Langsung ke konten utama

SISTEM EKONOMI ISLAM


KOMPILASI
SISTEM EKONOMI ISLAM
Disusun Guna Memenuhi Tugas UAS Mata Kuliah Sistem Ekonomi Islam
Dosen Pengampu : Dr. Agus Waluyo, M.Ag.
iain.jpeg

Disusun Oleh :
Nama                           : Muhamad Abdul Faza
NIM                            : 63020160149
JURUSAN EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2018

KATA PENGANTAR


         Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga kompilasi dari makalah ini dapat tersusun dengan baik sebagaimana yang kami harapkan. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Kami juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan kompilasi makalah ini. Sehingga kami dapat menyelesaikan kompilasi makalah dari materi mata kuliah “ SISTEM EKONOMI ISLAM”.
Dalam penyusunan kompilasi makalah ini kami menyadari sepenuhnya bahwa masih kekurangan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati kami mengharapkan kritik dan saran khususnya dari dosen pengampu mata kuliah Sistem Ekonomi Islam yaitu Dr. Agus Waluyo, M.Ag. serta para pembaca yang sifatnya membangun kesempurnaan kompilasi makalah ini. Demikianlah kata pengantar yang dapat kami berikan daripada kompilasi makalah ini, semoga kompilasi makalah yang telah kami susun ini dapat memberikan manfaat.



                                                Salatiga, 04 Juni 2018


                                                Penulis

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………………….1
KATA PENGANTAR……………………………………………………………..2
DAFTAR ISI……………………………………………………………………….3
BAB 1 : PENGERTIAN SISTEM DAN ILMU EKONOMI………………………4
BAB 2 : DASAR SISTEM EKONOMI……………………………………………10
BAB 3 : IDEOLOGI DAN ISME………………………………………………….26
BAB 4 : KRITIK ATAS SISTEM EKONOMI KAPITALISME…………………34
BAB 5 : KRITIK ATAS SISTEM EKONOMI SOSIALIS………………………..45
BAB 6 : KRITIK ATAS SISTEM EKONOMI PEMBANGUNAN………………57
BAB 7 : SISTEM EKONOMI ISLAM…………………………………………….75
BAB 8 : KARAKTERISTIK SISTEM EKONOMI ISLAM………………………82
BAB 9 : KONSEP PRODUKSI……………………………………………………91
BAB 10 : KONSEP KONSUMSI………………………………………………….97
BAB 11 : KONSEP DISTRIBUSI………………………………………………..103
BAB 12 : POLITIK EKONOMI ISLAM…………………………………………115
BAB 13 : PENERAPAN SISTEM EKONOMI ISLAM DI BEBERAPA NEGARA DI DUNIA…………………………………………………………………………136
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………..150

BAB 1
PENGERTIAN SISTEM DAN ILMU EKONOMI
Beberapa ahli medefinisikan ekonomi islam sebagai suatu ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan dengan alat pemenuhan kebutuhan yang terbatas didalam kerangka syariah islam. Tujuan utama bagian ini adalah untuk menjelaskan hakikat dan ruang lingkup ilmu ekonomi Islam dan memberikan analisis perbandingan dengan llmu ekonomi sekuler.  llmu ekonomi islam terutama mengenai permasalahan yang menyangkut uang. Sebenarnya ahli ekonomi yang menyokong pandangan, bahwa ilmu ekonomi adalah mengenai perilaku manusia yang berhubungan dengan kegiatan mendapatkan uang dan membelanjakan uang semakin bertambah. Tetapi penulis klasik dan pengikut mereka masa kini, cenderung menyelidiki yang tersirat di belakang selubung keuangan itu dan menggambarkan masalah ekonomi dari segi yang bukan moneter. Permasalahan ekonomi umat manusia yang fundamental bersumber dari kenyataan bahwa kita mempunyai kebutuhan dan kebutuhan ini pada umumnya tidak dapat dipenuhi tanpa mengeluarkan sumber daya energi manusia kita dan peralatan material yang terbatas. Bila kita memiliki sarana tidak terbatas untuk memenuhi semua jenis kebutuhan, maka masalah ekonomi tidak akan timbul. Sejauh mengenai masalah pokok kekurangan, hampir tidak terdapat perbedaan apa pun antara ilmu ekonomi islam dan ilmu ekonomi modern. Apabila ada perbedaan, hal itu terletak pada sifat dan volumenya.
Itulah sebabnya mengapa perbedaan pokok antara kedua sistem ilmu ekonomi ini dapat ditemukan dengan memperhatikan penanganan masalah pilihan. Persoalan pilihan timbul dari kenyataan bahwa sumber daya kita begitu terbatas sehingga dipenuhinya suatu jenis keinginan berarti mengorbankan suatu kebutuhan lain yang harus terus tidak terpenuhi. Pertikaian abadi antara beraneka ragamnya keinginan dan kurangnya sarana memaksa kita untuk mengadakan pilihan di antara kebutuhan-kebutuhan kita, guna menetapkan daftar prioritas dan kemudian mendistribusikan sumber daya kita itu sedemikian rupa sehingga mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan secara maksimum. Dalam ilmu ekonomi modern masalah pilihan ini sangat tergantung pada bermacam-macam tingkah masing-masing individu mereka mungkin juga tidak memperhitungkan persyaratan-persyaratan masyarakat. Namun dalam ilmu ekonomi Islam, kita tidaklah berada dalam kedudukan untuk mendistribusikan sumber-sumber daya semau kita. Dalam hal ini ada suatu pembatasan moral yang serius berdasarkan ketetapan Kitab Suci Al Qur ’an dan Sunnah atas tenaga individu. Jadi ringkasnya, dalam ilmu ekonomi Islam kita tidak hanya mempelajari individu sosial melainkan juga manusia dengan bakat religius manusia. Hal ini disebabkan karena banyaknya kebutuhan dan kurangnya sarana , maka timbullah masalah ekonomi. Masalah ini pada dasarnya sama baiknya baik dalam ekonomi modern maupun-ekonomi islam.[1]
Dalam pandangan ekonomi konvensional bahwa pelaku-pelaku ekonomi untuk memenuhi keinginan hidupnya secara material ada tiga pokok persoalan antara lain:
  1. Kebutuhan Manusia
Kebutuhan manusia beraneka macam antara lain makan, minum, pakaian, rumah, obat, pendidikan dan lainnya. Hal itu merupakan sesuatu alami yang mesti diinginkan oleh setiap manusia sehingga keinginan manusia atas barang atau jasa terpenuhi sepuas-pilasnya tanpa menghiraukan orang lain.

  1. Sumber Daya
Menurut ekonomi konvensional bahwa sumber daya yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia itu sangat terbatas atau mengalami kelangkaan (scarce) artinya terbatas berarti kurang dari apa yang kita butuhkan atau yang kita inginkan baik dalam hal jumlah, bentuk, macam, waktu dan tempat. Dari kedua persoalan tersebut timbulah pokok persoalan ekonomi yakni bagaimana dengan sumber-sumber yang terbatas orang dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya yang banyak dan beraneka ragam itu. Untuk menghasilkan barang atau jasa perlu usaha yakni produksi, dengan mencurahkan tenaga, pikiran dan waktu juga memerlukan bahan-bahan dasar serta uang untuk membiayai ” jerbasuki mawa beya” artinya semua keinginan memerlukan biaya atau pengorbanan.
  1. Cara Bertindak Ekonomis
Sumber daya ekonomi yang langka itu dengan bertindak seefisien dan se-rasional mungkin yang disebut bertindak ekonomis tanpa memperhatikan orang lain. Sehingga wajar jika manusia memanfaatkan lebih berorientasi pada kepentingan pribadi. Cara berpikir dan cara bertindak yang mempertimbangkan korban dan hasil ini disebut berpikir ekonomis sesuatu hal yang alamiah tidak perlu dibicarakan, karena semuanya itu jerbasuki mawa beya. Cara yang demikian itu membutuhkan pengorbanan demi mengejar keuntungan material belaka sehingga dalam kehidupan berekonomi lebih bersifat materialistik dan hedonistik.
Adapun pandangan ekonomi Islam bahwa kebutuhan manusia terbatas dan sumber daya alam tidak terbatas. Jika kebutuhan manusia tidak terbatas berarti' menuruti hawa nafsu setan, misalnya kebutuhan makan kalau sudah kenyang berhenti sebagaimana perilaku Nabi Muhammad saat makan, ”sebelum kenyang sudah berhenti, dan makan jika sudah terasa lapar”. Islam memiliki konsep bahwa kebutuhan manusia hendaknya dibatasi oleh filsafat etika dalam ekonomi Islam. Dalam kaitannya dengan sumber daya alam bahwa Allah menciptakan alam sebagai sumber daya ekonomi diperuntukkan bagi manusia, sehinga ciptaan Allah tidak terbatas, jika terbatas itu hanyalah keterbatasan pada kemampuan manusia. Adapun cara bertindak ekonomis jika bersifat materi berarti ada urutan-urutan yang diutamakan dan dinomor duakan misalnya daruriyyah, hajjiyah dan tahsiniyyah lebih diorientasikan pada kepentingan akhirat artinya berprinsip selain self interest juga social interest. Cara bertindak ekonomis yang bertujuan untuk dunia dan akhirat hendaknya bertindak dengan istilah ”DUIT” (dibahas dalam dasar filosofis Ekonomi lslam).[2]
   Ilmu ekonomi adalah seperangkat alat (tools) yang dapat digunakan manusia untuk kepentingan menghitung sebuah proses produksi, biaya produksi, efisiensi produksi dan berbagai hal lain yang terkait produksi, dengan tujuan utama adalah untuk berapa keuntungan (benefit) yang akan diperolehnya atau biaya (cost) yang harus dikeluarkannya. Sebagai sebuah alat maka ilmu ekonomi tentu bersifat netral, objektif, dan tidak dipengaruhi oleh pandangan hidup, keyakinan, kepercayaan maupun ideologi tertentu. Sedangkan Sistem ekonomi adalah hal yang sebaliknya dari ilmu ekonomi, sistem ekonomi berkaitan dengan pandangan, keyakinan, kepercayaan ataupun ideologi tertentu, khususnya terhadap alokasi sumber daya ekonomi yang ada di bumi ini. sehingga sistem ekonomi akan menyangkut pandangan terhadap kepemilikan, pemanfaatan, maupun distribusi sumber daya ekonomi dengan demikian, sistem ekonomi tentu bersifat tidak netral bersifat subjektif dan dipengaruhi oleh pandangan - pandangan hidup tertentu.
   Ilmu ekonomi islam merupakan suatu kajian (studi) yang terikat dengan rambu-rambu metodologi ilmiah. Sehingga dalam proses perkembangannya senantiasa mengakomondasikan berbagai aspek dan variabel dalam analisis ekonomi. Ilmu ekonomi islam dalam perspektif metodologi ilmiah tidak berbeda dengan ilmu ekonomi pada umumnya yang mengenal pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Namun, berbeda halnya dengan sistem ekonomi islam yang merupakan suatu bagian dalam kehidupan seorang muslim dalam upaya untuk mengimplementasikan ajaran islam dalam aktifitas ekonomi. Sistfem ekonomi islam merupakansalah satu aspek dalam sistem yang intregal dan komprehensif. Aplikasi nilai islam dalam sistem ekonomi islam bagi seorang muslim merupakan bagian dari ketaatan dan kepatuhan kepada ajaran islam yang diturunkan Allah swt melalui nabi Muhammad saw.[3]
Sistem ekonomi islam mempunyai beberapa prinsip dasar, yaitu sebagai berikut :
a.       Individu mempunyai kebebasan sepenuhnya untuk berpendapat atau membuat suatu keputusan yang dianggap perlu selama tidak menyimpang dari kerangka syariat islam untuk mencapai kesejahteraan masyarakat yang optimal dan menghindari kemungkinan terjadinya kekacauan dalam masyarakat.
b.       Dalam megakui hak milik individu dalam masalah harta sepanjang tidak merugikan kepentingan masyarakt luas.
c.       Islam juga mengakui bahwa setiap individu pelaku ekonomi mempunyai perbedaan potensi, yang berarti juga memberikan peluang yang luas bagi seseorang untuk mengoptimalkan kemampuan dalam kegiatan ekonomi.
d.      Islam tidak mengarahkan pada suatu tatanan masyarakat yang menunjukan adanya kesaaan ekonomi, tetapi mendukung dan menggalakkan terwujudnya tatanan kesamaan sosial.
e.       Adannya jaminan sosial bagi tiap individu dalam masyarakat.
f.        Instrumen islam mencegah kemugkinan konsentrasi kekayaan pada sekelompok kecil orang dan menganjurkan agar kekayaan terdistribusi pada setiap lapisan masyarakat.
g.       Islam melarang praktik penimbunan kekayaan secara berlebihan yang dapat merusak tatanan perekonomian masyarakat.
h.       Islam tidak metolerir sedikitpun setiap praktik yang asosial dalam kehidupan masyarakat seperti minuman keras, perjudian, prostitusi dan alin sebagainya.
D. Kesimpulan
Beberapa ahli medefinisikan ekonomi islam sebagai suatu ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan dengan alat pemenuhan kebutuhan yang terbatas didalam kerangka syariah islam. Ada tiga masalah pokok dalam sistem ekonomi yaitu kebutuhan manusia, sumber daya dan cara bertindak ekonomis. Perbedaan antara ilmu ekonomi dan sistem ekonomi yaitu Ilmu ekonomi adalah seperangkat alat (tools) yang dapat digunakan manusia untuk kepentingan menghitung sebuah proses produksi, biaya produksi, efisiensi produksi dan berbagai hal lain yang terkait produksi, dengan tujuan utama adalah untuk berapa keuntungan (benefit) yang akan diperolehnya atau biaya (cost) yang harus dikeluarkannya sedangkan sistem ekonomi berkaitan dengan pandangan, keyakinan, kepercayaan ataupun ideologi tertentu, khususnya terhadap alokasi sumber daya ekonomi yang ada di bumi ini.


BAB 2
DASAR SISTEM EKONOMI

A.    Pegertian Sistem Ekonomi

Sistem ekonomi memiliki pengertian yang sangat luas, namun ia tidak bisa lepas dari terminologi sistem itu sendiri. Secara umum, sistem adalah suatu kesatuan yang sifatnya menyeluruh, di dalamnya terdapat bagian-bagian yang memiliki ciri-ciri sendiri, dan antar bagian-bagian itu memiliki keterkaitan yang saling mendukung sehingga membentuk mekanisme kerja yang menyatu Dengan demikian, sistem adalah suatu bangunan atau entitas yang tersusun dari sub-sub sister yang saling berkaitan sehingga membentuk pola kerja yang holistik. Pengertian sistem ekonomi tidak jauh berbeda dengan pengertian sistem secara umum. Artinya, sistem ekonomi juga merupakan entitas yang tersusun dari elemen-elemen yang saling berinteraksi sehingga-sampai batas tertentu-membentuk sebuah jaringan kerja yang konsisten dalam kehidupan ekonomi.
Dalam kenyataannya, setiap bangsa atau negara memiliki sistem ekonomi yang khas. Sistem ekonomi tadi tidak terbangun dengan sendirinya, tetapi diciptakan secara sengaja. Di dalam sistem ekonomi itu terdapat tatanan bagi setiap elemen untuk bertindak serta pedoman bagi seluruh elemen ketika mereka berinteraksi satu dengan yang lain dalam kehidupan ekonomi. Dilihat dari sisi ini, sistem ekonomi dapat diartikan sebagai suatu metode atau cara yang dipilih dan digunakan oleh masyarakat untuk mewujudkan cita-cita ekonominya. Jadi, sistem ekonomi berperan sebagai'pedoman bagi masyarakat atau negara mengenai bagaimana sebaiknya kegiatan ekonomi itu diselenggarakan.[4]
Sedangkan, secara umum sistem ekonomi Islam dapat didefinisikan sebagai perilaku individu Muslim dalam setiap aktivitas ekonomi syariahnya harus sesuai dengan tuntunan syariat Islam, dalam rangka mewujudkan dan menjaga maqashid syariah (agama,jiwa,akal, nasab,dan harta).Tujuan yang ingin dicapai dalam suatu sistem ekonomi Islam berdasarkan konsep dasar dalam Islam, yaitu tauhid dan berdasarkan rujukan pada Al-Quran dan Sunnah adalah:[5]
1.      Memenuhi kebutuhan dasar manusia,meliputi pangan,sandang, papan, kesehatan, dan pendidikan untuk setiap lapisan masyarakat;
2.      Memastikan kesetaraan kesempatan untuk semua orang;
3.      Mencegah terjadinya pemusatan kekayaan dan meminimalkan ketimpangan dana distribusi pendapatan dan kekayaan di masyarakat;
4.      Memastikan kepada setiap orang kebebasan untuk mematuhi nilai-nilai moral;
5.      Memastikan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi.
Salah satu kritik utama para pemikir Islam terhadap ilmu ekonomi konvensional, terutama kapitalisme, adalah adanya kecenderungannya untuk mengklaim bebas nilai (value free), serta mengabaikan pertimbangan moral. Kritik ini muncul dari pengamatan berikut ini. [6]
1.      llmu ekonomi konvensional cenderung berbicara pada dataran positif (positive economics) dengan alasan menjaga objektivitas ilmu pengetahuan. Dalam konteks ini, ilmu ekonomi dianggap benak benar independen terhadap norma atau nilai. Norma yang digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan ekonomi dipandang sebagai sesuatu yang given sehingga tidak membuka peluang untuk dilakukannya perubahan norma sebagai perubahan ilmu ekonomi.
2.      Teori, model, kebijakan dan masyarakat ekonomi yang dikembangkan selama 2 abad terakhir berada dalam lingkup tradisi materialisme.
3.      Tradisi pemikiran neo klasik, yang merupakan mazhab pemikiran ekonomi mainstream saat ini, cenderung menempatkan filsafat individualisme, merkantilisme, dan utililitarianisme sebagai dasar dalam penyusunan teori dan model ekonominya.

