesempurnaan. Karena hal yang demikian dianggap sebagai cerminan dari
penghambaan (ibadah) manusia terhadap penciptanya.
Bila ekonom
Muslim akan menyusun teori dan proposisinya, maka hal yang harus menjadi
pegangan adalah bahwa semua yang dating dari Allah dan Rasul-Nya pasti benar.
Bila ada hal-hal yang tidak dapat dipahami oleh manusia dengan akalnya, maka
menjadi tugas manusia untuk terus berusaha menemukan kebenaran tersebut dengan
cara apapun.
4)
Khilafah
Dalam Alquran, Allah berfirman
bahwa manusia diciptakan untuk menjadi khalifah di bumi, artinya untuk menjadi
pemimpin dan pemakmur bumi. Oleh karena itu, pada dasarnya setiap manusia
adalah pemimpin. Nabi bersabda:”Setiap dari kalian adalah pemimpin, dan akan
dimintai pertanggungjawaban terhadap yang dipimpinnya.”Ini berlaku bagi semua
manusia, baik dia sebagai individu, kepala keluarga, pemimpin masyarakat atau
kepala negara.Nilai ini mendasari prinsip kehidupan kolektif manusia dalam
Islam (siapa memimpin siapa).Fungsi utamanya adalah agar menjaga keteraturan
interaksi (mu`amalah) antar kelompok termasuk dalam bidang ekonomi agar
kekacauan dan keributan dapat dihilangkan, atau dikurangi. Dalam Alquran:
(yaitu) orang-orang yang jika Kami kedudukan mereka di muka bumi, niscaya
mereka.., menyuruh berbuat baik dan mencegah dari perbuatan jahat.
Dalam Islam, pemerintahan
memainkan peranan yang kecil, tetapi sangat penting dalam perekonomian. Peran
utamanya adalah untuk menjamin perekonomian agar berjalan sesuai dengan
syariah, dan untuk memastikan supaya tidak terjadi pelanggaran terhadap hak-hak
manusia.Semua ini dalam kerangka mencapai maqashidal-syari`ah(tujuan-tujuan
syariah), yang menurut Imam Al-Ghazalii adalah untuk memajukan kesejahteraan
manusia.Hal ini dicapai dengan melindungi keimanan, jiwa, akal, kehormatan, dan
kekayaan manusia.[20]
5)
Ma’ad (Hasil)
Walaupun sering kali diterjemahkan
sebagai “kebangkitan”, tetapi secra harfiah ma`ad berarti “kembali”. Karena
kita semua akan kembali kepada Allah. Hidup (akhirat). Pandangan dunia yang
khas fari seorang muslim tentang dunia dan akhirat dapat dirumuskan sebagai:
“Dunia adalah lading akhirat.” Artinya, dunia adalah wahana bagi manusia untuk
bekerja dan beraktivitas (beramal saleh).Namun demikian, akhirat lebih baik
daripada dunia, karena itu Allah melarang kita untuk terikat pada dunia, sebab
jika dibandingka dengan kesenangan akhirat, kesenangan dunia tidaklah seberapa.
Allah menandaskan bahwa manusia
diciptakan di dunia untuk berjuang. Perjuangan ini akan mendapatkan ganjaran, baik di dunia maupun di akhirat.
Perbuatan baik dibalas dengan kebaikan yang berlipat-lipat, perbuatan jahat
dibalas dengan hukuman yang setimpal.Karena itu, ma`ad diartikan juga sebagai imbalan/ganjaran.Implikasi nilai ini
dalam kehhidupan ekonomi dan bisnis misalnya, diformulasikan oleh Imam
Al-Ghazali yang menyatakan bahwa motivasi para pelaku bisnis adalah untuk
mendapatkan laba.Laba dunia dan laba akhirat. Karena itu konsep profit
mendapatkan legitimasi dalam Islam.[21]
2.3.2 Prinsip-prinsip Derivatif : Ciri-ciri Sistem Ekonomi Islam
Kelima nilai yang telah diuraikan
di atas menjadi dasar inspirasi untuk menyusun teori-teori dan proposisi
ekonomi islam. Seperti sudah dibicarakan di muka, dari kelima nilai ini kita
dapat menurunkan tiga prinsip dervatif yang menjadi ciri-ciri sistem ekonomi
islami.Prinsip derivative tersebut urainnya adalah sebagai berikut :[22]
1)
Multitype Ownership (Kepemilikan
Multijenis)
Nilai tauhid dan nilai adil
melahirkan konsep multitype ownership.Dalam
sistem kapitalis, prinsip umum kepemilikan yang berlaku adalah kepemilikikan
swasta.Dalam sistem sosialis, kepemilikan Negara.Sedangkan dalam Islam, berlaku
prinsip kepemilikan multijenis, yakni mengakui bermacam-macam bentuk
kepemilikan, baik oleh swasta, Negara atau campuuran.