B.     Ciri-ciri Sistem Ekonomi

Masalah ekonomi senantiasa menarik perhatian berbagai macam lapisan masyarakat dan individu. Berbagai penelitian telah dibuat untuk menyelesaikan masalah ekonomi tersebut. Walaupun begitu usaha untuk mencari penyelesaian yang tepat dan akurat dalam mengatasi masalah ini secara keseluruhan banyak menemui kegagalan dan sangat sedikit keberhasilan yang diperoleh. Kebanyakan penelitian yang dihasilkan telah menyimpang jauh dari motivasi semula sehingga menghilangkan tujuaan sebenarnya. Di satu pihak pendaapat yang menyarankan kearah terlalu mementingkan hak individu dan mengesampingkan kepentingan masyarakat umum. Dan di lain pihak pendapatnya menolak keistimewaan hak individu. Berikut ciri-ciri sistem ekonomi :[7]
a.       Sistem ekonomi kapitalis
Prinsip dasar sistem ekonomi kapitalis
-  Kebebasan memiliki harta secara perseorangan
Setiap negara mengetahui hak kebebasan individu untuk memiliki harta perseorangan. Setiap individu dapat memiliki, membeli dan menjual hartanya menurut yang dikehendaki tanpa hambatan. Individu mempunyai kuasa penuh terhadap hartanya dan bebas menggunakan sumber-sumber ekonomi menurut cara yang dikehendaki. Setiap individu berhak menikmati manfaat yang diperoleh dari produksi dan distribusii serta bebas untuk melakukan pekerjaan.
-  Kebebasan ekonomi dan persaingan bebas
Setiap individu berhak untuk mendirikan, mengorganisasi dan mengelola perusahaan yang diinginkan. Individu juga berhak terjun dalam semua bidang perniagaan dan memperoleh sebanyak-banyaknya keuntungan. Negara tidak boleh campur tangan dalam semua kegiatan ekonomi yang bertujuan untuk mencari keuntungan, selagi aktivitas yang dilakukan itu sah dan menurut peraturaan negara tersebut. Berdasarkan prinsip ekonomi dan tuntutannya yaitu persaingan bebas, maka untuk itu tiap individu dapat menggunakan potensi fisiknya, mental dan sumber-sumber yang tersedia untuk dimanfaatkan bagi kepentingan individu tersebut.
-  Ketimpangan ekonomi
Dalam sistem ekonomi kapitalis, modal merupakan sumber produksi dan sumber kebebasan. Individu-individu yang memiliki modal lebih besar akan menikmati hak kebebasan yang lebih baik untuk mendapatkan hasil yang sempurna.
b.      Sistem ekonomi sosialis
Prinsip dasar sistem ekonomi sosialis
-  Seluruh harta oleh Negara
Seluruh bentuk produksi dan sumber pendapatan menjadi milik Negara atau masyarakat keseluruhan. Hak individu untuk memiliki harta atau memanfaatkan produksi tidak diperbolehkan.
-  Kesamaan ekonomi
Sistem ekonomi sosialis menyatakan (walaupun sulit ditemui di semua negara komunis) bahwa hak-hak individu dalam suatu bidang ekonomi ditentukan oleh prinsip kesaman. Setiap individu disediakan kebutuhan hidup menurut keperluan masing-masing.
-  Disiplin politik
Untuk mencapai tujuan diatas keseluruhan negara diletakan dibawah peraturan kaum buruh, yang mengambil alih semua aturan produksi dan distribusi. Kebebasan ekonomi serta hak pemilikan harta dihapuskan sama sekali.
Secara keseluruhan sistem ini mencoba untuk mengubah ketidaksamaan kekayaan  dengan menghapuskan hak kebebasan individu dan hak terhadap pemilikan yang mengakibatkan hilangnya semangat untuk bekerja lebih giat dan berkurangnya efisiensi kerja buruh.
c.       Sistem ekonomi islam
Prinsip dasar sistem ekonomi islam
-  Individu mempunyai hak kebebasan sepenuhnya untuk berpendapat atau membuat suatu keputusan yang dianggap perlu dalam sebuah negara islam. Karena tanpa kebebasan tersebut individu muslim tidak dapat melaksanakan kewajiban mendasar dan penting dalam menikmati kesejahteraan dan menghindari terjadinya kekacauan dalam masyarakat.
-  Hak terhadap harta
Islam mengakui hak individu untuk memiliki harta. Walaupun begitu ia memberikan batasan tertentu supaya kebebasan itu tidak merugikan kepentingan masyarakat umum.
-  Ketidaksamaan ekonomi dalam batas wajar
Islam mengakui adanya ketidaksamaan ekonomi di antara orang perorang tetapi memberikannya menjadi bertambah luas, ia mencoba menjadikan perbedaan tersebut dalam batas-batas yang wajar, adil dan tidak berlebihan.
-  Kesamaan sosial
Islam tidak menganjurkan kesamaan ekonomi tetapi ia mendukung dan menggalakkan esamaan sosial sehingga sampai tahap bahwa kekayaan negara yang dimiliki tidak hanya dinikmati oleh sekelompok tertentu masyarakkat saja.
-  Jaminan sosial
Setiap individu mempunyai  hak untuk hidup dalam sebuah negara islam, dan setiap warga negara dijamin untuk memperoleh kebutuhan pokoknya masing-masing.
-  Distribusi kekayaan secara meluas
Islam mencegah penumpukan kekayaan pada kelompok kecil tertentu orang dan menganjurkan distribusi kekayaankepada semua lapisan masyarakat. Untuk mencapai tujuan ini, islam mengambil beberapa langkah positif dan negatif yang akan  dibicarakan pada bab lain.
-  Larangan menumpuk kekayaan
Sistem ekonomi islam melarang individu engumpulkan harta kekayan secara berlebihan dan mengambil langkah-langkah yang perlu untuk mencegah perbuatan yang tidak baik tersebut supaya tidak terjadi dalam negara.
-  Larangan terhadap organisasi anti sosial
Sistem ekonomi islam melarang semua praktek yang merusak dan anti sosial yang terdapat dalam  masyarakat, misalnya berjudi, minum arak, riba, menumpuk harta, pasar gelap dan sebagainya.
-  Kesejahteraan individu dan masyarakat
Islam mengakui kesejahteraan individu dan kesejahteraan sosial masyarakat yang saling melengkapi satu dengan yang lain, bukannya saling bersaing dan bertentangan antar mereka.
d.      Sistem ekonomi kapitalis, sosialis dan islami
Pada dasarnya sistem ekonomi islam berbeda dari sistem-sistem ekonomi kapitalis dan sosialis dan dalam beberapa hal, merupakan pertentangan antara kedua ekstrim tersebut. Sistem ekonomi islam memiliki kebaikan-kebaikan yang ada pada sistem ekonomi kapitalis dan sosialis, tetapi bebas daripada kelemahan yang terdapat pada kedua sistem tersebut. Hubungan antara individu dalam sistem ekonomi islam cukup tersusun sehingga saling membantu dan kerjasama diutamakan dari persaingan dan permusuhan sesame mereka. Untuk tujuan tersebut, sistem ekonomi islam bukan saja menyediakan individu kemudahan dalam bidang ekonomi dan sosial bahkan juga memberikan mereka juga pendidikan moral dan latihan tertentu yang membuat mereka merasa bertanggung jawab untuk membantu rekan-rekan sekerja dalam mencapai keinginan mereka atau sekurang-kuraangnya tidak menghalangi mereka dalam usahanya untuk hidup.
Islam memandang masalah ekonomi tidak dari sudut pandang kapitalis yang memberikan kebebasan serta hak pemilihan kepada individu dan menggalakkan usaha secara perseorangan. Tidak pula dari sudut pandang komunis, yang ingin menghapuskan semua hak individu dan menjadikan mereka seperti budak ekonomi yang dikendalikan oleh negara. Tetapi islam membenarkan sikap mementingkan diri sendiri tanpa membiarkannya merusak masyarakat. Di Satu sisi pemahaman konsep ekonomi di kalangan masyarakat berubah dan diperbaiki melalui pendidikan moral serta di sisi yang lain, beberapa langkah tertentu yang legal diambil untuk memastikan sifat mementingkan diri golongan kapitalis tidak sampai ke tahap yang menjadikan mereka tamak serta serakah dan bagi si miskin, tidak merasa iri hati, mendendam daan kehilangan sikap toleransi. Bagian yang terpenting dari prinsip-prinsip tersebut yang perlu bagi organisasi ekonomi dalam masyarakat untuk mencapai tujuan yang telah dinyatakan tadi ialah hak pemilikan indivi, yang perlu untuk kemajuan manusia bukan saja senatiasa dijaga dan terpelihara terus didukung dan diperkuat.
Di bawah sistem ekonomi islam, penumpukan kekayaan oleh sekelompok orang dihindarkan dan langkah-langkah dilaakukan secara otomatis untuk memindahkan aliran kekayaan kepada anggota masyarakat yang belum bernasib baik. mendalami sistem tersebut kita akan mendapatkab kelemahan sistem ekonomi kapitalis yang berkembang menurut konsep persaingan bebas daan hak pemilihan yang tidak terbatas, ataupunn kelemahan sistem ekonomi sosialis yang tumbuh akibat pengawasan yang terlalu ketat dan sikap dictator golongan kaum buruh serta tidak adanya pengakuan hak pemilikan terhadap harta. Sistem ekonomi islam merupakan sistem yang adil dan seksama serta serta berupaya menjamin kekayaan tidak terkumpul hanya kepada satu kelompok saja, tetapi tersebar keseluruh masyarakat.
Islam menganjurkan suatu sistem yang sangat sederhana untuk peningkatan ekonomi masyarakat yang membolehkan anggotanya melakukan proses pembangunan ekonomi yang stabil dan seimbang, bebas dari kelemahan sistem kapitalis dan sosialis. Sistem ekonomi islam menyediakan peluang-peluang yang sama dan memberikan hak-hak alami kepada semua dan pada saaat yang sama menjamin keseimbangan dala distribusi kekayaan, semata-mata untuk tujuan memelihara kestabilan dalam sistem ekonomi. Hak akan harta milik perseorangan dan kebabasan tidak diberikan tanpa batasan seperti dalam sistem kapitalis, tetapi diimbangi dengan batasan-batasan moral dan undang-undang.

C.    Elemen-elemen Sistem Ekonomi

Seperti telah disebutkan, sistem ekonomi dibangun oleh elemen-elemen (sub-sistem) yang kemudian membentuk satuan kerja yang menyeluruh (Holesovsky, 1977). Pertanyaan berikutnya adalah apa dan bagamana wujud dari elemen-elemen yang membentuk sistem ekonomi itu. Jawaban terhadap pertanyaan tersebut tidak tunggal. Artinya, setiap penulis memiliki jawaban yang berbeda-beda. Meskipun begitu, ada beberapa hal yang sudah disepakati secara umum. Berangkat dari yang terakhir ini, secara sederhana dapat dikatakan bahwa elemen pokok dari sistem ekonomi ada empat, yaitu:[8]
a.       Kepemilikan Sumber Daya
Sumber daya merupakan unsur penting dalam sistem ekonomi karena setiap kegiatan ekonomi melibatkan sumber daya. Orang bekerja membutuhkan sumber daya, sehingga orang yang tidak memiliki sumber daya tidak bisa bekerja. Bagi seorang petani, untuk bisa bekerja ia membutuhkan tenaga, sawah, alat untuk mengolah tanah, dan sebagainya. Kegiatan konsumsi juga membutuhkan sumber daya. Seseorang tidak akan pernah bisa mengkonsumsi jika tidak tersedia barang/jasa yang dikonsumsi. Begitu juga dengan kegiatan pertukaran dan jual beli. Pada dasarnnya, setiap pertukaran merupakan perpindahan sumber daya. Untuk mendapatkan barang yang dihasilkan oleh seorang produsen, seorang konsumen harus melepaskan sumberdaya yang ia miliki untuk diberikan kepada produsen. Untuk mendapatkan upah dari pemilik perusahaan, seorang pekerja harus mengorbankan sumber dayanya (tenaga fisiknya atau keahliannya) kepada perusahaan. Jadi, sumber daya dibutuhkan dalam setiap kegiatan ekonomi, baik kegiatan konsumsi, produksi, maupun kegiatan pertukaran.
b.      Pelaku atau Partisipan
Di samping sumber daya, sistem ekonomi hanya akan berfungsi kalau ada partisipannya (pelakunya). Partisipan menjadi bagian penting dari sistem ekonomi, sebab terselenggaranya kegiatan ekonomi digerakkan oleh para pelakunya. Tinggi rendahnya frekuensi aktivitas para pelaku ekonomi akan menentukan baik buruknya kinerja perekonomian. Tanpa kegiatan ekonomi, perekonomian akan statis. Pada dasarnya partisipan adalah orang. Sebagai pelaku ekonomi, pelaku bisa berbentuk individu atau kumpulan individu. Selanjutnya, kumpulan individu tersebut bisa berbentuk rumah tangga, perusahaan, pemerintah, negara, asosiasi, koperasi, dan sebagainya. Dilihat dari statusnya, pelaku ekonomi itu bisa berbentuk swasta, koperasi, publik/negara, atau gabungan dari semua itu.
c.       Proses atau Mekanisme Bekerja
Elemen proses juga menjadi bagian dari sistem ekonomi. Proses bukan objek atau entitas fisik seperti halnya partisipan atau sumber daya, melainkan merupakan aturan main untuk melakukan aktivitas bagi para partisipan untuk berperan dalam perekonomian. Dalam bentuknya yang nyata, elemen proses akan termanifestasikan(terwujud) pada mekanisme bekerjanya perekonomian. Mekanisme kerja sistem ekonomi akan mengubah dan atau mentransformasikan keadaan tertentu (input) menjadi keadaan yang lain (output). Bagi sebuah perekonomian, elemen proses menjadi krusial(genting) karena akan berdampak langsung terhadap kualitas kinerja sistem ekonomi (misalnya pola distribusi pendapatan serta tinggi rendahnya angka kemiskinan dan pengangguran). Semua berharap agar setiap proses kegiatan ekonomi memberikan hasil yang lebih baik. Oleh karena itu, pembagian dan pengaturan tentang penyelenggaraan kegiatan ekonomi menjadi elemen yang sangat penting dalam sistem ekonomi.
d.      Tujuan: Kesejahteraan Masyarakat
Komponen terakhir dari sistem ekonomi adalah tujuan. Tujuan yang ingin dicapai, di samping sebagai sasaran akhir, juga berperan sebagai rujukan bagi tiga komponen sistem ekonomi lainnya. Artinya, tatanan dan implementasi dari komponen sumber daya, komponen partisipan, dan komponen proses penyelenggaraan ekonomi, harus berorientasi pada tujuan akhir. Oleh karena itu, sistem dan cara kerja dari semua komponen sistem ekonomi harus terselenggara secara holistik (keseluruhan).

D.    Fungsi-fungsi Sistem Ekonomi

Sebagai tatanan yang digunakan untuk mencapai tujuan, setidak-tidaknya sistem ekonomi dapat sekaligus memerankan dua fungsi: pertama, memberikan arahan bagaimana seharusnya perekonomian dijalankan dan, kedua, memberikan pijakan bagaimana kegiatan ekonomi dikoordinasikan (Lampert, 1994).
1.    Menjalankan Perekonomian Nasional
Setiap kegiatan perekonomian melibatkan jutaan pelaku yang memiliki kepentingan yang saling terkait. Meskipun jumlah pelakunya sangat banyak, para pelaku tersebut dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok saja, yaitu rumah tangga, perusahaan, dan pemerintah. Rumah tangga merupakan entitas ekonomi yang kegiatan utamanya membeli barang untuk dikonsumsi dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Di samping itu, rumah tangga juga berperan sebagai penyedia kebutuhan faktor produksi (seperti tenaga kerja) bagi perusahaan. Sebaliknya, perusahaan adalah sebuah entitas ekonomi yang kegiatan utamanya adalah membeli atau menyewa faktor produksi yang dimiliki rumah tangga dalam rangka menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh perekonomian. Peran yang sama juga dimainkan oleh pemerintah. Di satu sisi, pemerintah melalui lembaga-lembaganya membeli barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan tetapi, di sisi lain, pemerintah juga menyediakan barang atau jasa yang dibutuhkan oleh perekonomian, seperti jalan, jembatan, keamanan, dan sebagainya. Jadi, pemerintah pun bisa berperan sebagai konsumen maupun produsen.
Bekerjanya perekonomian tidak hanya digerakkan oleh pelaku domestik. Pelaku-pelaku ekonomi luar negeri juga memiliki peran yang besar dalam memengaruhi jalannya perekonomian nasional. Pelaku ekonomi domestik membutuhkan barang atau jasa yang dihasilkan oleh pelaku luar negeri. Sebaliknya, pelaku ekonomi luar negeri juga membutuhkan barang dan jasa yang dihasilkan di dalam negeri.
Kompleksnya perekonomian tidak hanya disebabkan oleh hadirnya pelaku asing dalam perekonomian nasional, namun juga karena hadirnya pelaku ekonomi lain di luar rumah tangga, perusahaan, dan pemerintah. Misalnya, setiap perekonomian ada lembaga keuangan, seperti bank dan pasar modal (bursa). Rumah tangga, perusahaan, dan pemerintah juga berhubungan dengan lembaga keuangan. Rumah tangga menitipkan dana dan perusahaan memeroleh dana dari lembaga keuangan. Pemerintah juga melakukan hal yang sama. Di luar lembaga keuangan, masih ada lembaga lain, seperti koperasi dan lembaga swadaya ekonomi lainnya, yang bergerak dalam perekonomian. Kesemuanya itu membuat kegiatan perekonomian menjadi semakin rumit.
Semua aktivitas ekonomi yang rumit itu dijembatani oleh pasar. Di pasar terjadi pertukaran yang dilakukan oleh para pelaku ekonomi. Tetapi, tidak semua pelaku ekonomi yang bermain di pasar mengenal satu sama lainnya. Orang yang membeli barang tidak selamanya mengenal siapa yang menghasilkannya, siapa yang mendistribusikannya, dan siapa yang menjualnya, sehingga aktivitas di pasar sebenarnya mengandung risiko yang sangat besar, seperti penipuan, pemalsuan, dan penggelapan. Oleh karena itu, untuk menjamin terselenggaranya kegiatan ekonomi yang tertib, lancar, tepat, dan aman diperlukan tatanan, baik dalam bentuk aturan maupun norma-norma, yang menjamin kepastian ekonomi. Tentu tidak bisa dibayangkan apa jadinya seandainya perekonomian dijalankan tanpa tatanan.
Dalam konteks nasional, tatanan itu diperlukan tidak hanya sekadar mengatur sehingga kegiatan ekonomi terselenggara dengan aman dan lancar, tetapi lebih dari itu; tatanan dibutuhkan agar perjalanan perekonomian tetap bermuara pada titik yang dicita-citakan, yaitu tercapainya tujuan ekonomi nasional. Jadi, fungsi dasar dari Sistem Ekonomi Indonesia adalah menjaga dan mengarahkan agar perekonomian nasional yang melibatkan banyak pelaku ekonomi yang memiliki kepentingan yang saling terkait menuju pada terwujudnya tujuan nasional.
2.    Mengkoordinasikan Kegiatan Ekonomi
Dalam kaidah ekonomi yang sudah umum, sumber daya yang dimiliki relatif terbatas jika dibandingkan dengan kebutuhan dan keinginan yang ingin dicapai. Pesan penting dari kaidah ini adalah agar penggunaan sumber daya ekonomi dilaksanakan dengan cara yang sebaik mungkin. Di samping itu, alokasi penggunaan sumber daya harus memiliki keterkaitan dengan skala prioritas pemenuhan kebutuhan masyarakat. Berkaitan dengan hal tersebut, ada beberapa pertanyaan yang mesti diperhatikan, yaitu:
a)        Ke mana sumber daya dialokasikan? Sumber daya yang tersedia perlu diprioritaskan terlebih dahulu untuk menghasilkan barang atau jasa yang dibutuhkan masyarakat luas dan bersifat mendasar. jangan sampai terjadi sumber daya itu dialokasikan untuk menghasilkan barangbarang mewah guna memenuhi kebutuhan segelintir orang, sementara itu di sekitarnya banyak orang kelaparan, serba kekurangan, dan hidup di bawah jembatan.
b)        Bagaimana hasil produksi itu didistribusikan? Produksi didistribusikan kepada mereka yang terlibat sesuai dengan kontribusi masing-masing. Tetapi, perlu diperhatikan bahwa orang yang tidak terlibat secara langsung karena memang tidak bisa aktif (orang cacat atau yatim) tetap mendapat bagian melalui mekanisme redistribusi antar-pelaku ekonomi.
c)        Di mana dan bagaimana menghasilkannya? Hal ini perlu diperhatikan karena keduanya memiliki implikasi penting terhadap distribusi kesejahteraan. Distribusi kesejahteraan ini sangat Vital dalam ekonomi, lebih-lebih bagi Indonesia yang merupakan negara kepulauan dengan tingkat keragaman tinggi, baik dalam hal kesejahteraan maupun potensi ekonominya. Di masa depan, aktivitas dan kesejahteraan ekonomi harus lebih merata dan menyebar ke seluruh wilayah nusantara.
d)       Apa saja sumber daya yang dimiliki dan bagaimana pendistribusiannya? Indonesia harus memiliki catatan tentang sumber daya yang dimiliki. Indonesia memiliki wilayah luas dan sumber daya alam yang melimpah, namun belum terdokumentasi dengan baik. Padahal, masalah ini merupakan soal yang sangat penting karena menyangkut kekayaan yang dimiliki. Di samping itu, aturan kepemilikan sumber daya harus jelas dan adil, karena kejelasan dan keadilan dalam kepemilikan memiliki implikasi penting terhadap kesejahteraan.
Koordinasi juga dibutuhkan untuk menyeimbangkan antara kaidah efisiensi dan equity. Kaidah efisiensi sangat krusial dalam menciptakan laju pertumbuhan ekonomi yang cepat. Sedangkan kaidah equity dibutuhkan untuk menjamin distribusi pendapatan yang merata. Efisiensi dan  equity tidak selamanya bertentangan dan pengalaman negara lain sudah membuktikannya. Ini semua tergantung dan kualitas koordinasi yang diimplementasikan.

E.     Faktor-faktor  yang  mempengaruhi terbentuknya sisem ekonomi

1.    Faktor Intern, meliputi :
a.       Lembaga ekonomi
b.      Lembaga sosial
c.       Lembaga ide
d.      Kebijakan pemerintah
2.      Faktor Ekstern, meliputi :
a.       Keadaan politik
b.      Falsafah negara
c.       Hukum yang berlaku
d.      Politik luar negeri
Perbedaan sistem ekonomi terjadi lebih disebabkan karena perbedaaan nilai-nilai hidup antara suatu kelompok masyarakat atau Negara. Maka dari itu ada beberapa faktor yang mempengaruhi sistem ekonomi di Indonesia, antara lain :[9]
1. Faktor internal
-       Sumber daya alam: tentang kekayaan alam Indonesia yang menunjang kegiatan ekonomi.
-       Sumber daya manusia: tentang sejauh mana kualitas sumber daya manusia yang bisa diperdayakan untuk membangun dan mengmbangkan kegiatan ekonomi.
-       Sumber daya modal: tentang modal dasar yang dimiliki negara dalam rangka menjalankan kegiatan ekonomi.
-       Skill atau keahlian: kemampuan pribadi yang dimiliki manusia yang diperlukan untuk memperkaya ketiga sumber diatas.
2. Faktor eksternal
-       Kondisi ekonomi global atau dunia, yang mencakup peristiwa resesi ekonomi dunia yang bisa memicu timbulnya krisis.
F. Kesimpulan
Sistem ekonomi adalah sebuah tatanan atau model yang dipilih dan digunakan oleh masyarakat (negara) untuk mewujudkan cita-cita ekonominya. Sebagai sebuah bangunan yang utuh, sistem ekonomi dibangun oleh empat  sub-sistem utama, yaitu tatanan tentang kepemilikan, tatanan pelaku atau partisipan, tatanan penyelenggaraan, dan tatanan mengenai tujuan yang akan dicapai.
Sistem ekonomi berbeda dengan teori ekonomi. Teori ekonomi adalah petunjuk atau kaidah praktis untuk menjelaskan gejala ekonomi, sehingga teori ekonomi bersifat universal. Oleh siapa pun dan di mana pun, teori ekonomi dapat digunakan. Di lain pihak sistem ekonomi bersifat spesial, sebab keberadaannya terkait erat dengan nilai-nilai dasar kehidupan masyarakat. Apabila suatu negara berbeda pandangan hidupnya dengan negara lain, maka berlainan pula sistem ekonominya. Keberadaan sistem ekonomi sangat penting karena memiliki dua fungsi yang strategis, yaitu: (a) sebagai instrumen menjaga dan menjalankan perekonomian, dan (b) sebagai sarana untuk mengkoordinasikan kegiatan ekonomi. Ini sangat penting karena perekonomian digerakkan oleh pelaku yang sangat banyak jumlahnya dan masing-masing memiliki preferensi dan tujuan yang berbeda-beda. Oleh karena itu, agar menuju pada arah yang dikehendaki, setiap perekonomian membutuhkan sistem ekonomi.









BAB 3
IDEOLOGI DAN ISME

A. PENGERTIAN IDEOLOGI DAN ISME

Suatu ideologi adalah sekumpulan ide,dianut oleh suatu kelompok sosial (misalnya, bangsa atau kelas), yang merupakan suatu gambaran kenyataan sosial tertentu, dan membentuk nilai-nilai dan sasaran yang ingin dicapai, atau dipelihara.
Ideologi timbul dalam suatu sejarah tertentu, sebagai reaksi terhadap keadaan dan kebutuhan tertentu dalam hubungan dengan sekumpulan ide yang lain. Tapi terlalu disederhanakan dalam dikatakan bahwa ideologi hanya mencerminkan kepentingan sendiri individen atau kelompok, jika hanya disebabkan kepentingan diri sendiri seperti itu tidak mudah untuk diketahui juga ideologi tidak selalu stabil, sebaliknya ideologi cenderung berubah sebagai reaksi terhadap keadaan yang berubah, kadang-kadang sedemikian pelan sehingga tak disadari.
Suatu ideologi yang tak berubah menghadapi kenyataan yang berubah, suatu dugaan tak dapat hidup lama, tindakan yang didasarkan pada ideologi tersebut tak dapat berhasil dalam jangka panjang. Ideologi yang tahan lama fleksibel dan dapat menyesuaikan diri, yang berarti suatu ideologi yang tidak baku.
Isme merupakan suatu paham atau pandangan terhadap sebuah ideologi yang telah terbentuk. Isme yang akan dipelajari merupakan isme yang mendukung gerakan politik, ideologi, doktrin, kebijaksanaan, sistem ekonomi dan sosial (...). tetapi sering juga isme sebagai simbol yang mati yang merupakan suatu yang samar-samar. Timbulnya sebenarnya sangat tergantung pada kekurangan yang semakin besar dari kebanyakan label lama untuk mewakili sesuatu yang pasti, yang membenarkan kebenaran kuno bahwa tidak ada ide atau kejadian yang tetap tidak berubah.
Jadi, isme mengharuskan kita untuk tidak berpikir dalam ukuran alternatif yang besar (...), dan untuk menghargai berbagai ragam pola kelembagaan yang ada.(Gregory Gossman, 2001 : 44-45)

B. SEJARAH SISTEM EKONOMI KAPITALIS

Secara bahasa, kapitalisme berasal dari kata capital yang berarti modal, yaitu paham bersendikan modal. Menurut Werner Sombart (1863-1941), kapitalisme adalah sistem ekonomi yang dikuasai dan diwarnai oleh peranan modal (kapital) yang didasarkan pada tiga gagasan utama : usaha untuk memperoleh atau memiliki, persaingan, dan rasionalitas. (Kamil, Sukron. 2016 : 4)
Pada akhir abad ke 18 Adam Smith telah menerbitkan bukunya “An inquiry Into the Nature and Causes of Wealth Nation”. Dia beranggapan bahwa dorongan ekonomi pribadi dari individu itulah yang menjadi penggerak kehidupan perekonomian, dan yang menentukan jalannya perekonomian bangsa mana pun, tanpa harus diperhatikan atau dipedulikan sama sekali faktor sosial yang manapun. (Sulaiman, Thahir. 1985 : 37)
Kelahiran buku ini dilatari oleh sistem ekonomi Merkantilisme yang berlaku di Eropa kala itu. Sistem ekonomi Merkantilisme ini percaya bahwa ekonomi dunia adalah stagnan dan kekayaannya tetap, sehingga satu bangsa hanya bisa berkembang dengan mengorbankan bangsa lain. Dalam sistem ekonomi Merkantilisme, yang ditekankan adalah pentingnya sebuah negara mempunyai persediaan batang emas dalam jumlah yang besar.
Dalam bukunya ini, Smith menolak pandangan bahwa tanah merupakan sumber utama dari nilai ekonomi. Sebaliknya, Smith menekankan bahwa yang paling penting dalam ekonomi adalah tenaga kerja, karena peningkatan produksi terutama dapat dicapai melalui pembagian kerja. Namun, ia mengatakan kunci dasar kesuksesan adalah memberikan kebebasan ekonomi kepada rakyat. Ia menyerukan kebebasan alamiah bagi semua orang, yaitu kebebasan untuk melakukan apa saja yang diinginkan, tanpa campur tangan negara. Ini berarti kebebasan aliran berpindah tenaga kerja, modal, uang, dan barang.
Ada tiga gagasan inti yang ditulis Smith dalam buku The Wealth of Nations  ini : pertama, kebebasan, yaitu hak-hak untuk memproduksi dan memperdagangkan produk, tenaga kerja, dan kapital. Kedua, kepentingan diri sendiri : hak seorang untuk melakukan usaha sendiri dan membantu kepentingan diri orang lain. Ketiga, persaingan (hak untuk bersaing) dalam produksi dan perdagangan barang dan jasa.(Kamil, Sukron. 2016:5)
Sering dianggap bahwa ideologi kapitalisme yang masih muda adalah “Laissez faire tak ada campur tangan pemerintah dalam kegiatan ekonomi(...). pertumbuhan kapitalisme, dan terutama industrialisasi oleh kapitalis juga berarti melahirkan kelas pekerja yang besar di negara yang lebih maju.(Gregory Grossman, 2001 : 48-49)
Pada sistem ini ,kekayaan benar-benar terpusat pada beberapa gelintir orang saja. Sementara dalam masyarakat kapitalis terbentanglah jurang yang luas diantara mayoritas kaum yang merana, terdiri dari kaum buruh yang miskin, dengan minoritas yang selalu berhasil, terdiri dari orang-orang kaya. Dan penderitaan kaum buruh yang miskin itu pun semakin terasa, karena pendapatan yang minim, sedang biaya hidup sangat mahal.
Kaum buruh tertindas di kota-kota industri. Lalu tersebarlah dikalangan mereka suatu seruan yang membangkitkan perasaan teraniaya oleh pihak kapitalis, dan membangkitkan jiwa berontak terhadap tatanan seperti ini. Sementara itu kaum kapitalis sendiri mendesak Negara mereka untuk membuka pasar dan melakukan peperangan serta penjajahan, demi melayani tujuan mereka untuk menguasai negara lemah dan menjadi pasar mereka. Maka timbullah banyak ekonomi (krisis over ataupun onder produksi, krisis moneter, dan seterusnya) (Sulaiman, Thahir. 1985 : 38)
Dan akhirnya tergeraklah nurani perbaikan. Maka banyaklah para ahli ekonomi dan para pembangun masyarakat yang berusaha dengan berbagai cara untuk meninggalkan kebebasan yang mutlak itu. Mereka menghimbau agar negara kembali ikut campur. Supaya dibentuk organisasi-organisasi kaum buruh untuk membela nasib mereka. Bahkan sampai menyerukan pula agar Negara memberi perlindungan sosial, mengadakan perbaikan nasib kaum buruh dan jaminan sosial bagi kehidupan ekonomi warga masyarakat.

C. SEJARAH SISTEM EKONOMI SOSIALIS

Secara bahasa, sosialisme berasal dari kata sosial yang berarti masyarakat, lawan dari kata individu. Dari arti inilah, tampaknya, sosialisme dikembangkan oleh penegasannya, Karl Marx (1818-1883). Ia mengembangkan teori baru ekonomi, sebagai antitesis dari kapitalisme yang pada abad ke-19, saat ia hidup, baru tumbuh di Eropa. jika teori kapitalisme menekankan hak-hak individu yang menuntut adanya kebebasan pasar (free fight competition), sosialisme menekankan hak-hak ekonomi masyarakat atau rakyat (keadilan distribusi ekonomi), khususnya bagi kaum buruh atau rakyat jelata lainnya sebagai kaum tertindas.
Marx adalah seorang penulis yang pintar. Manifesto komunis, yang ditulis bersama dengan Engels sebelum revolusi 1948 merupakan salah satu dokumen politik yang besar sepanjang masa. Karyanya yang terbesar adalah Kapital (terdiri atas tiga jilid, pertama kali diterbitkan dalam tahun 1867, 1885, 1894) yang menyajikan analisa yang terperinci tentang perkembangan dan bekerjanya perekonomian kapitalis.(Gregory Grossman, 2001:53)
Arti sosialisme yang sering diucapkan dan ditulis orang, tetapi tidak pernah ada pembatasan tertentu mengenai artinya. Hal itu dikarenakan banyak kaum politisi menggunakan kata sosialisme untuk menarik kaum buruh. Karena dulu mereka berpendapat tekanan dan perlakuan kejam dari kapitalisme. Padahal kadang-kadang kaum kapitalis itu hanya menipu saja.
Sebagai suatu madzhab atau ide ekonomi, sosialisme bisa didefinisikan sebagai suatu madzhab yang meniadakan hak kepemilikan pribadi bagi faktor-faktor produksi. Sosialisme yang melarang siapapun menyuruh orang lain menjadi buruhnya untuk menghasilkan sesuatu bagi kepentingan  dirinya sendiri.
Adapun cara kaum sosialis merealisir cita-cita mereka adalah dengan menyebarluaskan kedengkian dan kebencian terhadap kelas kapitalis. (…) kemudian berdasar pula kepada pemanfaatan situasi setempat berupa demokrasi pada partai-partai sebagai batu loncatan untuk meraih pemerintahan. Dan apabila telah berhasil, maka undang-undang dan demokrasi pun harus ditnggalkan, kemudian partai sosialis atau komunis harus menjadi partai satu-satunya. Siapa pun yang mengahalangi politik komunisme, harus ditumpas, atau disingkirkan (Sulaiman, Thahir. 1985 : 41).
Kaum Marxis kadang-kadang mengatakan, bahwa kapitalis waktu demi waktu pasti menjadi semakin kaya, sedang kaum buruh semakin melarat. Karena kaum kapitalis mengeksplotir kaum buruh danmenguasai mereka, sebagai suatu faktor produksi tersendiri. Jadi pada tangan kaumkapitalislah pasar kerja, sedang kaum buruh terpaksa harus bekerja untuk mencari kebutuhan-kebutuhan pokok hidup mereka.
Sesungguhnya ucapan Marx yang mengharuskan adanya pemecahan  secara sosialis, dikarenakan memusatnya kekayaan dan semakin bertambahnya jumlah kelas buruh dibanding dengan kelas kapitalis, adalah hal yang tidak dibenarkan oleh fakta-fakta. Karena kekayaan kini semakin merata, akibat bertambah banyakya kongsi-kongsi yang menerima saham. (…) sedangkan nasib kaum buruh pun semakin baik, akibat lahirnya ide-ide baru, pengaturan produksi, perhatian kepada nasib buruh, terbentunya organisasi-organisasi kaum buruh, dan akibat perlindungan sosial, turut campurnya Negara dalam perjanjian kerja. Jaminan-jaminan keamanan sosial dan cara-cara perbaikan hidup lainnya bagi kaum buruh (Sulaiman, Thahir. 1985 : 44).
Sesungguhnya prinsip Marx terbukti tidak bisa terwujud ketika dipraktekkan, oleh karena itu negara komunis seperti Rusia sendiri, mulai meninggalkan beberapa dari prinsip Marx, dengan alasan bahwa negara itu sedang mengalami suatu ronde bertahap. Tapi nyatanya mereka bukannya semakin menerapkan prinsip prinsip tersebut, malah semakin menjauhinya. Sebagai contoh : bahwa menghilangkan kelas-kelas, adalah salah satu prinsip Marxisme. Tetapi prinsip ini pun ternyata tidak bisa terwujud selain untuk mereka yang porletar saja. Kita lihat dalam masyarakat komunis sendiri terbentuk kelas-kelas baru. Masing masing kelas punya kedudukan sosial, ekonomi dan politik tertentu. (Sulaiman, Thahir. 1985 : 44)
Sesungguhnya apabila kapitalis telah mengorbankan kepentingan umum demi kepentingan dan kebebasan individu sekalipun dalam praktek kadang kadang menghapuskan kepentingan individu, khususnya kelas buruh.maka komunisme telah mengorbankan kepentingan dan kebebasan individu dengan umum. Cuma hasilnya masyarakatpun kemudian menjadi kehilangan semangat dari warganya. Karena masyarakat tidak lain adalah kumpulan dari individu-individu.

D. SEJARAH SISTEM EKONOMI ISLAM

Telah kita ketahui bahwa masing-masing dari kedua sistem Kapitalis dan Sosialis, tidak bisa mewujudkan kebaikan bagi umat manusia. Bahkan menjerumuskannya ke dalam kegoncangan-kegoncangan ekonomi, sosial dan politik yang tidak menemui jalan keluar.
Ilmu-ilmu ekonomi yang ada di barat itu tidak lain hanyalah dugaan belaka, yang kadang-kadang mengenai sasaran, namun pada umumnya meleset, sebagaimana yang kita saksikan bersama. Adapun cara islam yang kita percayai ini,adalah ciptaan Allah sendiri. Maka tidak mungkin kemasukan barang yang tidak benar, baik sebelum atau sesudahnya ( Sulaiman, Thahir. 1985: 51).
Pada awal pertengahan 1960-an ekonomi islam mulai menarik perhatian para peneliti yang menekuni ekonomi modern, termasuk sebagian yang mengenyam pendidikan di berbagai universitas terkemuka di Eropa Barat dan Amerika Utara. Dalam prosesnya akhirnya lahir karya-karya yang menerapkan teknik analitis modern, khususnya teknik ekonomi neoklasik, pada isu-isu intinya. Ekonomi islam mulai memperlihatkan sensitifitas terhadap konsep teoritis dan problem yang     berasal dari filsafat ekonomi sekuler (Munawwir, Imam.2005 : 10)
Teori ekonomi islam dengan kalimat yang ringkas adalah bahwa antara kepentingan individu dan sosial itu dari segi fitrahnya ada hubungan rapat, maka diantara keduanya harus ada keharmonisan dan kerjasama, bukannya persaingan dan pertentangan (Munawwir, Imam.2005 : 38).
Islam adalah agama yang menghendaki tawazun (keseimbangan) dalam segala bidang, yakni : keseimbangan antara kepentingan individu dan orang lain, keseimbangan antara cita cita dan realita, keseimbangan antara ilmu dengan amal, keseimbangan antara kemakmuran material dengan kemakmuran spiritual. Karena itu ajaran agama ini memiliki sifat tengah (tawasuth) (QS.2 : 143) ; yakni tidak ekstrim kiri yang terjebak dan berpihak kepada komunis atau ekstrim kanan yang terjebak dan berpihak kepada kapitalis.

E. Kesimpulan
Suatu ideologi adalah sekumpulan ide,dianut oleh suatu kelompok sosial (misalnya, bangsa atau kelas), yang merupakan suatu gambaran kenyataan sosial tertentu, dan membentuk nilai-nilai dan sasaran yang ingin dicapai, atau dipelihara. Dan isme merupakan paham terhadap sebuah ideologi yang telah terbentuk.
Kapitalisme muncul sebagai akibat dari masyarakat pada zaman Romawi hingga Renaissans yang hidup dengan bekerja keras yang terjadi pada tahun 1776 dimana masyarakat hanya mengejar emas untuk suatu negara yang bekerja selama berjam-jam dengan upah yang minim. Hal tersebut memicu Adam Smith untuk menuangkan gagasannya mengenai kebebasan, kepentingan diri sendiri, dan persaingan produksi.
Sehingga Smith berharap dengan kebebasan untuk melakukan kegiatan ekonomi secara bebas tanpa campur tangan pemerintah akan mengurangi kemiskinan, kelaparan, dan kematian pada zaman Romawi. Namun, dari gagasan yang individualisme tersebut, terjadi kesenjangan sosial dimana-mana. Sehingga muncullah gagasan Karl Marx mengenai ikut campurnya pemerintah dalam perekonomian dan menggunakan pemerataan untuk mengurangi kesenjangan sosial.
Kemudian, pada tahun 1960 sistem ekonomi Islam muncul karena dianggap memiliki prinsip yang dapat menyejahterakan masyarakat dengan baik. Dimana dalam sistem ekonomi islam, Sumber Daya yang ada di bumi adalah milik Allah. Sehingga campur tangan pemerintah hanya untuk mengatur perekonomian suatu negara dan tidak mengeksplotir seluruh sumber daya yang ada.