Prinsip ini adalah terjemahan dari
nilai tauhid: pemilik primer langit, bumi dan seisinya adalah Allah, sedangkan
manusia diberi amanah untuk mengelolanya. Jadi manusia dianggap sebagai
pemmilik sekunder.Dengan demikian, konsep kepemilikan swasta diakui. Namun,
untuk menjamin keadilan, yakni supaya tidak ada proses penzaliman segolongan
orang terhadap segolongan yang lain, maka cabang-cabang produksi yang penting
dan menguasau hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Dengan, demikian,
kepemilikan Negara dan nasionalisasi juga diakui. Sistem kepemilikna campuran
swasta egara, swasta domestik-asing,
atau Negara-asing. Semua
konsep ini berasal dari filosofi, norma dan nilai-nilai Islam.[23]
2)
Freedom to act (Kebebasan
Bertindak/Berusaha)
Ketika menjelaskan nilai nubuwwah, kita sudah sampai pada
kesimpulan bahwa penerapan nilai ini akan melahirkan pribadi-pribadi yang
professional dan prestatif dalam segala bifdang, termasuk bidang ekonomi dan
bisnis. Pelaku-pelaku ekonomi dan bisnis menjadikan nabi dsebagi teladan dan model
dalam melakukan aktivirasnya. Sifat-sifat nabi yang dijadikan model tersebut
terangkum ke dalam empat sifat utama, yakni siddiq,
amanah, fathanah,dan tabligh.
Sedapat mungkin setiap Muslim harus dapat menyerap sifat-sifat ini agar menjadi
bagian perilakunya sehari-hari dalam segala aspek kehidupan.
Keempat nilai-nilai nubuwwah ini bila digabungkan dengan
nilai keadilan dan nilai khalifah (good government) akan melahirkan prinsip
freedom to act bagi setiap individu
akan menciptakan mekaisme pasar dalam perekonomian. Karena itu mekanisme pasar
adalah keharusan dalam Islam, Dengan syarat tidak ada distorsi (proses
penzaliman). Potensi distorsi dikurangi dengan penghayatan nilai keadilan.
Penegaka nilai keadilan dalam ekonomi dilakukan dengan melarang semua mafsadah (segala yang merusak), riba (tambahan yang didapat secara
zalim), gharar (uncertainty, ketidakpastian), tadlis
(penipuan), dan maysir
(perjudian, zero-sum game: orang
mendapat keuntungan dengan merugikan orang lain). Negara bertugas menyingkirkan
atau paling tidak mengurangi market
distortion ini. Dengan demikian, Negara/pemerintah bertindak sebagai wasit
yang mengawasi interaksi (mu`amalah)
pelaku-pelaku ekonomi dan bisnis dalam wilayah kekuasaanya untuk menjamin tidak
dilanggarnya syariah, supaya tidak ada pihak-pihak yang zalim atau terzalimi,
sehingga tercipta iklim ekonomi dan bisnis yang sehat.[24]
3)
Social Justice (Keadilan
Sosial)
Gabungan nilai khilafah dan nilai
ma`ad melahirkan prinsip keadilan social. Dalam Islam, pemerintah bertanggung
jawab menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyatnya dan menciptakan keseimbangan
social antara yang kaya dan yang miskin.
Semua sistem ekonomi
mempunyai tujuan yang sama yaitu
menciptakan sistem perekonomian yang adil. Namun tidak semuanya sistem tersebut
mampu dan secara konsisten menciptakan sistem yang adil. Sistem yang baik
adalah sistem yang dengan tegas dan secara konsisten menjalankan
prinsip-prinsip keadilan. Dalamsistem sosialis, keadilan akan terwujud apabila
masyarakatnya dapat menikmati barang dan jasa dengan sama rasa dan sama rata.