BAB 4
KRITIK ATAS SISTEM EKONOMI KAPITALISME
A.    Perkembangan Teori Kapitalisme
Secara bahasa, kapitalisme berasal dari kata capital yang berati modal, yaitu paham bersendikan modal. Menurut Werner Sombart (1863-1941), kapitalisme adalah sistem ekonomi yang dikuasai dan diwarnai oleh peranan modal (kapita) yang didasarkan pada tiga gagasan utama: usaha memperoleh atau memiliki, persaingan, dan rasionalitas (Rahardjo,1991:124)
Sistem ekonomi ini berawal dari pemikiran Adam Smith (1723-1790) dalam buku monumentalnya The Wealth of Nations yang terbit tahun 1776. Inti yang dibahas dalam buku tersebut adalah kebebasan alamiah dan invisible hand. Kelahiran buku ini dilatari oleh sistem ekonomi Merkantalisme yang berlaku di Eropa kala itu. Sistem ekonomi merkantalisme ini percaya bahwa ekonomi dunia adalah stagnan dan kekayaannya tetap, sehingga satu bangsa hanya bisa berkembang dengan mengorbankan bangsa lain. Dalam ekonomi merkantalis yang ditekankan adalah pentingnya sebuah negara mempunyai persediaan batangan emas dalam jumlah besar. Selain itu, memperbesar ekspor dan mengurangi impor adalah dua alat utama yang dipakai dalam sistem ekonomi merkantaisme.
Ada tiga gagasan inti yang ditulis Smith dalam buku The Wealth of Nations ini: pertama, kebebasan, yaitu hak untuk memproduksi dan memperdagangkan produk, tenaga kerja, dan kapital. Kedua, kepentingan diri sendiri: hak seseorang untuk melakukan usaha sendiri dan membantu kepentingan diri orang lain. Ketiga, persaingan (hak untuk bersaing) dalam produksi dan perdagangan barang dan jasa. Hubungan kapitalisme dengan keserakahan ditolak oleh Max Weber (1864-1920), penafsir sekaligus pengkritik kapitalisme. Baginya itu adalah ide naif. Keserakahan tanpa batas untuk mendapatkan keuntungan, kata Weber, tidak identik dengan kapitalisme. Kapitalisme mungkin identik dengan pembatasan diri, atau setidaknya pembatasan rasional terhadap dorongan yang irasional tersebut.
 Smith, para pelopor kapitalisme semisal Edmund Burke memandang perluasan kekuasaan negara terlalu jauh akan menjadi musuh bagi kebebasan dan kemandirian ekonomi. Sebagaimana tata masyarakat, pasar adalah mesin yang senantiasa bergerak yang hanya membutuhkan kerangka legal, tanpa campuran tangan pemerintah. Tujuannya untuk menghasilkan pertumbuhan tanpa hambatan.
Inti formula ekonomi kapitalisme John Maynard Keynes  adalah pentignya pemerintah dan lembaga internaional dalam intervensi membangun ekonomi, meski ia menolak cara sosialis. Menurut formula ini, jalan yang paling efektif dalam membangun masyarakat negara berkembang adalah dengan menggalakkan proses modernisasi dengan suntikan kapital negara-negara Barat yang maju. Sistem ekonomi kapitalisme menekankan hak-hak individu yang menuntut adanya kebebasan pasar. [10]
B.     Ciri-ciri ekonomi Kapitalisme
-   Ciri-ciri utama kapitalisme antara lain adalah: kebebasan ekonomi, laba sebagai pendorong kegiatan produksi, kebebasan pasar dan persaingan, keabsahan monopoli, perbankan dan keberadaan bunga, disparatis yang lebar dalam distribusi kekayaan, ekspoitasi ekonomi oleh yang kuat terhadap yang lemah.[11]
Kapitalisme dan Islam diperbandingkan konsep dasar ekonomi keduanya seperti ini.
1. Hak Milik
Hak pemilikan oleh swasta merupakan tanda utama kapitalisme. Kapitalisme memberi hak pemilikan penuh kepada individu, tanpa halangan maupun beban apapun.
Konsep Islam mengenai pemilikan amatlah unik. Segala sesuatu adalah milik Allah dan hanya sebagian saja hak memiliki itu diberikan kepada manusia sehingga ia dapat melaksanakan rencana Allah, yakni tujuan masyarakat, dengan cara bertindak selaku pemegang amanah bagi mereka yang membutuhkan.
2.  Kebebasan Ekonomi
Kebebasan ekonomi yang tak terbatas dan tiadanya campur tangan Negara adalah ciri lain dari perekonomian kapitalisme. Setiap individu bebas memulai, mengorganisasi, dan mendirikan perusahaan, bisnis, perdagangan serta profesi apa pun juga. Dia memiliki kebebasan penuh untuk memperoleh pendapatan sebanyak berapa pun yang dia mampu dapatkan sebagaimana ia juga bebas membelanjakan uangnya untuk apapun yang disukainya. Kebebasan ekonomi tanpa batas seperti ini biasanya menimbulkan pikiran untuk mendapatkan harta dengan cara curang seperti judi dan pelacuran.
Islam juga membenarkan kebebasan ekonomi bagi individu untuk mendapatkan harta, memilikinya serta membelanjakannya. Tetapi kebebasan yang diberikan oleh Islam di lapangan ekonomi tidaklah tak terbatas. Islam memberi batas antara yang halal dan yang haram dalam segala kegiatan ekonomi yang meliputi bidang produksi, distribusi, dan konsumsi yang amat luas.
3.  Monopoli
Persaingan yang merupakan ciri lain dari kapitalisme, membawa kehancuran bagi perusahaan kecil. Pengakuan atas keberadaan monopoli akan mendorong terjadinya merger beberapa bisnis kecil menjadi satu sehingga menjadi monopoli atau kartel.
Islam melarang persaingan tidak sehat dan menutup semua jalan yang menuju kearahnya. Islam tidak membenarkan monopoli. Ada diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: “Tidak menimbun melainkan pendosa”. Terutama monopoli atas bahan makanan atau barang kebutuhan sehari-hari, semuanya itu dilarang oleh Islam.
4. Bunga
Lembaga perbankan dan bunga adalah darah kehidupan kapitalisme. Bagi bisnis, perdagangan, dan industri, terutama bagi proyek-proyek usaha ekonomi yang besar, diperlukan dana besar yang tak seorang pun dan tak satu perusahaan pun dapat menanggungnya.
Islam memandang bunga sebagai sesuatu yang paling menindas terhadap kemanusiaan dan kemudian menghapuskannya dalam segala bentuknya hingga ke akarnya. Menurut Al-Qur’an mengambil bunga sama artinya dengan perang melawan Allah dan utusan-Nya, sedangkan menurut Nabi Muhammad SAW, bunga itu lebih buruk dan lebih jahat daripada perzinaan. Islam membangun ekonominya bebas dari riba dan mendukung laba serta kerja sama sebagai insentif bagi tabungan dan investasi.
5.  Ekploitasi
Hak tak terbatas dalam kebebasan ekonomi dan hak pemilikan oleh individu maupun swasta yang tak terkontrol telah secara praktis menimbulkan eksploitasi atau penindasan. Penindasan ekonomi oleh yang kuat terhadap yang lemah sudah menjadi pemandangan sehari-hari di dalam masyarakat kapitalis. Pekerja ditindas oleh majikan, petani diperas oleh majikan, rakyat ditindas oleh penguasanya, dan di atas itu semua negara dieksploitasi oleh para pemegang kekuasaan.
Di pihak lain, sistem ekonomi Islam menjamin terhapusnya eksploitasi oleh seorang terhadap lainnya. Banyak cara telah diambil oleh Islam untuk melakukannya. Riba atau bunga adalah alat penindasan manusia yang paling jahat dan segala bentuk bunga ini telah pula dihapus oleh Islam.
6.  Distribusi Kekayaan
Kapitalisme tidak percaya kepada distribusi kekayaan yang jujur dan adil. Oleh karena menganut paham kebebasan ekonomi penuh dan pemilikan alat-alat produksi oleh swasta, maka disparitas ekonomi pun muncul di dalam perekonomian kapitalis. Konsentrasi kekayaan di tangan sedikit orang menjadi gejala umum di antara mayoritas penduduk yang tercabut dari kebutuhan hidup mereka yang paling dasar sekalipun.
Di pihak lain, Islam menjamin tercukupinya kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, dan rumah untuk semua orang, dan di lain pihak, menjamin distribusi kekayaan dan sumber-sumber ekonomi yang adil dan merata di antara semua penduduk. Islam tidak menoleransi adanya disparitas yang lebar antara si miskin dan si kaya dan berupaya menghapuskan konsentrasi kekayaan di tangan sedikit orang
C.    Kekurangan dan kelebihan ekonomi Kapitalisme
Ø  Kelebihan Sistem Ekonomi Kapitalis
1.      Lebih efisien dalam memanfaatkan sumber-sumber daya dan distribusi barang-barang.
2.      Kreativitas masyarakat menjadi tinggi karena adanya kebebasan melakukan segala hal yang terbaik dirinya.
3.      Pengawasan politik dan sosial minimal, karena tenaga waktu dan biaya yang diperlukan lebih kecil.
Ø  Kekurangan Sistem Ekonomi Kapitalis
1.      Tidak ada persaingan sempurna. Yang ada persaingan tidak sempurna dan persaingan monopolistik.
2.      Sistem harga gagal mengalokasikan sumber-sumber secara efisien, karena adanya faktor-faktor eksternalitas (tidak memperhitungkan yang menekan upah buruh
D.    Kritik-kritik Sistem Ekonomi Kapitalisme
1.      Teori dependensia oleh Andre Gunder Frank di Amerika latin. Bahwa dunia didominasi oleh suatu perekonomian tunggal sedemikian rupa, sehingga semua bangsa diintregrasikan dalam lingkungan produksi kapitalis global. Mereka dihubungkan dengan serangkaian rantai metropolis satelit, yang menarik surplus yang dihasilkan pada setiap tingkat produksi ke pusat. Akibatnya adalah periferi atau pinggiran  (satelit-satelit) menjadi miskin, sedangkan pusat berakumulasi dan tumbuh. Dengan demikian, sistem itu tidak akan mampu membuat cerita gemilang eropa barat dan AS lahir kembali di Negara-negara berkembang.
Diungkap Frank. Mengakibatkan Indonesia terintegrasi ke dalam sistem perdagangan finansial dan investasi global. Arus kapital asing yang masuk ke Indonesia layaknya air bah, yang karena itu Indonesia pun mengalami pertumbuhan ekonomi tinggi. Investasi yang membanjir itu ternyata tidak banyak membantu sektor produktif, bahkan banyak yang hanya diparkir dalam bentuk rupiah. Praktik itu hanya menguntungkan pemilik modal dan hanya menghasilkan “buble economy” pertumbuhan ekonomi lebih banyak digerakkan oleh meningkatnya konsumtifisme masyarakat menengah ke atas, pesatnya pertumbuhan sektor-sektor “non-traded good” seperti bisnis property dan komersialisasi sektor public (chaniago, 2001:xxi-xxix, 72).
Keserakahan perusahaan global bisa dilihat dari prmbagian fee PT Freeport, perusahaan tambang emas terbesar didunia asal amerika. Perusahaan ini mendapat izin penambangan di papua tahun 1967 tanah seluas 30 km2, tahun 1989 seluas 25.000km2. berdasarkan laporan New York Time, pada tahun 2005 perusahaan global ini mengaku telah membayar pejabat dan militer sebesar 20 juta dolar AS, secara formal hanya membagi 1% saja kepada pemerintah Indonesia, sedangkan di afrika mencapai 8% dari bruto.
Contoh: 1. Pembagian ini bertentangan dengan asas keadilan, PP No. 45/2003 yang mengharuskan perusahaan tambang memberikan royalita sebesar 3,75%, dan lebih parah lagi bertentangan sekali dengan UUD 1945 pasal 33. Dalam pasal ini disebutkan bahwa Negara menguasai dan mengelola kekayaan alam untuk kemakmuran rakyat.
Contoh 2 : kebijakan makro pemerintah Indonesia tidak berpihak, menetapkan tariff bea 0% untuk komoditas pangan mengakibatkan Indonesia mendapat limpahan beras ekspor yang sangat banyak dan harga gabah dalam negeri pun menjadi turun drastis. Ini belum lagi ditambah dengan kebijakan pengurangan subsidi BBM dan listrik.
2. Upaya Negara-negara industri/kapitalis di dunia dalam menangani dampak industri pada pemanasan global masih lemah. Mereka beranggapan bahwa cara ini sebagai cara terbaik dan tercepat menangani pemanasan global. Padahal, menurut sejumlah ahli kontribusi kerusakan hutan pada emisi global hanya 15% saja. Selebihnya adalah akibat penggunaan bahan bakar fosil industri.
Paradigma ekonomi kapitalisme selama ini tidak integralistik (reduksionis), dimana bumi (sumber daya alam) adalah objek, seperti kritik yang disampaikan fisikawan Pritjof Capra. Yang menekannkan pembangunan dengan memerhatikan keharmonisan dengan alam. Karena paradigma yang tidak intergralistik itu, eksploitasi sumber daya alam pun terjadi di mana-mana. Modus operandinya adalah lewat industrialisasi, pertambangan, dan pembangunan dengan sokongan kapitalisme global.
3. Joseph E. stiglitz (2006:vi, 178-179, 274-275), selama ini kapitalisme di Amerika Serikat (AS) dan juga Negara lainnya dalam tahun 1990-an, terutama dalam kasus praktik perbankan, berjalan di atas informasi asimetris, yaitu sebuah kondisi pasar dimana yang satu memiliki informasi lebih ketimbang yang lainnya. Perbankan investasi mestinya memberikan informasi yang mendorong perbaikan kualitas alokasi sumber daya. Konsep invisible hand Adam Smith harus bisa berjalan di atas informasi sempurna. Secara inhern mengandung ketimpangan dan menyuburkan praktik kolusi dan korupsi.
4. Stiglitz, AS melakukan standar ganda dalam praktik kapitalisme globalnya demi keuntungan negaranya dengan mengorbankan Negara-negara berkembang. AS mendesak Negara lain agar membuka lebar pasar mereka pada bidang-bidang yang menjadi keunggulannya, seperti jasa keuangannya, AS berhasil tidak memasukkan jasa konstruksi dan maritim yang menjadi keunggulan Negara-negara berkembang. Ekonomi global, bank-bank local tertindas oleh bank-bank internasional dan dananya bermuara pada perusahaan internasional, bukan usaha kecil menengah milik local. AS juga menerapkan standar ganda lainnya dalam praktik kapitalisme globalnya dalam sektor pertanian
5.  Thomas Piketty, kapitalisme sebagai sistem ekonomi yang menguasai dunia telah membuat terjadinya ketimpangan ekonomi di dunia modern sampai terjadinya PD II. Sejak PD II akhir dasawara tahun 1970-an, ekonomi kapitalisme bercorak kesetaraan, berwajah manusiawi. “laba bagi semua, bukan semua dikorbankan demi laba”. Aneka jaminan sosial yang pesat pun terjadi antara tahun 1945-1975.
Tahun 1980-an mengubur wajah manusia kapitalisme. Abad ke-19 dan sebelumnya, kekayaan di dunia bukan hanya terpusat di tangan 20-10% penduduk terkaya, melainkan 1 dan 0,1, bahkan 0,01 dan 0,001% terkaya. Kapitalisme yang didominasi modal/harta orang tua, diperoleh melalui rente, kolusi, dan perlipat gandaan tanpa jerih payah, suatu bentuk kapitalisme yang mengolok-olok kesetaraan, meritokrasi, dan membusukkan demokrasi lewat penjarahan aset public oleh kaum oligarki dan benalu masyarakat. “makin tinggi imbalan modal dibanding pertumbuhan ekonomi, makin tinggi ketimpangan”. Ia menyarankan agar pajak progresif atas modal di dunia harus di jalankan: 0,1% bagi modal di bawah 200.000 euro hingga 2% untuk modal di atas 5 juta euro.
E.     Lembaga-lembaga ekonomi sistem ekonomi kapitalisme
1.      IMF (International Monetary Fund)
IMF adalah lembaga internasional yang memiliki tugas untuk mengatur sistem finansial global dan menyediakan pinjaman kepada negara anggotanya untuk membantu masalah-masalah keuangan. Sebagai imbalan dari bantuannya tersebut, negara peminjam diwajibkan melakukan kebijakan-kebijakan tertentu, misalnya seperti privatisasi badan usaha milik negara.
2.      BUMN (Badan Usaha Milik Negara
Dalam sistem ekonomi kapitalis, masih terdapat lembaga yang berguna sebagai kontrol. Seperti misalnya di Indonesia, BUMN paling sedikitnya 51% dimiliki oleh pemerintah yang bertujuan untuk mengejar keuntungan.
3.      BUMS (Badan Usaha Milik Swasta)
Secara umum, Pengertian Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) adalah badan usaha yang modalnya dimiliki oleh pihak swasta. Badan usaha memiliki fungsi dan peranan yang terbagi-bagi atas berbagai macam-macam atau jenis-jenis bentuk BUMS.
4.      Perusahaan Persekutuan
Perusahaan persekutuan adalah badan usaha yang dimiliki oleh dua orang atau lebih yang secara bersama-sama bekerja sama untuk mencapai tujuan bisnis. Untuk mendirikan badan usaha persekutuan membutuhkan izin khusus pada instansi pemerintah yang terkait. Yang termasuk dalam perusahaan persekutuan adalah firma dan persekutuan komanditer atau CV.
5.      Perseroan Terbatas
Pengertian PT (Perseroan Terbatas) adalah persekutuan yang berbentuk badan hukum dimana badan hukum ini disebut dengan “perseroan”. Istilah perseroan pada perseroan terbatas menunjuk pada cara penentuan modal pada badan hukum itu yang terdiri dari sero-sero atau saham-saham dan istilah terbatas menunjukkan pada batas tanggung jawab para persero (pemegang saham) yang dimiliki, yaitu hanya terbatas pada jumlah nilai nominal dari semua saham-saham yang dimiliki.
F. Kesimpulan
Secara bahasa, kapitalisme berasal dari kata capital yang berati modal, yaitu paham bersendikan modal. Menurut Werner Sombart (1863-1941), kapitalisme adalah sistem ekonomi yang dikuasai dan diwarnai oleh peranan modal (kapita) yang didasarkan pada tiga gagasan utama: usaha memperoleh atau memiliki, persaingan, dan rasionalitas (Rahardjo,1991:124)
Sistem ekonomi ini berawal dari pemikiran Adam Smith (1723-1790) dalam buku monumentalnya The Wealth of Nations yang terbit tahun 1776. Inti yang dibahas dalam buku tersebut adalah kebebasan alamiah dan invisible hand. Kelahiran buku ini dilatari oleh sistem ekonomi Merkantalisme yang berlaku di Eropa kala itu. Sistem ekonomi merkantalisme ini percaya bahwa ekonomi dunia adalah stagnan dan kekayaannya tetap, sehingga satu bangsa hanya bisa berkembang dengan mengorbankan bangsa lain. Dalam ekonomi merkantalis yang ditekankan adalah pentingnya sebuah negara mempunyai persediaan batangan emas dalam jumlah besar. Selain itu, memperbesar ekspor dan mengurangi impor adalah dua alat utama yang dipakai dalam sistem ekonomi merkantaisme.
Ciri-ciri utama kapitalisme antara lain adalah: pemilikan alat produksi, pertukaran dan distribusi yang tak terlarang, kebebasan ekonomi, laba sebagai pendorong kegiatan produksi, kebebasan pasar dan persaingan, keabsahan monopoli, perbankan dan keberadaan bunga, disparatis yang lebar dalam distribusi kekayaan, ekspoitasi ekonomi oleh yang kuat terhadap yang lemah.











BAB 5
KRITIK ATAS SISTEM EKONOMI SOSIALIS

A.                PENGERTIAN SISTEM EKONOMI SOSIALIS

Sosialisme, seperti yang dirumuskan dalam Enclyclopedia Britanica, adalah kebijakan atau teori yang bertujuan untuk memperoleh suatu distribusi yang lebih baik dengan tindakan otoritas demokratis pusat, dan kepadanya perolehan produksi kekayaan yang lebih baik daripada yang kini berlaku sebagaiman mestinya diarahkan. Menurut Joad, berbagai tindakan yang dianjurkan sosialisme untuk sosialisasi kehidupan masyarakat adalah :
1.      Penghapusan milik pribadi atas alat produksi.Hal ini akan digantikan oleh pemerintah serta pengawasan atas industri dan pelayanan utama.
2.      Sifat dan luasnya industri dan produksi mengabdi kepada kebutuhan sosial dan bukan kepada motif laba.
3.      Dalam kapitalisme daya penggerak adalah laba pribadi. Hal ini akan digantikan oleh motif pelayanan sosial.
Schumpeter mendefinisikan sosialisme sebagai suatu pola institusional dimana kontrol terhadap sarana produksi dan produksi itu sendiri tetap berada pada pemerintah pusat.
Sistem ekonomi sosialis mempunyai tujuan kemakmuran bersama. Filosofi ekonomi sosialis adalah bagaimana bersama-sama mendapatkan kesejahteraan. Perkembangan sosialisme dimulai dari kritik terhadap kapitalisme yang pada waktu itu kaum kapitalis atau disebut kaum borjuis mendapat legitimasi gereja untuk mengeksploitasi buruh. Inilah yang menjadikan Karl Marx mengkritik sistem kapitalis sebagai ekonomi yang tidak sesuai dengan aspek kemasyarakatan.
Menurut Marx, tidak ada tempat bagi kapitalisme di dalam kehidupan, maka upaya revolusioner harus dilakukan untuk menghancurkan kapitalisme. Alat-alat produksi harus dikuasai oleh negara guna melindungi rakyat. Kritik Marx atas kapitalisme ini diimplementasikan oleh Lenin dalam bentuk intuisi negara. Walaupun implementasi ini dianggap beberapa pihak merupakan kesalahan Lenin dalam menginterprestasikan pemikiran Marx. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan pengalaman hidup, latar belakang akademi, dan organisasi politik antara Marx dan Lenin.
Pada awal mulanya Lenin mengutarakan beberapa hal yang harus dilakukan untuk mensosialisasikan paham baru kepada masyarakat Rusia setelah jatuhnya pemerintahan lama, antara lain, pertama, menggunakan propaganda bahwa komunisme adalah partai rakyat, kedua, adalah kekerasan. Hal itu dilakukan untuk mengembangkan ideologi Lenin dalam masyarakat yang harus dimerdekakan dari penindasan Tsar Rusia.
Dalam negara sosialis, partai komunis memegang kekuasaan penuh atas segala kebijakan negara yang menyangkut kehidupan rakyat. Keberadaan partai tunggal ini sangat kuat, karena dalam sistem kenegaraan di negara komunis oposisi tidak mendapatkan tempat. Segala bentuk oposisi dimusnahkan guna mempertahankan sistem negara yang ada. Kontrol pemerintah langsung ditangani oleh partai tunggal yang ada. Dimana partai dipimpin oleh poli biro, dan poli biro dipimpin oleh tentara merah. Oposisi tidak ada dalam sistem politik sosialis.
Filosofi sosialis menyamaratakan potensi manusia yang jelas berbeda karena perbedaan ini yang menyebabkan terjadinya kesinambungan kehidupan kehidupan. Sosialis berjasa mendefinisikan keadilan dengan memberikan batas-batas tertentu bagi manusia. Manusia tereduksi kemanusiannya, manusia dianggap sama walaupun mempunyai potensi yang berbeda, sehingga hal ini tidak sesuai dengan sifat alami manusia, sebagaimana yang dikatakan Marx.
Pekerjaannya tidak atas dasar sukarela tapi atas dasar paksaan. Jadi merupakan tenaga kerja paksa. Pekerjaannya tidak memuaskan kebutuhannya tapi semata-mata merupakan alat untuk memuaskan kebutuhan orang lain, yaitu para majikan kapitalis yang memperalat kaum buruh untuk memperoleh keuntunngan. Jadi, kapitalisme menurunkan derajat kemanusiaan (mendehumanisasi) para buruh yang merosot menjadi setingkat dengan barang komoditi.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa sistem ekonomi sosialis adalah sistem ekonomi yang serba diatur dan dikomando oleh pemerintah.

B.          CIRI – CIRI SISTEM EKONOMI SOSIALIS

Dalam sistem ekonomi sosialisme mempunyai beberapa kecenderungan sebagai berikut:
1. Pemilikan Harta Oleh Negara
Seluruh bentuk produksi dan sumber pendapatan menjadi milik negara dan diatur kemudian lewat negara dipergunakan untuk seluruh rakyat. Rakyat tidak mempunyai hak untuk memiliki harta kecuali harta-harta tertentu yang telah ditetapkan oleh negara. Motivasi masyarakat untuk bekerja tidak didasarkan atas nilai kepemilikan yang ia akan dapatkan kelak setelah bekerja tetapi lebih dikarenakan adanya aturan yang ketat atas apa yang harus mereka kerjakan. Tetapi, bukan berarti rakyat tidak mendapatkan hasil dari pekerjaannya. Rakyat mendapatkan hasilnya melalui pembagian yang rata yangdilakukan negara.
Perhatian negara pada bidang-bidang tertentu, sehingga menimbulkan kecenderungan lebih banyak mengalokasikan hasil produksi pada sektor yang dipriortaskan, misalnya ketika masa perang negara sosialis lebih cenderung memperhatikan begaimana sektor ekonomi dialihkan untuk mengakomodir kebutuhan perang dibanding masalah kesejahteraan rakyat. Akibatnya kapasitas kerja, rakyat dikondisikan pada target produksi negara yang sedang perang. Dorongan masyarakat untuk bekerja sebagai hak individu untuk memiliki harta atau memanfaatkan produksi tidak diperbolehkan. Dengan demikian individu secara langsung tidak mampunyai hak atas kepemilikannya.
2. Kesamaan Ekonomi
Sistem ekonomi sosialis menyatakan –walaupun sulit ditemui di semua negara komunis—bahwa hak-hak individu dalam suatu bidang ekonomi ditentukan oleh prinsip kesamaan. Prinsip ini didasarkan atas kebutuhan minimal perorang dalam hidup perharinya. Kesamaan dalam memenuhi kebutuhan ekonominya didasarkan atas asumsi bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pekayanan. Sehingga potensi yang berkembang dikarenakan latar belakang kemampuan alami kurang mendapat perhatian oleh negara.
Keadaan ini menjerumuskan pada kehidupan masyarakat yang beku dan tidak ada dinamika, karena apresiasi hidup manusia terbelenggu oleh berbagai aturan negara yang lebih dipengaruhi oleh perspektif baku tentang masalah kemanusiaan. Bentuk negara dalam mendinamisasikan masyarakat pun ada, tetapi dengan cara mengkonsentrasikan masyarakat pun ada, tetapi dengan cara mengkondentrasikan rakyat pada bidangnya secara penuh, misalnya dalam bidang pendidikan dan olah raga.
3. Disiplin politik
Untuk mencapai tujuan di atas, keseluruhan negara diletakkan di bawah peraturan kaum buruh, yang mengambil alih semua aturan produksi dan distribusi. Kebebasan ekonomi serta hak pemilikan harta dihapus. Aturan yang diperlakukan sangat ketat untuk lebih mengefektifkan praktek sosialisme. Hal ini juga menunjukkan bahwa tanpa adanya upaya yang lebih ketat mengatur kehidupan rakyat maka keberlangsungan sistem sosialis ini tidak akan berlaku ideal sebagaimana dicita-citakan oleh Marx, Lenin dn Stalin.
Praktek sosialisme seperti ini yang menunjukkan bahwa sebenarnya sosialisme tidak memenuhi karakter sistem yang mampu meningkatkan peran rakyat dalam berpartisipasi terhadap negara.Nasionalisme kalau dibentuk dalam disiplin politik yang ketat tidak akan menimbulkan nasionalisasi, malah cenderung akan timbul sikap antipasti terhadap sisitem yang ada. Misalnya, tragedi di lapangan merah Tianamen Cina merupakan aktualisasi kebebasan untuk berbicara sebagai rakyat Cina terhadap pemerintahan yang menggunakan aturan yang ketat terhadap rakyat.

C. LEMBAGA – LEMBAGA SISTEM EKONOMI SOSIALIS

Seperti telah dijelaskan diatas, bahwa sistem ekonomi sosialis adalah sistem ekonomi dimana pemerintah dominan dalam menjalankan kegiatan ekonomi. Berikut ini adalah contoh beberapa lembaga ekonomi dimana pemerintah adalah pemegang kekuasaan dalam lembaga tersebut, diantaranya adalah:
1.      BUMN (Badan Usaha Milik Negara)
Di Indonesia, definisi BUMN menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. BUMN dapat pula berupa perusahaan nirlaba yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup khalayak luas, baik dalam bentuk barang atau jasa. Sejak tahun 2001 seluruh entitas BUMN berada dibawah pengawasan dan pengelolaan Kementrian BUMN yang dipimpin oleh mentri BUMN. BUMN di Indonesia berbentuk perusahaan perseroan, perusahaan umum, dan perusahaan jawatan.
Ciri-ciri BUMN:
a.       Pemerintah menjadi pemilik badan usaha.
b.      Pengawasan kegiatan usaha dilakukan oleh pemerintah, baik langsung maupun lewat institusi terkait.
c.       Pemerintah memiliki kekuasaan yang absolut dalam menjalankan kegiatan usaha.
d.      Pemerintah berwenang menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan kegiatan usaha.
e.       Semua risiko yang terjadi sepenuhnya merupakan tanggung jawab pemerintah.
f.       Sebagai pengisi kas negara, karena merupakan salah satu sumber penghasil.
g.      Bertindak sebagai pelaksana pemerintah dalam memenuhi pertanggungjawaban hajat hidup masyarakat luas.
h.      Tidak ditujukan untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya, tetapi dibenarkan untuk memupuk keuntungan.
i.        Berfungsi sebagai alat pemerintah untuk mengadakan dan mengembangkan ekonomi negara.
j.        Dapat meningkatkan produktivitas, efektivitas, dan efisiensi serta terjaminnya prinsip-prinsip ekonomi.
k.      Modal seluruhnya dimiliki oleh negara dari kekayaan negara yang dipisahkan.
l.        Peranan pemerintah sebagai pemegang saham. Bila sahamnya dimiliki oleh masyarakat, besarnya tidak lebih dari 49%, sedangkan minimal 51% sahamnya dimiliki oleh negara.
m.    Pinjaman pemerintah dalam bentuk obligasi.
n.      Modal juga diperoleh dari bantuan luar negeri.
o.      Bila memperoleh keuntungan, maka dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat.
p.      Pinjaman kepada bank atau lembaga keuangan bukan bank.
Manfaat BUMN:
a.       Memberi kemudahan kepada masyarakat luas dalam memperoleh berbagai alat pemenuhan kebutuhan hidup yang berupa barang atau jasa.
b.      Membuka dan memperluas kesempatan kerja bagi penduduk angkatan kerja.
c.        Mencegah monopoli pasar atas barang dan jasa yang merupakan kebutuhan masyarakat banyak oleh sekelompok pengusaha swasta yang bermodal kuat.
d.      Meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi komoditi ekspor sebagai sumber devisa,baik migas maupun non migas.
e.       Menghimpun dana untuk mengisi kas negara ,yang selanjutnya dipergunakan untuk memajukan dan mengembangkan perekonomian negara.
f.       Memberikan pelayanan kepada masyarakat.

2.      Kementrian Perindustrian
Kementrian perindustrian atau disingkat KEMENPERIN RI adalah kementrian dalam pemerintah Indonesia yang membidangi urusan perindustrian. Kementrian Perinduatrian memiliki tugas pokok merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pengembangan perwilayahan industri. Kementrian Perindustrian berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Kementrian Peindustrian memiliki fungsi sebagai berikut:
a.       Perumusan kebijakan di bidang pengembangan perwilayahan industri termasuk penyiapan penetapan peta panduan pengembangan industri unggulan provinsi dan peta panduan pengembangan kompetensi inti industri kabupaten/kota serta pengembangan kawasan industri;
b.      Pelaksanaan kebijakan di bidang pengembangan perwilayahan industri;
c.       Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengembangan perwilayahan industri;
d.      Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengembangan perwilayahan industri; dan
e.       Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri.
3.      Kementrian Koordinator Perekonomian
Tugas dan fungsi kementrian koordinator perekonomian : sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2015 tentang Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan Kementerian dalam penyelenggaraan pemerintah di bidang perekonomian. 
Dalam pelaksanaan tugasnya, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mengkoordinasikan:
a.       Kementerian Keuangan
b.      Kementerian Perindustrian
c.       Kementerian Perdagangan
d.      Kementerian Pertanian
e.       Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
f.       Kementerian Tenaga Kerja
g.      Kementerian BUMN
h.      Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
i.        Kementerian Agraria dan Tata Ruang
j.        Kementerian Koperasi dan UKM
k.      Instansi lain yang dianggap perlu
4.      Kementrian Perdagangan
Kementrian perdagangan adalah kementrian dalam pemerintah Indonesia yang membidangi urusan perdagangan.Kementrian perdagangan mempunyai tugas menyelenggarakan urusan dibidang perdagangan dalam pemerintahan untuk membantu presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. dalam melaksanakan tugas, kementrian perdagangan menyelenggarakan fungsi:
a.       Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang perdagangan
b.      Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab kementrian perdagangan
c.       Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan kementrian perdagangan
d.      Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksaan urusan kementrian perdagangan didaerah
e.       Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional

D. KELEBIHAN DAN KEBURUKAN SISTEM EKONOMI SOSIALIS

1.      Kelebihan Sistem Ekonomi Sosialis
a)      Disediakannya kebutuhan pokok
Setiap warga negara disediakan kebutuhan pokoknya, termasuk makanan/minuman, pakaian, rumah, kemudahan fasilitas kesehatan, serta tempat tinggal dan lain-lain. Setiap orang disediakan oleh negara untuk mendapatkan pekerjaan yang telah ditentukan oleh negara, sedangkan orang-orang tua, serta orang yang cacat fisik dan mental berada dalam perawatan dan pengawasan negara.
Keadaan ini terjadi karena negaramerasa memiliki sepenuhnya rakyat. Kebutuhan-kebutuhan dasar masyarakat dipenuhi secara langsung oleh negara. Negara berhak mendapatkan kompensasi dari semua apa yang diberikan oleh rakyat. Kebijakan ini yang telah menyebabkan negara mempunyai legitimasi untuk mengatur dan mengawasi rakyat dalam kegiatan sehari-hari.
b)      Didasarkan perencanaan negara
Semua pekerjaan dilaksanakan berdasarkan perencanaan negara yang sempurna di antara produksi dengan penggunaannya. Dengan demikian masalah kelebihan atau kekurangn atau kekurangan produksi seperti yang berlaku dalam sistem ekonomi kapitalis tidak akan terjadi.
Karena perencanaan diatur oleh negara, maka kebijakan ini lebih terfokus pada penangganan ekonomi pada tingkat nasional. Segala masalah daerah direduksi menjadi masalah nasional sehingga kadang spesifikasi masalah daerah disamaratakan dengan masalah daerah lain. kebijakan yang terpusat mempunyai kelebihan, di antaranya lebih cepat menangani masalah di daerah dan lebih hemat dalam aspek pembiayaan.
c)      Produksi dikelola oleh negara
Semua bentuk produksi dimiliki dan dikelola oleh negara, sedangkan keuntungan yang diperoleh akan digunakan kepentingan-kepentingan negara. Misalnya, untuk memenuhi sarana dan prasarana ekonomi rakyat semacam makan, pendidikan, kesehatan. Demikian juga negara mengatur proses perdagangan luar neger yang berupa penyediaan valuta asing, menyediakan dan merawat alat-alat perang dan sebagainya.
Tetapi, bukan berarti semua sarana masyarakat tersebut dikelola malalui distribusi yang adil oleh pemerintah. Pemerintah sosialis lebih memfokuskan pada penyediaan sarana produksi yang berhubungan dengan kepentingan negara. Oleh karena itu, penyediaan sarana produksi tidak akan pernah adil karena lebih memprioritaskan kepentingan-kepentingan negara –yang belum pasti sesuai dengna kepentingan rakyat--, yang dianggap urgen bagi keberlangsungan kedaulatan negara.
2.      Keburukan Sistem Ekonomi Sosialis
a)      Sulit melakukan transaksi
Tawar-menawar sangat sukar dilakukan oleh individu yang terpaksa mengorbankan kebebasan pribadinya dan hak terhadap harta milik pribadi hanya untuk mendapatkan makanan. Sektor pertanian, perkebunan, perikanan dan lain sebagainya semua dikelola oleh negara. Proses dari keberadaan output produksi juga diatur oleh negara, maka transaksi yang dilakukan oleh masyarakat bisa melanggar hukum.
Jual beli sangat terbatas dalam masyarakat sosialis, demikian pula masalah harga ditentukan oleh pemerintah. Oleh karena itu, stabilitaas perekonomian negara sosialis lebih disebabkan tingkat harga ditentukan oleh negara, bukan ditentukan oleh mekanisme pasar.          
b)      Membatasi kebebasan
Sistem sosialisme menolak sepenuhnya sifat mementingkan diri sendiri, mementingkan kepentingan golongan. Kepentingan-kepentingan itu akan tumbuh bila ada ruang yang tersedia bagi masyarakat untuk mengaktualisasikan. Keinginannya, dan kebutuhannya secara bebas, tetapi, dalam sistem sosialis kebebasan manusia sangat terbatas. Bukan saja tidak ada hak untuk berkumpul dan berserikat, untul melakukan aktivitas yang berhubungan kepentingan pribadi saja sangat terbatas.
Sistem sosialis telah membelenggu kehidupan masyarakat dikondisikan untuk berhadapan dengan pola kerja yang sama dari hari ke hari. Hal ini kurang memberi peluang bagi masyarakat untuk bisa memperluas wacana hidupnya. Maka timbul stigma dalam pemahaman  hidup masyarakat sosialis, bahwa kesejahteraan terjadi bila semua aktivitas dilakukan hanya untuk negara. Keadaan ini dikarenakan dominasi negara diseluruh bidang produksi sehingga menjadi masyarakat beranggapan bahwa hakekat hidup dapat ia dapatkan dengan meningkatkan produktivitas.
c)      Mengabaikan pendidikan moral
Dalamsistem ini semua kegiatan diambil aih untuk mencapai tujuan ekonomi, sementara pendidikan moral individu diabaikan. Dengan demikian, apabila pencapaian kepuasan kebendaan menjadi tujuan utama dan nilai-nilai moral tidak diperhatikan lagi.
Pendidikan sosialis menjadikan masyarakat untuk berpikir pragmatis, pola pemenuhan batiniahnya pun dalam paket pendidikan materilistis. Tiada penentu utama kesejahteraan individu, kecuali dengan berpikir relistis. Pengaruh pemahaman ateis dalam lingkup kehidupan masyarakat yang berkolaborasi dengan pemujaan pada optimalisasi produksi menjadikan pemahaman pengetahuan didasarkan atas konsep materialisme, sebagaimana pengalaman kapitalis, sosialisme cenderung akan menfokuskan pada optimalisasi produksi guna memenuhi target ekonomi yang telah direncanakan.
E. Kesimpulan
1.      Sistem ekonomi sosialis adalahsuatu pola institusional dimana kontrol terhadap sarana produksi dan produksi itu sendiri tetap berada pada pemerintah pusat.
2.      Ciri – ciri sistem ekonomi sosialis antara lain :
a. Pemilikan harta oleh negara
b. Kesamaan ekonomi
c. Disiplin politik
3.      Lembaga – lembaga dari sistem ekonomi sosialis antara lain :
a. BUMN (Badan Usaha Milik Negara)
b. Kementrian Perindustrian
c. Kementrian Koordinator Perekonomian
d. Kementrian perdagangan
4.      Kelebihan dari sistem ekonomi sosialis adalah :
a. Disediakannya kebutuhan pokok
b. Didasarkan perencanaan negara
c. Produksi dikelola negara
5.      Keburukan sistem ekonomi sosialis adalah :
a. Sulit melakukan transaksi
b. Membatasi kebebasan
c. Mengabaikan pendidikan moral












BAB 6
KRITIK ATAS SISTEM EKONOMI PEMBANGUNAN

A.  Ekonomi Pembangunan.

Menurut Torado, ekonomi pembangunan berkaitan dengan mekanisme ekonomi, sosial dan institusional, baik di sektor pemerintahan maupun swasta, untuk menciptakan perbaikan-perbaikan yang luas dan cepat dalam taraf kehidupan masyarakat miskin. Ekonomi pembangunan dengan demikian berkaitan dengan perubahan struktural dan isntitusional yang cepat dan meliputi seluruh masyarakat, supaya hasil-hasil pembangunan bisa dilaksanakan dengan cara yang paling efisien untuk dibagikan kepada rakyat banyak.
Ekonomi pembangunan menekankan peran pemerintah dalam membuat perencanaan ekonomi yang terkoordinir, yang didasarkan pada dukungan yang luas, baik dari dalam maupun luar negeri.[12]Ekonomi pembangunan syariah adalah konsep yang mempelajari dan menganalisis proses pembangunan dan faktor-faktor yang memengaruhinya.[13]