Sedangkan dalam sistem kapitalis, adil
apabila setiap individu mendapatkan apa yang menjadi haknya. Dalam
kenyataanya, kita sering menemui bahwa dalam sistem sosialis pun, negara menjadi
factor yang dominan dan dengan dominasinya tersebut para birokrat dan penguasa
menjadi kaum kapitalis di tengah kaum sosialis yang miskin.Tidak berbeda dengan
sistem kapitalis, sistem yang mendasarkan pada mekanisme pasar in bercita-cita
keadilan dapat ditegakkan, namun kenyataan mengatakan tidak. Sistem kapitalis
justru mendorong terbentuknya industry korporasi (perekonomian didominasi oleh
sebagian kecil orang saja), melegalkan monopoli (setidaknya sistem kapitalis
tidak mempunyai perangkat kebijakan yang tegas untuk menghilagkan monopoli
tersebut) dan sangat mendewasakan modal dengan penghargaan yang berlebihan (cost of fund yang direfleksikan dengan
sistem bunga telah mendorong inefisiensi penggunaaan modal, dalam sebuah survei
diketahui bahwa hanya 5% saja sistem keuangan yang disalurkan di sector riil).
Dalam Islam, keadilan diartikan
dengan suka sama suka (antarraddiminkum)
dan satu pihak tidak menzalimi pihak lain (latazlimuna
wa la tuzlamun). Islam menganut sistem mekanisme pasar, namun tidak
semuanya diserahkan pada mekanisme harga. Karena segala distorsi yang mmuncul dalam perekonomian
tidak sepenuhnya dapat diselesaikan, maka Islam membolehkan adanya beberapa
intervensi, baik intervensi harga maupun pasar. Selain itu, Islam juga
melengkapi perangkat berupa instrument kebijakan yang difungsikan untuk
mengatasi segala distorsi yang muncul.
2.3.3 Akhlak : Perilaku Islam dalam Perekonomian
Dari penjelasan di atas di dapatkan landasan teori yang
kuat, serta prinsip-prinsip sistem ekonomi Islam yang mantap. Namun, dua hal
ini belum cukup karena teori dan sistem menuntut adanya manusia yang menerapkan
nilai-nilai yang terkandung dalam teori dan sistem tersebut. Dengan kata lain,
harus ada manusia yang berperilaku, berakhlak secra professional (ihsan, itqan) dalam bidang ekonomi. Baik
dia itu dalam posisi sebagai produsen, konsumen, pengusaha, karyawan, atau
sebagai pejabat pemerintah. Karena teori yang unggul dan sistem-sistem ekonomi
yang sesuai syariah sama sekali bukan merupakan jaminan bahwa perekonomian umat
Islam aka otomatis maju. Sistem ekonomi islami hanya memastikan bahwa tidak ada
transaksi ekonomi yang bertentangan dengan syariah. Tetapi kinerja bisnis
tergantung manbehindthe gun-nya.
Karena itu pelaku ekonomi dalam kerangka ini dapat saja dipegang oleh umat
non-Muslimdan Muslimat sudah itqan
(tekun) dan ihsan (professional). Ini
mungkin salah satu rahasia sabda Nabi Saw: Sesungguhnya aku diutus untuk
menyempurnakan akhlak”. Karena akhlak (perilaku) menjadi indicator
baik-buruknya manusia. Baik buruknya perilaku bisnis para pengusaha menentukan
sukses-gagalnya bisnis yang dijalankan.[25]
Rancang Bangun Ekonomi Islam
Sistem
ekonomi adalah satu kesatuan mekanisme dan lembaga pengambilan keputusan yang
mengimplementasikan keputusan terhadap produksi, distribusi dan konsumsi dalam
suatu daerah atau wilayah. Terdapat banyak faktor yang membentuk suatu sisem
ekonomi, seperti ideologi, nilai-nilai yang dianut, kebudayaan, sistem politik,
keadaan alam, sejarah, dan lain-lain. Pada umumnya, sistem ekonomi juga
didasarkan pada pemikiran, konsep, atau teori-teori ekonomi tertentu yang
diyakini kebenarannya.