B.  Krisis Negara Kesejahteraan.

1.    Definisi Kesejahteraan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kesejahteraan merujuk pada situasi yang aman, sentosa dan akur. Aman berarti bebas dari dari bahaya dan gangguan. Hidup yang aman menandakan suatu kehidupan yang terbebas dari rasa takut dan khawatir. Sentosa diartikan sebagai keadaan yang terbebas dari dari segala kesukaran dan bencana. Sehingga, hidup yang sentosa adalah hidup dalam suasana aman, damai dan tidak ada kekacauan. Sedangkan makmur menandakan situasi kehidupan yang serba kecukupan dan tidak kekurangan, sehingga semua kebutuhan dalam hidupnya terpenuhi.
Selain itu, ada banyak penafsiran sendiri-sendiri mengenai kesejahteraan ada yang menekankan dari sisi ekonomi, aspek sosial dan sisi spiritual. Dari sisi ekonomi, orang dikatakan sejahtera apabila memiliki pendapatan dan kekayaan yang melimpah. Dari aspek sosial, seseorang dikatakan sejahtera apabila seseorang itu memiliki eksistensi dalam masyarakat sehingga bisa berinteraksi secara bebas dengan orang lain. Sedangkan dari sisi spiritual, kesejahteraan tidak hanya terkait semata-mata dengan ukuran melimpahnya kekayaan material atau ketinggian status sosial, tetapi ditentukan oleh derajat pemaknaan batiniah seseorang terhadap kekayaan tersebut.[14]
Kesejahteraan umum terpenuhi bila memenuhi dua syarat sekaligus. Pertama, terjaminya pemenuhan kebutuhan primer sehingga semua warga negara secara minimal bisa hidup secara layak. Kedua, tersedianya kesempatan bagi semua warga negara untuk meraih kehidupan yang lebih baik diatas kehidupan primer. Syarat pertama dimaksudkan agar tidak ada warga negara yang hidupnya terlantar (kebutuhan primer terpenuhi) dan, syarat kedua memberikan peluang kepada mereka yang mampu untuk meraih kehidupan yang lebih baik lagi (diatas kebutuhan primer).[15]

2.    Konsep Kesejahteraan

Dengan adanya pertumbuhan ekonomi, diharapkan akan lahir kesejahteraan. Namun kesejahteraan yang hakiki akan lahir melalui proses sinergisitas antara pertumbuhan ekonomi dan distribusi, agar growthwithequity betul-betul dapat direalisasikan. Konsep kesejahteraan ini memiliki empat indikator utama yaitu :
a.    Sistem nilai islami.
b.    Kekuatan ekonomi (industri dan perdagangan).
c.    Pemenuhan kebutuhan dasarvdan sistem distribusi.
d.   Keamanan dan ketertiban sosial.
Keempat indikator tersebut adalah sistem nilai islami, kekuatan ekonomi disektorrill (industri dan perdagangan), pemenuhan kebutuhan dasar dan sistem distribusi, serta keamanan dan ketertiban sosisal.[16]
Pada indikator pertama, kesejahteraan adalah ketika nilai ajaran islam menjadi panglima dalam kehidupan perekonomian suatu bangsa. Kesejahteraan sejati tidak akan pernah bisa diraih jika kita menentang aturanAllah Swt. Justru menjadi sumber penyebab hilangnya kesejahteraan dan keberkahan hidup manusia.
Indikator kedua, inti dari kegiatan ekonomi terletak pada sektor riil. Sektor inilah yang menyerap angkatan kerja paling banyak dan menjadi inti dari ekonomi syariah. Indikator ketiga adalah pemenuhan kebutuhan dasar dan sistem distribusi. sistem distribusi ekonomi memegang peranan penting dalam menentukan kualitas kesejahteraan. Islam mengajarkan bahwa sistem distribusi yang baik adalah sistem distribusi yang mampu menjamin rendahnya angka kemiskinan dan kesenjangan, serta menjamin bahwa perputaran roda perekonomian bisa dinikmati semua lapisan masyarakat tanpa kecuali.
Pada indikator keempat, kesejahteraan diukur oleh aspek keamanan dan ketertiban sosial. Masyarakat disebut sejahtera apabila friksi dan konflik destruktif antara kelompok dan golongan dalam masyarakat bisa dicegah dan diminimalisir. Tidak mungkin kesejahteraan dapat diraih melalui rasa takut dan tidak aman.
Kesejahteraan sebagai tujuan utama pembangunan dapat diraih apabila aspek kedaulatan ekonomi dan tata kelola perekonomian yang baik dapat diwujudkan secara nyata. Karena itu, membangun kedaulatan ekonomi dan tata kelola perekonomian yang baik, merupakan prasyarat utama bagi tercapainya kondisi kesejahteraan masyarakat dan bangsa.[17]
Kedaulatan ekonomi adalah hal yang sangat esensisaldan fundamental bagi setiap bangsa. Kedaulatan ekonomi sangat menentukan kedaulatan bangsa, apakah bangsa tersebut akan dengan mudah didikte oleh kepentingan asing atau tidak. Jalan untuk menegakkan kedaulatan ekonomi ini, tidak lain adalah melalui kebijakan ekonomi yang berbasis maslahah.
Aspek kedua yang dapat mengakselerasi terwujudnya kesejahteraan adalah aspek tata kelola perekonomian. Tata kelola ini merupakan variabel yang sangat penting, karena ia terkait bagaimana mengelola sebuah perekonomian. Tata kelola perekonomian yang baik mensyaratkan adanya keterbukaan. Masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan harus memiliki ruang untuk mengakses beragam informasi yang relevan, serta memberikan masukan dan saran bagi perbaikan kinerja perekonomian.

3.        Definisi Negara Kesejahteraan

Merujuk pada Spicker(1995), Midgley, Tracy dan Livermore (2000), Thompson(2005), Suharto (2005). Pengertian negara kesejahteraan sedikitnya mengandung empat makna, antara lain :
a.    Sebagai kondisi kesejateraan(wells being).Pengertian ini biasanya menunjuk pada istilah kesejahteraan sosial (sosial welfare) sebagai kondisi terpenuhinya kebutuhan materi dan non-material. Midgley, etalmendefenisikankesejateraan sosial sebagai “...a conditionor State of human wellbeing.” Kondisi sejahtera terjadi manakala kehidupan manusia aman dan bahagia karena kebutuhan dasar akan gizi, kesehatan, pendidikan, tempat tinggal dan pendapatan yang terpenuhi. Serta manakala manusia memperoleh perlindungan dan resik-resiko utama yang mengancam kehidupannya.
b.    Sebagai pelayanan sosial.Di Inggris, Australia dan Selandia Baru.Pelayanan sosial umunya mencangkup lima bentuk, yakni jaminan sosial (sosial security), pelayanan kesehatan, pendidikan, perumahan dan pelayanan sosial personal.
c.    Sebagai tunjangan sosial, yang khususnya di Amerika Serikat, diberikan kepada orang miskin. Karena sebagian besar penerima welfareadalah orang-orang miskin, cacat, penganggur, keadaan ini kemudian menimbulkan konotasi negatif pada istilah kesejateraan, seperti kemiskinan, kemalasan, ketergantungan.
d.   Sebagai proses atau usaha terencana yang dilakukan oleh perorangan, lembaga-lembaga sosial, masyarakat maupun badan-badan pemerintah untuk meningkatkan kualitas kehidupan (pengertian pertama) melalui pemberian pelayanan sosial (pengertian kedua)pada pengertian yang ketiga dan tunjangan sosial (pengertian ketiga).
Pengertian tentang kesejahteraan negara tidak dapat dilepaskan dari empat definisi yang diatas. Secara substansial, kesejahteraan negara mencangkup pengertian yang pertama, kedua dan keempat, dan ingin menghapus citra negatif yang ketiga. Dalam garis besar, kesejahteraan negara menunjuk pada sebuah model ideal pembangunan yang difokuskan pada peningkatan kesejateraan melalui pelayanan sosial secara universal dan komprehensif kepada warganya.
Di Inggris, konsep welfarestatedipahami sebagai alternatif terhadap thePoor Law yang kerap menimbulkan stigma, karena hanya ditunjukkan untuk memberi bantuan bagi orang-orang miskin. Berbeda dengan sistem perlindungan sosial. Berbeda dengan sistem dalam thePoorLaw, kesejahteraan negara difokuskan pada pada penyelanggaraan sistem perlindungan sosial yangaa melembaga bagi setiap orang sebagai cerminan dari adanya hak kewarnegaraan(rights of citizenship), di satu pihak, dan kewajiban negara (stateobligation), di pihak lain. Kesejahteraan negara ditunjukkan untuk menyediakan pelayanan-pelayanan sosial bagi seluruh penduduk-orang tua dan anak-anak, pria, dan wanita, kaya dan miskin, sebaik dan sedapat mungkin. Ia berupaya untuk menintegrasikan sistem sumber dan menyelenggarakan jaringan pelayanan yang dapat memelihara dan meningkatkan kesejahteraan (wells being) warga negara secara adil dan berkelanjutan.
Negara kesejahteraan sangat erat kaitannya dengan kebijakan sosial (Social policy) yang banyak negara mencangkup strategi dan upaya-upaya pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan warganya, terutama melalui perlindungan sosial yang mencangkup jaminan sosial (baik berbentuk bantuan sosial dan asuransi sosial).[18]

4.    Krisis Negara Kesejahteraan.

Didunia ini terbagi dalam beberapa daerah dalam melaksanakan pembangunannya, secara umum akan dijumpai tiga kawasan. Pertama, kawasan negara-negara yang melaksanakan pembangunannya dengan sistem kapitalisme berkombinasi dengan pelaksanaan sistem walfarestate. Negara-negara ini adalah negara-negara industri maju, yang pamornya sedang naik sekarang. Kedua, kawasan negara-negara yang melaksanakan sistem sosialis dengan variasinya. Negara-negara ini sedang mengalami krisis sekarang. Ketiga, kawasan negara-negara di Dunia ketiga yang menggunakan berbagai model campuran dalam melaksanakan pembangunannya.
a.    Krisis Negara Sistem Sosisalis.
Krisis yang paling mencolok, dialami oleh negara-negara yang menganut sistem sosialis. Dimulai dari Uni Soviet pada akhir tahun 1980-an, krisis ini berlanjut ke negara-negara di Eropa Timur, sementara Cina masih tetap bertahan dengan cara melakukan perubahan-perubahan sebelum krisis terjadi.
Krisis yang terjadi di negara-negara sosialis ini pada umumnya berkisar di sekitar masalah pertumbuhan ekonomi. Sistem sosialis yang ada tampaknya gagal mendorong berkembangnya faktor produksi dalam perekonomiannya, sementara birokrasi pemerintahan makin membengkak.
Cina berhasil mengelakkan diri dari perubahan sistem politiknya, tetapi sosialisme yang dipertahankan sudah mengalami banyak perubahan, sehingga sulit dikatakan bahwa sistem tersebut masih bernama sosialis. Ekonomi pasar diperkenalkan, persaingan untuk memiliki kekayaan digalakkan (meskipun masih tetap terkendali), modal luar negeri dari negara-negara kapitalis dibiarkan masuk, dan sebagainya. Dengan adanya perubahan-perubahan ini, produktivitas berhasil ditingkatkan. Tetapi, memang bersamaan dengan itu muncul kaum borjuasi yang menguasai alat produksi secara pribadi dan kaum buruh yang menjual tenaga kerjannya.
b.    Krisis Sistem Kapitalisme kombinasi sistem walfarestate.
Dinegara-negara Barat, negara yang menganut sistem kapitalis yang sudah diperlunak melalui sistem welfarestate, yang katanya sedang berjaya? Tampaknya krisis juga melanda negara-negara ini, meskipun tidak separah negara-negara sosialis.
Seperti yang dikatakan oleh Hette, persoalan utama di negara-negara ini adalah pengangguran, meski pertumbuhan ekonomi tinggi. Negara-negara industri maju ini masih terus mengalami krisis, terutama dalam menciptakan lapangan kerja yang memadai. Akibatnya, dana tunjangan sosial membengkak. Kalau tunjangan sosial yang membebani negara ini dipotong, sebuah gelombang tindakan kriminal, kekerasan politik, rasialisme dan neo-fasisme akan bermunculan serta menimbulkan kebingungan, sementara pemerintah tidak berdaya untuk menanganinnya.
Rifkin menggambarkan persoalan yang sedang melanda salah satu negara yang paling maju didunia, Amerika Serikat. Di negara ini, persoalan yang muncul adalah :
1.    Membengkaknya kemiskinan dikota.
2.    Meningkatnya pemakaian narkotika.
3.    Meningkatnya jumlah kejahatan.
4.    Meningkatnya utang pemerintah.
5.    Kerusakan lingkungan.
Semua ini sedikit banyak menunjukan bahwa ada yang salah dalam konsep pembangunan kapitalisme dengan sistem welfarestate ini.
c.    Krisis yang dialami negara dengan model ekonomi campuran.
Krisis yang dialami oleh Negara-negara dunia ketiga lain lagi bentuknya. Di krisis kawasan ini bersifat multi kompleks. Bukan saja masalah kesenjangan antara kaya dan miskin yang dihadapi, melainkan juga benturan-benturan agama dan rasial. Ditambah lagi masalah utang yang semakin membengkak, serta kegagalan untuk berperan secara berarti dalam persaingan ekonomi di pasar dunia.
Kesulitan ekonomi tidak hanya berhenti pada masalah pengangguran dan kemiskinan (seperti yang terjadi pada negara-negara industri maju), tetapi bergerak sampai pada masalah kelaparan yang dramatis, seperti yang terjadi di negara-negara Afrika. Masalah konflik rasial berkembang sampai pada kasus-kasus pembunuhan sistematik untuk menghilangkan kelompok ras tertentu.
Dari hal-hal diatas mendorong munculnya konsep Negara Kesejahteraan (welfarestate). Konsep Negara Kesejahteraan ini bertujuan untuk menciptakan keadilan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Negara Kesejahteraan (welfarestate) merupakan langkah maju dari Kapitalisme. Konsep Negara Kesejahteraan digagas sebagai salah satu alternatif dari pertarungan ideologi abad ke-20 yakni antara Kapitalisme dan Sosialisme yang telah berdampak pada miliaran umat manusia.[19]

5.    Kekeliruan Penanganan Kemiskinan.

Probelem utama di negara berkembang adalah kemiskinan. Bank Dunia mencatat bahwa setengah dari populasi dunia hidup dengan pendapatan di bawah US$2 perhari. Bagi Amartya Sen, kemiskinan bukan saja dikarenakan tidak adanya sumber-sumber itu. Kelaparan terjadi seringkali bukan karena tidak cukupnya makanan di wilayah itu, melainkan karena orang miskin tidak memiliki hak atau tidak diperbolehkan untuk memakan makanan yang ada di sana.
Pertanyaan: Apakah sistem kesejahteraan negara dapat menghilangkan kemiskinan?, Mengapa di negara yang meneerapkanwelfarestatemasih ditemukanadanya orang miskin?, Kemiskinan tidak dapat dihapuskan hanya dengan perlindungan sosial. Selain itu, sebagaimana pernyataan Spicker, sistem kesejahteraan negara tidak dirancang untuk orang miskin. Melainkan, sistem ini dibuat untuk mencegah menjadi orang miskin. Karena tidak efektif dan menimbulkan stigma bagi penerimanya.[20]
Merancang dan mengembangkan program penanggulangan kemiskinan dan pengangguran harus benar-benar efektif. Menurut Profesor David T Ellwood, Dekan Harvard Kennedy School dalam PresedentialLecture di Istana Negara 15 September 2010 ada empat syarat untuk menjamin penciptaan lapangan pekerjaan  dan penghapusan kemiskinan, yaitu ekonomi yang kuat, keunggulan komparatif jangka panjang, kelembagaan dan pemerintahan yang kuat dan efektif, serta program bagi kaum miskin yang dirancang dengan seksama.
Berbagai program penanggulangan kemiskinan seringkali tidak berjalan efektif, karena adanya sejumlah kekeliruan cara pandang perancang pembangunan dalam memahami kemiskinan. Terdapat bukti yang menunjukkan, program penanggulangan kemiskinan yang dimaksudkan untuk merangsang perkembangan kegiatan produktif keluarga miskin, dan akibat tidak didukung oleh kesiapan basis sosial masyarakat miskin secara merata.  Di Indonesia kebutuhan sistem produksi mendapat tempat yang lebih utama daripada kebutuhan masyarakat.
Program pengentasan kemiskinan di Indonesia lebih banyak berorientasi pada peningkatan produksi daripada bertujuan untuk mendistribusikan kesejahteraan. Paket bantuan permodalan dan bantuan teknologi yang diberikan pemerintah meski dimaksudkan untuk mendongkrak pendapatan masyarakat miskin. Namun dibalik itu maksud yang sesungguhnya adalah untuk meningkatkan produksi demi kepentingan ekspor dan peraihan devisa.
Upaya untuk menanggulangi kemiskinan yang efektif, meningkatkan posisi bargainingpenduduk miskin terhadap semua bentuk eksploitasi dan superordinasi. Prasyarat yang lain adalah peluang-peluang sosial (socialopportunities) yang benar-benar memihak masyarakat miskin dan kesadaran dari para perencana pembangunan serta elit politik memahami persoalan kemiskinan tanpa harus terkontaminasi oleh kepentingan politik praktis.[21]

C.  Inkosistensi Ekonomi Pembangunan.

1.    Fase Ekonomi Pembangunan.

Ekonomi pembangunan telah mengalami tiga fase yang berbeda. Pertama, fase ekonomi pembangunan kuno yang telah dikembangkan oleh para ekonom klasik yang menjelaskan pertumbuhan jangka panjang dalam kerangka kerja kapitalisme laissezfaire. Kedua, fase perpindahan dari ekonomi liberal klasik dan ekonomi neoklasik yang memperkecil ketergantungan pada peran pasar dan pemerintah dalam ekonomi. Fase ini tergantung pada strategi keynesian dan sosialis, sampai terjadi kebangkitan kembali ekonomi Nio-liberallisme dan neo-klasik.
Ketiga, fase antikeuasangan dan pro pada kebebasan pasar. Fase ini diawali dengan adanya pandangan bahwa dominasi negara dalam perekonomian dalam mendatangkan problem, terutama dalam penggunaan sumber daya yang tidak efisien, ketidakseimbangan ekonomi makro dan eksternal, ketidakmerataan kekayaan dan pedapatan, serta kesenjangan sosial. Meski dipandang berguna oleh para pendukungnya, namun beberapa kalangan meragukan legitimasi disiplin ini.
Ekonomi pembangunan tidak memiliki identitas sendiri karena merupakan cabang dari tiga aliran utama ekonomi, yaitu neoklasik, keynesian dan sosialis, dimana ketiganya memiliki akar dalam pandangan barat. Pendekatan mengenai realisasi manusia dan analisis persoalan selalu berdasarkan sekularisme. Pandangannya lebih menekankan pada konsumsi dan kepemilikan materi sebagai sumber kebahagiaan manusia dengan mengabaikan peran nilai-nilai moral dalam reformasi sosial dan pembangunan, serta terlalu menekankan peran pasar dan negara. Sistem ini tidak memiliki komitmen terhadap persaudaraan dan keadilan sosio-ekonomi, serta tidak memiliki mekanisme filter dan nilai moral yang disepakati secara sosial. Faslsafah yang dipengang adalah materialisme dan darwinisme sosial sehingga tidak ada motivasi melayani kepentingan sosial kecuali terdapat kepentingan individu.
Dengan pendekatan neo-klasikal yang bebas nilai, maka Ekonomi Pembangunan juga dianggap tidak efektif dan telah Gag, karena tidak dapat merealisasikan pemerataan berdasarkan nilai-nilai yang disepakati secara sosial,tidak memiliki motivasi, serta tidak dapat melakukan retruksisasi ekonomi. Ini hanya efektif jika tetap dapat melayani setiap orang yang merupakan faktor terpenting untuk mendorong inisiatif dan efisiensi. Dengan pendekatan ekonomi yang berbau sosialis-Darwinis disertai dengan etnosentris, sosialisme telah menamkan benih pesimisme mengani prospek pembangunan dengan menilai bahwa kemiskinan, keterbelakangan, dan pengusaan secara politik disebabkan oleh inferioritas mental, ras maupun kultur.        
Terdensi kaum sosialis dalam Ekonomi Pembangunan tidak mereflesikan keprihatinan atas pemerataan, tetapi hanya mereflesikan keinginan mempercepat pertumbuhan melalui penggunaan perencanaan dan kekuasaan negara dengan komitmen yang lebih besar pada Darwinisme sosial daripada ekonomi neo-klasik. Sosialisme dalam dunia ketiga hanya disamakan dengan perencanaan yang mengandung konotasi suatu komitmen kepada nasionalisme.[22]

2.    Trap Teori Ekonomi Pembangunan Barat.

Pada awal kelahirannya, teori-teori ekonomi pembangunan konvensional telah mengabaikan peran penting ilmu pengetahuan sebagai salah satu faktor penting penyebab terjadinya pembangunan ekonomi umat. Sebagai penggagas teori pembangunan ekonomi, Harrod (1939) dalam artikelnya “An Essay in Dynamic Theory” yang dipublikasikan dalam Economic Journal telah mengabaikan peran ilmu pengetahuan dalam teori pertumbuhan ekonominya. Hal yang sama juga dapat kita jumpai dalam tulisan Domar (1946) dengan judul “Capital Expansion, Rate of Growth, and Employment” yang dipublikasikan dalam Jurnal Econometrica.
Teori-teori mereka, yang kemudian, dikenal dengan teori pertumbuhan ekonomi “Harrod-Domar” hanya melihat tabungan dan modal per-output (saving and capital per output) sebagai dua faktor penting dalam pertumbuhan ekonomi. semakin tinggi tingkat tabungan sebuah negara maka akan semakin maju negara tersebut, dan sebaliknya, semakin banyak jumlah penduduk sebuah negara maka semakin miskin negara itu.
Bila sekilas-lintas merujuk pada teori-teori pembangunan ekonomi di atas dan kaitannya dengan realitas sekarang, maka teori mereka tersebut jelas berada jauh dari nilai-nilai kebenaran. Dengan kata lain, untuk mengukur pertumbuhan ekonomi tidaklah memadai dengan hanya mengukur pertumbuhan modal fisik dan jumlah penduduk (tenaga kerja) semata, pasti ada faktor lain, yang telah terabaikan, yang sangat menentukan pertumbuhan ekonomi negara. 
Dapat kita melihat implikasi teori pertumbuhan ekonomi di atas, secara implisit, para ahli ekonomi barat jelas telah menjebak negara-nagara Muslim yang mayoritas kurang memiliki modal yang memadai untuk membangun ekonomi negaranya, agar berhutang pada negara maju. Tujuan negara maju untuk mengelabui negara miskin terlihat dari beberapa hasil kajian ilmiah yang dilakukan para ahli ekonomi barat di negara-negara miskin yang menemukan bahwa kemunduran negara-negara miskin adalah mutlak disebabkan oleh kekurangan modal yang mereka miliki. Sehingga dalam membangun ekonomi negara, mereka merekomendasikan kepada negara-negara miskin agar mendapatkan modal yang memadai, tentunya, dengan berhutang pada negara-negara maju.
Perlu kita sadari bahwa kalaulah negara-negara Muslim telah membiayai pembangunan ekonomi mereka dengan bermodalkan hutang dari negara-negara maju, maka secara tidak langsung kita telah dengan sengaja mengundang campur tangan negara asing untuk mengatur pembangunan ekonomi negara kita. Karena diakui atau tidak, bila pembangunan ekonomi negara telah ditopang dengan hutang luar negeri. Pengaruh negatif membiayai pembangunan negara dengan berhutang pada negara lain dapat kita saksikan di Indonesia, sampai hari ini pun masih kucar-kacir membebaskan perekonomiannya dari pengaruh campur tangan negara-negara asing.
Setelah mengidentifikasi jebakan para ahli ekonomi barat melalui teori pertumbuhan ekonominya, seperti dijelaskan di atas, maka sudah seharusnya umat Islam bertindak lebih hati-hati dalam mengatur kebijakan pembangunan ekonomi negara dengan berusaha semaksimal mungkin untuk tidak membiayai pembangunan ekonomi yang bersumber dari hutang negara-negara maju.
Kalaupun negara-negara Muslim terpaksa berhutang, hendaklah hutang itu dipinjami dari sumber-sumber yang bebas riba, dan untuk itu, alternatif wadah Dana Moneter Islam Internasional (Islamic International Monetary Funds, IIMF) menjadi solusi yang tepat. Negara-negara Muslim di dunia dihimbau sebaiknya segera menyelenggarakan Konferensi Internasional untuk membahas agenda penyelesaian krisis moneter melalui pembentukan lembaga bersama yang disebut International Monetary Funds (IMF) yang berfungsi sebagai institusi peminjam modal yang bebas riba.
Selanjutnya, kegagalan teori pembangunan dalam mengidentifikasi indikator penting penyebab berlakunya pembangunan ekonomi dunia telah dikritik oleh Mankiw, Romer, dan Weil (1992) dalam artikelnya, “A Contribution to the Empirics of Economic Growth” yang dipublikasikan dalam Quarterly Journal of Economics dengan mengatakan bahwa sungguh dhaif dan sangat tidak realistik asumsi-asumsi teori pertumbuhan ekonomi terdahulu, seperti asumsi hanya satu barang tersedia dalam negara, mengabaikan peran pemerintah, pertumbuhan tenaga kerja, depresiasi, dan perkembangan teknologi.
 Untuk merevisi kelemahan teori terdahulu, mereka telah memasukkan teknologi dan modal manusia (human capital) di samping modal fisik (physical capital) sebagai faktor penting penentu pembangunan ekonomi dalam teori pertumbuhan ekonomi baru mereka. Modal manusia, menurut mereka, termasuklah pendidikan keahlian buruh, kekuatan hak kepemilikan, kualitas infrastruktur, dan sikap budaya terhadap entrepreneurship dan kerja. Teori mereka ini, kemudian, dikenal dengan teori “Beyond Solow” yang telah memperkenalkan ilmu pengetahuan sebagai salah satu faktor penting penyebab terjadinya pembangunan ekonomi negara di samping faktor modal fisik, buruh, dan teknologi.
Alasan kenapa mereka memasukkan ilmu pengetahuan sebagai salah satu faktor penting penentu pembangunan ekonomi, seperti dikatakan oleh Romer (1996) dalam bukunya “Advanced Macroeconomics” bahwa ilmu pengetahuan sangat berguna untuk menghasilkan ilmu pengetahuan yang baru sebagai faktor utama penentu pembangunan ekonomi negara. Karena tatkala proses akumulasi ilmu pengetahuan dimulai, ekonomi akan bergerak ke arah pertumbuhan yang berkelanjutan.
 Mereka juga mengakui bahwa ilmu pengetahuan adalah bersifat “non-rival” dimana penggunaan sebahagian ilmu pengetahuan pada waktu dan untuk kegunaan tertentu oleh seseorang tidak akan menghalang orang lain untuk menggunakan ilmu pengetahuan yang sama. Ilmu pengetahuan juga merupakan satu-satunya faktor produksi yang tidak pernah berkurang (deminishing return).
Dengan dimasukkannya ilmu pengetahuan (teknologi) sebagai salah satu faktor penting untuk mengukur pembangunan ekonomi negara, maka perbedaan pertumbuhan ekonomi dalam sebuah negara dari masa ke masa kini telah berhasil diukur. Perkembangan ilmu pengetahuan didapati sebagai penyebab utama kenapa standar hidup dan pertumbuhan ekonomi negara jauh lebih baik pada masa sekarang dibandingkan dengan masa silam.
 Alasan lain kenapa perbedaan pembangunan ekonomi antar negara terjadi bukan akibat perbedaan pemilikan teknologi adalah disebabkan oleh sifat teknologi itu sendiri yang dapat dipindahkan (transferable) dari satu tempat (negara) ke tempat lain. Negara-negara miskin yang tidak memiliki teknologi terkini, tentunya, dapat mendatangkannya dari negara-negara maju. Walaupun secara teoritis demikian, namun realitas menunjukkan bahwa negara miskin tetap miskin dan bahkan menjadi lebih papa, sementara itu negara maju semakin maju. Realitas ini telah mendorong para ahli ekonomi barat untuk memeras otaknya kembali mencari jawaban yang sesungguhnya apa penyebab terjadinya perbedaan pertumbuhan ekonomi antar negara.[23]

3.    Rahmat Ilahi dan Pembangunan Ekonomi.

Setelah melakukan riset lanjutan, Mankiw, Romer, dan Weil (1992) dan Romer (1996) barulah menemukan jawaban yang hampir pasti kenapa pertumbuhan ekonomi antar negara berbeda. Mereka berkesimpulan bahwa tarjadinya perbedaan pertumbuhan ekonomi antar negara maju dengan negara miskin bukanlah disebabkan oleh ketidakberdayaan negara miskin untuk mengakses teknologi dari negara maju, tetapi semata-mata disebabkan oleh kebodohan orang-orang (human capital incapability) yang berdomisili di negara-negara miskin untuk menggunakan teknologi.
Mereka lupa bahwa faktor rahmat Allah SWT, di samping ilmu pengetahuan untuk menguasai teknologi adalah merupakan faktor yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi umat. Karena tanpa mendapati rahmat Allah SWT, maka sangatlah susah dan bahkan mustahil bagi kita untuk dapat membangun ekonomi negara. Singkatnya, perbedaan penguasaan ilmu pengetahuan untuk mengoperasikan mesin-mesin teknologi dan rahmat Allah SWT adalah penyebab utama berbedanya pertumbuhan ekonomi antar negara.
Penguasaan ilmu pengetahuan dan rahmat Allah SWT merupakan “driving force” pertumbuhan ekonomi negara. Oleh karena itu, terbatasnya keahlian dan ilmu pengetahuan negaranegara miskin untuk mengoperasikan mesin-mesin berteknologi tinggi, teknologi komunikasi dan informasi (Information and Communication Technology, ICT) adalah merupakan faktor utama penyebab negara miskin terus terperangkap dalam kemiskinan, sementara itu negara maju terus mempergunakan kelemahan negara-negara miskin untuk memperkaya diri mereka. Sudah masanya umat Islam harus menguasai semua bidang kehidupan, karena bukanlah perkara mudah untuk membangun ekonomi secara komprehensif, adil, dan berkelanjutan tanpa memiliki kemampuan untuk mengoperasikan dan bahkan menguasai mesin-mesin teknologi canggih.[24]
D. Kesimpulan
Dalam ilmu ekonomi pembangunan yang menjadi persoalan adalah bagaimana upaya pengambilan keputusan dapat mensejahterakan seluruh masyarakat. Ketika keputusan diambil, faktor-faktor apa yang dapat mempercepat pertumbuhan dan pemerataan ekonomi tersebut. Serta, hambatan-hambatan yang di hadapi dalam pengambilan keputusan, baik hambatan dari dalam maupun luar negeri.
Kesejahteraan umum terpenuhi bila memenuhi dua syarat sekaligus. Pertama, terjaminya pemenuhan kebutuhan primer sehingga semua warga negara secara minimal bisa hidup secara layak. Kedua, tersedianya kesempatan bagi semua warga negara untuk meraih kehidupan yang lebi baik diatas kehidupan primer.




BAB 7
SISTEM EKONOMI ISLAM

A.    Pengertian Ekonomi Islam

  Islam merupakan panduan bagi manusia untuk bertindak, berinteraksi dan bergaul dengan manusia lainnya. Salah satu bentuk interaksi tersebut adalah dalam bidang ekonomi (muamalah) yang melibatkan berbagai pihak. Dalam konteks Islam, ekonomi seperti jual beli dibolehkan dengan syarat berada pada norma-norma yang telah ditetapkan oleh ajaran Islam.
Ekonomi Islam dimaknai sebagai ilmu ekonomi yang dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari sebagai individu, kelompok, masyarakat mauoun pemerintah dalam rangka pengorganisasian faktor produksi, distribusi dan pemangfaatan barang atau jasa yang dihasilkan dan tunduk dalam peraturan Islam. Secara normatif ekonomi Islam juga terikat dengan norma yang telah ada dalam ajaran dan sejarah masyarakat Islam, dan telah menjadi panutan masyarakat Islam.[25]
  Ekonomi Islam dalam bahasa arab, Sering dinamakan dengan al-mu’amalah al-madiyah, yaitu aturan-aturan tentang pergaulan dan perhubungan manusia mengenai kebutuhan hidupnya. Sering juga dinamakan al-iqtishad, yang artinya hemat atau sederhana, karena ia mengatur soal-soal penghidupan manusia dengan sehemat-hematnya dan secermat-cermatnya.[26]
Muhammad Syauqi al-Fanjari merumuskan pengertian ekonomi Islam dengan rumusan yang sederhana. Ekonimi Islam adalah aktivitas ekonomi yang diatur dengan dasar-dasar dan prinsip-prinsip ekonomi. terpenuhi. Dengan kata lain,  sistem distribusi ekonomi  memegang peranan penting dalam menentukan kualitas kesejahteraan.[27]
Menurut M. Nur Rianto Al-Arif dan Euis Amalia ilmu ekonomi Islam merupakan salah satu upaya yang sistematis mengkaji dan memelajari masalah-masalah ekonomi dan prilaku manusia serta interaksi antara keduanya. Upaya ilmiah itu juga mencakup masalah pembangunan suatu kerangka kerja ilmiah untuk membentuk suatu pemahaman teoritis (theoretical understanding), rekayasa intitusi yang diperlukan dan kebujakan- kebijakan yang berkaitan dengan proses produksi, distribusi dan konsumsi yang dapat membantu memenuhi kebutuhan manusia secara optimal dan ideal dengan mengacu pada tujuan hidup mardhatillah dan niat konsisten lillahi ta’ala.[28]
Sementara Muhammad dan Alimin menyatakan bahwa ilmu ekonomi dalam aspek kajian keilmuan Islam, berada dalam kajian fikih (hukum Islam) karena hukum fikih terdapat hukum taklifi atau hukum wadh’i, yang selanjutnya memberikan sanksi atau akibat hukum duniawi dan ukhrawi, yaitu sanksi religi berupa halal dan haram, dosa dan pahala, serta sanksi hukum positif Islam dengan segala perangkatnya, seperti dewan hisbah dan peradilan.[29]
Jadi dapat dipahami bahwa ilmu ekonomi Islam adalah ilmu yang mempelajari segala prilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dengan tujuan memperoleh falah, yaitu kesempurnaan dunia dan akhirat dan merupakan konsekuensi logis dari implementasi ajaran Islam secara kaffah dalam aspek ekonomi.

B.     Tujuan Dan Asas Ekonomi Islam

1.      Tujuan Ekonomi Islam
Secara sepesifik tujuan ekonomi Islam dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Pertama, mewujudkan kehidupan ekonomi manusia yang makmur dan selalu dalam taraf lebih maju, dengan alan melaksanakan produksi barang dan jasa dalam kualitas dan kuantitas yang cukup, guna memenuhi kebutuhan jasmani, rohani serta kebutuhan spiritual, dalam rangka menumbuhkan taraf kesejahteraan duniawi maupun ukhrawi secara serasi dan seimbang (QS. Al-Qashas [28]:77 , An-Nisa’ [4]: 29-30).
Kedua, mewujudkan kehidupan ekonomi umat manusia yang adil dan merata, dengan jalan melaksanakan distribusi baran, jasa, kesempatan, kekuasaan dan pendapatan masyarakat secara jujur dan terarah dan selalu meningkatkan taraf keadilan dan pemerataannya (QS. Al-Israa’ [17]: 26-27 , An-Nisa’ [4]: 29)
Ketiga, mewujudkan kehidupan ekonomi umat yang stabil dengan jalan menghindarkan gangguan-gangguan inflasi dan depresi atau stagnasi, namun tidak menghambat laju pertumbuhan ekonomi masyarakat, dengan jalan mengendalikan tingkah laku masyarakat yang membawa kegoncangan ekonomi.
Keempat, mewujudkan kehidupan ekonomi yang serasi, bersatu, damai, dan maju, dalam suasana kekeluargaan sesama umat, dengan jalan menghilangkan nafsu untuk menguasai, menumpuk harta, ataupun sikap-sikap lemah teradap gejala-gejala yang negatif (QS. Al-Alaq [96]: 6-7)
Kelima, mewujudkan ekonomi yang relatif menjaminkemerdekaan, baik dalam memilih jenis barang dan jasa, memilih sistem dan organisasi produkdi, maupun memilih sister distribusi, sehingga tingkat partisipasi masyarakat dapat dikerahkan secara maksimal, dengan meniadakan penguasaan berlebih dari sekelompok masyarakat ekonomi, serta menumbuhkan sikap-sikap kebersamaan (solidaritas).
Keenam, mewujudkan kehidupan ekonomiyang tidak menimbulkan kerusakan dibumi, sehingga kelestarian dapat dijaga sebaik-baiknya, baik alam, fisik, kultural, sosial mauput spiritual keagamaan.
Ketujuh, mewujudkan kehidupan ekonomi umat manusia yang relatif mandiri tanpa adanya ketergantungan yang berlebihan dari kelompok-kelompok masyarakat lain (QS. Hud [11]: 15).
Senada dengan tujuan diatas, Nik Mustafa menambahkan bahwa tujuan aktivitas ekonomi adalah:
1.   Menyediakan dan menciptakan peluang-peluang yang sama dan luas bagi semua lapisan masyarakat untuk berperan serta dalam kegiatan-kegiatan ekonomi.
2.   Memberantas kemiskinan absolut dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar bagi semua individu.
3.   Mempertahankan stabilitas ekonomi dan pertumbuhan, serta meningkatkan kesejahteraan ekonomi.
Sedangkan menurut Muhammad Hidayat tujuan ekonomi islam adalah:
a.                Kesejahteraan ekonomi dalam kerangka norma moral islam.
b.               Persaudaraan dan keadilan universal.
c.                Distribusi pendapatan dan kekayaan yang merata.
d.               Kebebasan individu dalam konteks kemaslahatan sosial.

2.      Asas Ekonomi Islam
Penggambaran asas dasar hukum Islam dimaksud sebagai pijakan awal untuk membangun Islam mengenai ekonomi. Bahkan kita sah menamai bahwa asas dasar ini sebagai filsafah pandangan Islam.
Asas dasar ini, memang tidak menyangkut teknik individu dalam olah harta atau dalam berekonomi. Hanya asas dasar ini mempunyai pengaruh kuat pada prilaku individu dalam berekonomi. Ada banyak faktor esensial yang mewarnai sikap individu yang berpengaruh mewarnai sosial kemasyarakatan. Setidaknya dalam pandangan Islam, ada tiga faktor kuat pada individu dalam berekonomi:
a.    Faktor akidah.
b.   Faktor moral.
c.    Hukum syariah berfungsi sebagai sistem komando seseorang dalam bersosialisasi dengan masyarakat luas.

C.    Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam

Prinsip ekonomi Islam merupakan kaidah-kaidah pokok dalam membangun struktur atau kerangka ekonomi yang digali dari Al-Qur’an dan Hadist. Prinsip ekonomi ekonomi  ini berfungsi sebagai pedoman dasar bagi setiap individu dalam berprilaku ekonomi.
Menurut M.M Metwally prinsip-prinsip ekonomi Islam sebagai berikut:
a.       Dalam ekonomi Islam, berbagai jenis sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan Allah SWT. Kepada manusia yang harus dimanfaatkan seefisien dan seoptimal mungkin, tidak ada kemubaziran di dalamnya.
b.      Islam mengakui kepemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu termasuk kepemilikan alat atau faktor produksi.
c.       Islam menolak (tidak membenarkan) pendapat yang diperoleh secara tidak halal (bathil), seperti pencurian, penipuan, kecurangan, penyuapan, penjualan barang dan jasa yang haram, penggunaan kiat-kiat yang manipulatif, keuntungan yang berlebihan dengan cara-cara yang tidak terpuji, penimbunan barang dan penggunaan iklan yang mengelebui dan tidak wajar.
d.      Pemilikan pribadi termasuk alat dan faktor produksi sebagai kapital yang dapat mendorong peningkatan produksi nasional untuk kesejahteraan masyarakat.
e.       Penggerakan utama ekonomi Islam adalah kerja sama dengan landasan ketauhidan, keikhlasan, kejujuran dan keadilan serta mengharapkan kentungan yang wajar.
f.       Prinsip pertanggungjawaban terhadap segala yang berkaitan dengan prilaku ekonomi baik secara langsung maupun tidak langsung, baik ketika hidup didunia maupun diakhirat kelak.
g.      Zakat harus dibayar atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab).
Sementara Nurul Huda menyatakan bahwa prinsip-prinsip dsar ekonomi Islam adalah sistem ekonomi yang berdasarkan kepada Al-Qur’an dan Hadist yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia didunia dan akhirat (al-falah) dan didalamnya terdapat tiga asas filsafat ekonomi islam, yaitu;
a.       Semua yang ada didalam alam semesta ini adalah milik Allah SWT.
b.      Sebagian khalifah Allah SWT. Manusia wajib tolong menolongdan saling membantu untuk dapat melaksanakan tugas dalam kegiatan ekonomi yang bertujuan untuk beribadah kepada Allah SWT.
c.       Dalam sistem ekonomi Islam beriman kepada hari kiamat, merupakan aspek penting bagi tingkah laku ekonomi manusia, ia sadar bahwa semua perbuatannya akan diminta pertanggungjawabannya.
D. Kesimpulan
Ilmu ekonomi Islam adalah ilmu yang mempelajari segala prilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dengan tujuan memperoleh falah, yaitu kesempurnaan dunia dan akhirat dan merupakan konsekuensi logis dari implementasi ajaran Islam secara kaffah dalam aspek ekonomi.
Secara sepesifik tujuan ekonomi Islam ada tujuh klasifikasi. Senada dengan tujuan dtersebut, Nik Mustafa menambahkan bahwa tujuan aktivitas ekonomi adalah pertama Menyediakan dan menciptakan peluang-peluang yang sama dan luas bagi semua lapisan masyarakat untuk berperan serta dalam kegiatan-kegiatan ekonomi. Kedua Memberantas kemiskinan absolut dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar bagi semua individu. Ketiga Mempertahankan stabilitas ekonomi dan pertumbuhan, serta meningkatkan kesejahteraan ekonomi.
Prinsip ekonomi Islam merupakan kaidah-kaidah pokok dalam membangun struktur atau kerangka ekonomi yang digali dari Al-Qur’an dan Hadist. Prinsip ekonomi ekonomi  ini berfungsi sebagai pedoman dasar bagi setiap individu dalam berprilaku ekonomi.