Menurut Gregory and Stuart (1985) elemen
kunci dari suatu sistem ekonomi adalah: (1) hak kepemilikan; (2) mekanisme
provisi informasi dan koordinasi dari keputusan-keputusan, (3) metode
pengambilan keputusan, dan (4) sistem insentif bagi perilaku ekonomi. Suatu
sistem ekonomi kemungkinan memiliki metode yang unik dalam pengambilan
keputusan, misalnya menggunakan metode yang sentralistik, desentralistik, atau
kombinasi keduanya. Provisi informasi dan koordinasi dalam pengambilan
keputusan ekonomi dapat dilakukan menggunakan pasar, perencanaan, atau juga
tradisi. Sistem insentif yang menjadi faktor motivasi dalam perilaku ekonomi
juga menentukan bentuk sistem ekonomi. Secara umum motivasi ini dapat berupa
motivasi yang materialistik dan nonmaterialistik (spiritual, sosial, budaya dan
sebagainya).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Karakter
ekonomi islam dibangun untuk tujuan suci. Tujuan ekonomi islam
adalah untuk mencapai kebahagiaan di dudunia dan di akhirat (falah). Untuk
mencapai falah hanya bisa hanya bisa diwujudkan dengan pilar ekonomi
Islam,yaitu nilai-nilai dasar, dan pilar operasional, yang tercermin dalam
prinsip-prinsip ekonomi islam.
Dalam ekonomi Islam mempunyai tiga
sudut pandang yaitu Mazhab Baqir, Mazhab Mainstream dan Mazhab
Alternatif-kritis. Adapun prinsip-prinsip ekonomi Islam terdapat nilai-nilai
universal dalam teori ekonomi yang meliputi
tauhid, keadilan, kenabian, khilafah, dan hasil.
Prinsip-prinsip Derivatif sebagai dasar
inspirasi untuk menyusun teori-teori dan proposisi ekonmi Islam. dari kelima
nilai tersebut dapat diturunkan tiga prinsip Derivatif diantaranya: Multithype
Ownership ( Kepemilikan Multijenis), Freedom to
act (Kebbebasan Bertindak/ Berusaha), Sosial
Justice (Keadilan Sosial).
Selain
landasan teori yang kuat, serta prinsip-prinsip sistem ekonomi Islam keduanya
itu belum cukup. Dengan kata lain, harus ada manusia yang berperilaku,
berakhlak secara profesional (ikhsan,itqan) dalam bidang ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA
P3EI. (. (2014). Ekonomi Islam. Jakarta: PT
RAJA GRAFINDO PERSADA.
Karim, A. A. (2008). EKONOMI MIKRO ISLAM.
JAKARTA: PT RAJAGRAFINDO PERSADA.
AL-QURAN DAN TERJEMAHANYA.JAKARTA.Departeman Agama RI
[1]
P3EI.Ekonomi Islam.2014.Jakarta:PT Raja Grafindo Persada Hlm:54
[2]
Ibid. Hlm: 57
[3]
Ibid.. Hlm. 65
[4]
Ibid. Hlm.70
[5]
Adiwarman. A karim.2007.Ekonomi Mikro Islam.Jakarta : PT Raja Grafindo.
Hlm. 29
[6]
Ibid. Hlm. 29-30
[7]
Ibid Hlm. 30
[8]
Ibid. Hlm. 30
[9]
Al-Qur’an dan Terjemahanya.Jakarta: Departemen Agama Ri
[10]
Ibid. hlm. 31
[11]
Ibid. Hlm. 31
[12]
Ibid. Hlm. 33
[13]
Adiwarman. A karim.2007.Ekonomi Mikro Islam.Jakarta : PT Raja Grafindo.
Hlm 35
[14]
Ibid. Hlm. 35
[15]
Ibid. Hlm. 35
[16]
Ibid. Hlm. 39
[17]
Ibid. Hlm. 39
[18]
Ibid. Hlm. 39
[19]
Ibid. Hlm. 39-40
[20]
Ibid. Hlm. 41
[21]
Ibid. Hlm. 42
[22]
Ibid. Hlm. 42
[23]
Ibid. Hlm. 42
[24]
Ibid. Hlm. 42
[25]
Ibid. Hlm. 46
Komentar
Posting Komentar