BAB 8
KARAKTERISTIK SISTEM EKONOMI ISLAM

A.    Nilai-nilai Dasar Ekonomi Islam

1.      Kepemilikan

Konsep kepemilikan dalam islam mengakui adanya kepemilikan individu, masyarakat dan negaara. Kepemilikan tersebut bersifat tidak absolut, tetapi relatif. Apa artinya? Kepemilkan yang ada pada seseorang atau masyarakat atau negara tersebut bukanlah sepenuhnya milik dan hasil usaha mereka, tetapi itu adalah amanat dan kepercayaan dari Tuhan kepada mereka yang harus di jaga, dan dipergunakan dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu, seseorang tidak boleh menghambur-hamburkan hartanya dan atau mendiamkan hartanya. Karena hal itu akan kehilangan fungsi sosialnya dan akan kehilangan multiplier effect dan maslahat dari kehadiran hartanya tersebut.

2.      Kebebasan

Dalam ekonomi kapitalisme, individu diberi kebebasan yang seluas-luasnya untuk memanfaatkan atau tidak memanfaatkan harta yang dimilikinya. Juga untuk masuk atau tidak masuk kedalam pasar baik sebagai produsen, distributor atau konsumen. Dalam bahasa yang lebih ekstrem tidak ada yang bisa membatasi kebebasan seorang individu kecuali dirinya sendiri. Hal ini tidak bisa diterima oleh faham sosialisme-komunisme. Mereka melihat kebebasan yang seperti itu akan membawa kepada anarkisme. Oleh karena itu, kebebasan tersebut harus ditundukan untuk kepentingan bersama. Didalam islam kebebasan manusia sangat dihormati. Namun, kebebasan tersebut bukanlah tidak ada batasnya. Hal-hal tersebut direstriksi oleh ahkam al-syari’ah atau hukum-hukum atau ketentuan agama. Jika hal itu dilanggar maka menjadi kewajiban bagi negara untuk ikut campur.

3.      Keadilan (Adl)

Keadilan (adl) merupakan nilai paling asasi dalam ajaran Islam. Menegakan keadilan dan memberantas kezaliman adalah tujuan utama dari risalah para Rasul-Nya. Keadilan seringkali diletakan sederajat dengan kebajikan dan ketakwaan. Seluruh ulama terkemuka sepanjang sejarah Islam menempatkan keadilan sebagai unsur paling utama dalam maqashid Syariah. Ibn Taimiyah menyebut keadilan sebagai nilai utama dari tauhid, sementara Muhammad Abduh menganggap kezaliman (zulm) sebagai kejahatan yang paling buruk (aqbah al-munkar) dalam kerangka nilai-nilai Islam. Sayyid Qutb menyebut keadilan sebagai unsur pokok yang komprehensif dan terpenting dalam semua aspek kehidupan.

4.      Keseimbangan

Dalam islam, masalah keseimbangan ini sangat mendapat tekanan dan perhatian. Tidak hanya keseimbangan antar kepentingan orang perorang dengan kepentingan bersama, antara kepentingan dunia dan akhirat, jasmani dan rohani, akal dan rohani, idealisme dan fakta, tetapi juga keseimbangan dalam modal dan aktivitas, produksi dan konsumsi serta sirkulasi kekayaan. Oleh karena itu, islam melarang dan mencegah terjadinya akumulasi dan sirkulasi kekayaan hanya pada seglintir orang, seperti terkandung dalam makna suruh (Al-Hasyr [59]: 7) yang artinyasupaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Bila terjadi kesenjangan kepemilikan yang tajam antar individu kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan-kebutuhannya, maka berarti telah terjadi praktek kezaliman.
Untuk itu, negara harus turun melakukan intervensi agar keseimbangan ekonomi ditengah-tengah masyarakat dapat terwujud kembali. Begitu juga dalam hal pembelajaran dan pengeluaran, islam mendorong umat kepada berprilaku moderat, yaitu tidak isyraf (boros) tetapi juga tidak bakhil (pelit), dalam oreantasi pembangunan, kebijakan yang diambil tidak boleh hanya menekankan  kepada pertumbuhan (growth) tetapi juga kepada pemerataan (equity) agar tercipta keamanan dan ketentraman di tengah-tengah masyarakat (stability).

5.      Khilafah

Nilai khilafah secara umum berarti tanggung jawab sebagai pengganti atau utusan Allah di alam semesta. Manusia diciptakan Allah untuk menjadi khalifah dimuka bumi, yaitu menjadi wakil Allah untuk memakmurkan bumi dana lam semesta. Manusia telah dibekali dengan semua karakteristik mental-spiritual dan materiil untuk memungkinkanya hidup dan mengemban misi-Nya secara efektif. Manusia juga telah disediakan segala sumber daya memadai bagi pemenuhan kebutuhan kebahagiaan bagi manusia seluruhnya seandainya digunakan secara efesiensi dan adil.

6.      Takaful

Islam mengajarkan bahwa seluruh manusia adalah bersaudara. Sesama orang Islam adalah saudara dan belum sempurna iman seseorang sebelum ia mencintai saudaranya melebihi cintanya pada diri sendiri. Hal ini lah yang mendorong manusia untuk mewujudkan hubungan yang baik di antara individu dan masyarakat melalui konsep penjaminan oleh masyarakat atau takaful. Jaminan masyarakat (social insurance) ini merupakan bantuan yang diberikan masyarakat kepada anggotanya yang terkana musibah atau masyarakat yang tidak mampu. Jaminan masyarakat ini tidak bersifat material, melainkan juga bersifat ma’nawiy (nonmateri).

B.     Instrument-instrumen Sistem Ekonomi Islam

1.      Zakat

Zakat merupakan bagian harta yang harus dikeluarkan oleh seorang muslim bila harta mereka telah mencapai nisab dan sudah memenuhi kententuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh Syariah yang ukuran dan peruntukan juga sudah ada ketetapan dari Tuhan sendiri.
Pada masa awal islam zakat dihimpun oleh negara dan merupakan sumber pendapatan utama negara. Zakat pada waktu itu benar-benar merupkan sarana utama untuk menciptakaan keadilan social, politik, dan ekonomi. Aktivitas ini benar-benar berfungsi menciptakan persaudaraan dan kebersamaan di kalangan umat, karena dana zakat merupkan salah satu pilar penting dari sumber dana jaminan social. Adanya instrument ini secara ekonomi tentu memiliki beberapa makna, yakni:
a.       Zakat mendorong terjadinya pendistribusian  pendapatan dan kekayaan dari orang kaya kepada orang yang tidak mampu atau yang memerlukannya, sehingga kebutuhan pokok masyarakat terpenuhi dan kesejahteraan ekonomi bisa dikurangi.
b.      Zakat secara langsung atau tidak tentu akan mempunyai pengaruh nyata terhadap tingkah laku konsumsi umat dan penciptaan lapangan kerja apalagi apabila zakat tersebut dikelola melalui usaha-usaha produktif sehingga secara social, zakat dapat memberikan dapak bagi terciptanya keamanan masyarakat dan menghilangkan pertentangan kelas yang diakibatkan oleh perbedaan pendapat yang tajam.
c.       Zakat dapat meningkatkan produktivitas dan daya beli masyarakat dan serta membendung inflasi.

2.      Pelarangan Riba

Secara ekonomi, praktek riba tidak berpihak kepada full employment (terciptanya tenaga kerja penuh) karena sistem bunga atau riba jelas tidak memberi peluang kepada nasabah untuk masuk ke sektor-sektor usaha yang tingkat profitnya sama atau dibawah dari suku bunga yang ada. Akibatnya, peluang lapangan kerja menjadi tertutup dan rekruitmen terhadap tenaga kerja menjadi tidak bisa dilakukan. Praktek ini diperparah oleh perbankkan konvensional yang tidak mau mengambil resiko rugi sehingga mereka meminta jaminan kepada para nasabahnya. Kebijakan ini dapat di terapkan kepada kaum yang berpunya atau kaya karena merekalah yang memiliki jaminan.
Sementara itu, orang yang miskin meskipun secara teknis mereka lebih layak untuk mendapatkan kredit karena keahlihan dan kemampuan yang dimilikinya. Namun, karena merka tidak memiliki apa-apa untuk dijaminkan, maka mereka tidak bisa mendapatkanya. Hal ini akan berdampak kepada produktivitas dan efisiensi. Disamping itu sistem riba ini secara makro akan meningkatkan inflasi, karena tingkat suku bunga yang dikenakan kepada nasabah jelas akan meningkatkan biaya produksi sehingga keseluruhan biaya akan naik (inflasi). Bila harga-harga secara umum meningkat, maka pasti ada kelompok masyarakat terpukul dan akan terkena dampak negative dari inflasi tersebut yaitu orang yang berpendapatan rendah sehingga tidak mustahil mereka yang semula sebagai muzaki akan jatuh miskin. Hal ini disebabkan terjadinya kenaikan harga-harga yang menyebabkan mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokoknya.

3.      Kerjasama Ekonomi

Kalua dalam ekonomi kapitalis sangat ditonjolkan masalah kompetisi bebas, sehingga mereka melihat orang lain sebagai competitor atau pesaing yang harus ditundukan. Sedangkan dalam sistem ekonomi sosialis terjadi sebaliknya. Sistem ini tidak mengenal persaingan karena segala sesuatu sudah di atur oleh negara baik tingkat produksi, distribusi, maupun konsumsi. Berbeda dengan kedua sistem tersebut, sistem ekonomi islam sangat dianjurkan adanya kerjasama dalam semua tingkat kegiatan ekonomi baik pada sektor produksi maupun distribusi dan konsumsi.
Kerjasama tersebut bisa dilakukan dalam bentuk syirkah, mudharabah, dan atau koperasi yang funginya, menurut Daud Ali, akan dapat menciptakan kerja produktif sehari-hari dari masyarakat, meningkatkan kesejahteraan, mencegah kesengsaraan social, mencegah penindasan ekonomi dan distribusi kekayaan yang tidak merata, dan melindungi kepentingan ekonomi lemah. Dengan adanya kerjasama ini maka prinsip yang kuat membuat yang lemah dan adanya pembagian kerja dan spesialisasi tentu bisa ditegakkan sehingga kebersamaan, keadilan, dan pertumbuhan serta pemerataan akan dapat diwujudkan.

4.      Jaminan Sosial

Islam memeberikan jaminan terhadap tingkat kualitas hidup yang minimum (basic needs) bagi seluruh lapisan masyarakat. Pentingnya jaminan social tersebut terkandung dalam ajaran-ajaran yang mengatakan bahwa:
a.       Manfaat sumber-sumber alam harus di nikmati oleh semua makhluk Allah.
b.      Kehidupan fakir miskin harus diperhatikan oleh masyarakat terutama oleh merka yang punya.
c.       Kekayaan tidak boleh dinikmati dan hanya berputar di antara orang-orang kaya saja.
d.      Berbuat kebaikanlah kepada masyarakat sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, antara lain dengan menyediakan sumber-sumber alam itu.
e.       Seorang muslim yang tidak mempunyai kekayaan harus mau dan mampu menyumbangkan tenaganya untuk tujuan-tujuan social.
f.       Seseorang janganlah menyumbang untuk kepentingan social dan juga untuk keperluan pribadi serta keluarga sebagai unit kecil masyarakat agar di puji oleh orang lain.
g.      Jaminan social itu harus di berikan sekurang-kurangnya kepada mereka yang di sebutkan dalam Al-Quran sebagai pihak-pihak yang berhak atas jaminan tersebut, dll.
Dengan melaksanakan ajaran tentang jaminan social diatas berarti manusia disamping telah berusaha mendekatkan dirinya kepada Allah, membersihkan hartanya, dan membuang siafat riba dan tamak serta egoisme-nya, dan telah memberlakukan hartanya sesuai dengan ketentuan agama. Hal ini akan menciptakan kehidupan yang berkeadilan dan keseimbangan yang penuh dengan semangat persaudaraan dan kebersamaan.

C.    Kelebihan Dan Kelemahannya

Kelebihan sistem ekonomi Islam
1.      Menjunjung kebebasan individu manusia mempunyai suatu keputusan yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan hidupnya. Dengan kebebasan ini manusia dapat bebas mengoptimalkan potensinya. Kebeasan manusia dalam islam didasarkan atas nilai-nilai tauhid suatu nilai yang membebaskan dari segala sesuatu kecuali Allah. Nilai tauhid inilah yang akan menjadikan manusia menjadi berani dan percaya diri.
2.      Mengaku hak individu terhadap harta islam mengaku hak individu untuk memiliki harta. Hak pemilikan harta hanya diperolaeh dengan cara-cara yang sesuai dengan ketentuan islam. Islam mengatur kepemilikan harta didasarkan atas kemaslahatan sehingga keberadaan harta akan menimbulkan sikap saling menghargai dan menghormati. Hal ini terjadi karena bagi seorang muslim harta sekedar titipan Allah.
3.      Ketidak samaan ekonomi dalam batas yang wajar. Islam mengakui adanya ketidaksamaan ekonomi antara orang perorangan. Salah satu penghalang yang menjadikan banyaknya ketidak adilan bukan disebabkan karena Allah, tetapi ketidakadilan bukan yang terjadi dikarenakan sistem yang dibuat manusi sendiri.
Kelemahan sistem ekonomi Islam
1.      Lambatnya perkembangan literatur ekonomi islam yang sebagian besar berasal dari teks-teks arab, mau tidak mau diakuinya mempunyai perkembangan yang kurang signifikan. Sehingga menyebabkan munculnya dominasi literatur ekonomi konvensional yang saat ini mempengaruhi masyarakat bawa tidak ada ilmu ekonomi yang mampu menjawab masalah-masalah aktual kecuali ekonomi konvensional. Hal ini menjadikan justifikasi bagi masyarakat untuk mengesampingkan ide dari pengetahuan lain, seperti ekonomi islam. Hal ini diakibatkan adanya hegemoni literature ekonomi konvensional terhadap ekonomi islam., sehingga setiap perilaku kita tidak lepas dari pengaruh ekonomi konvensional.
2.      Praktek ekonomi konvensional lebih dahulu dikenal oleh masyarakat. Masyarakat bersentuhan langsung dengan konsep ekonomi konvensional.kita telah mengetahui ekonomi konvensial merupakan kepanjangan dari system ekonomi kaptalis meskipun tidak sepenuhnya. Karena secara tersirat ekonomi konvensional juga mengadopsi sistem ekonomi sosialis. Di sinilah salah satu letak kelemahan system ekonomi islam.
3.      Tiada respresentasi ideal negara yang menggunakan system ekonomi islam di beberapa negara yang menggunkan islam sebagai pedoman dasar kenegaraannya ternyata belum mampu sepenuhnya mengelola sistem perekonomiannya secara profesional. Bahkan banyak negara-negara islam di timur tengah yang tingkat kesejahteraannya kurang maju jika dibandingkan dengan Negara Eropa dan Amerika.


D. Kesimpulan
Setiap paham ekonomi memiliki karakter tertentu yang dibedakan dengan paham lainnya. Suatau paham, termasuk ekonomi, dibangun oleh suatu tujuan, prinsip, nilai, dan paradigm. Sebagai misal, paham liberalisme dibangun atas tujuan terwujudnya kebebasan setiap individu untuk mengembangkan dirinya. Kebebasan ini akan terwujud jika setiap individu memiliki  kesempatan yang sama untuk berkembang. Oleh karena itu, kesamaan kesempatan merupakan prinsip yang akan dipegang yang pada akhirnya akan melahirkan suatu paradigm persaingan bebas.
Sistem ekonomi Islam dibangun yaitu untuk  tujuan mencapai kesejahteraan masyarakat (falah). Dalam mencapai tujuan tersebut, Islam mengajarkan berbagai prinsip, nilai, norma serta etika dalam berekonomi sesuai tuntunan Al-Quran dan Hadist. Dimasa Rasulullah, beliau mengajarkan berbagai cara berekonomi yang sesuai dengan islam, bukan hanya dalam praktiknya saja tetapi dalam sistemnya pun Rasulullah juga mengajarkannya








BAB 9
KONSEP PRODUKSI

A.    Pengertian Produksi dalam Islam

Kata “produksi” telah menjadi kata Indonesia, setelah diserap dalampemikiran ekonomi bersamaan dengan kata “distribusi” dan “konsumsi”. Dalam kamus Inggris-Indonesia oleh john M.Echols dan Hasan Shandily, kata “production” secara linguistic mengandung arti penghasilan.1Kegiatan produksi dalam ilmu ekonomi diartikan sebagai kegiatan yang menciptakan manfaat2  (utility) baik dimasa kini maupun dimasa mendatang. Dengan pengertian tersebut dapat dipahami bahwa kegiatan produksi tidak terlepas dari keseharian manusia.3
Produksi, distibusi, dan konsumsi sesungguhnya merupakan satu rangkaian kegiatan ekonomi yang tidak bisa dipisahkan. Ketiganya saling mempengaruhi,namun diakui atau tidak produksi merupakan titik pangkal dari kegiatan itu, Sebab, tidak ada konsumsi dan distribusi kalau tidak ada produksi. Dari sisi pandang konvensional, biasanya produksi dilihat dari tiga,yaitu: apa yang diproduksi, bagaimana memproduksinya, dan untuk siapa barang tersebut diproduksi.Muhammad Rawwas Qalahji memberikan pandangan kata produksi dalam bahasa Arab dengan kata al-intaj4 yang secara harfiah dimaknai dengan ijadu sil’atin (mewujudkan atau mengadakan sesuatu) atau khidmatul mu’ayyanatin bi istikhdami muzayyin min ‘anashir al-intaj dhamina itharu zamanin muhadadin (pelayanan jasa yang jelas dengan menuntut adanya bantuan penggabungan unsur-unsur produksi yang terbingkai dalam waktu yang terbatas).
Menurut teori produksi konvensional,produksi adalah kegiatan menghasilkan barang dan jasa yang kemudian dimanfaatkan oleh konsumen. Kegiatan produksi dalam ilmu ekonomi diartikan oleh konsumen. Kegiatan produksi dalam ilmu ekonomi diartika sebagai kegiatan yang menciptakan manfaat (utility) baik dimasa kini maupun dimasa dating. Dengan pengertian yang luas tersebut, dapat dipahami bahwakegiatan produksi tidak terlepasdari keseharian manusia, yang senantiasa mengusung memaksimalkan keuntungan sebagai motif utama.Upaya memaksimalisasi keuntungan itu, membuat system ekonomi konvensional sangat mendewakan produktivitas efisiensi ketika berproduksi.
Para ahli ekonomi mendefinisikan produksi sebagai “menghasikan kekayaan melalui eksploitasi manusia terhadap sumber-sumber kekayaan lingkungan”Ataubila kita artikan secara konvensional, produksi adalah proses menghasilkan atau menambah nilai guna suatu barang atau jasa dengan menggunakan sumber daya yang ada.
Produksi tidak berani menciptakan secara fisik sesuatu yang tidak ada, karena tidak seorangpun yang dapat menciptakan benda. Oleh karenanya dalam pengertian ahli ekonomi, yang dapat dikerjakan manusia hanyalah membuat barang-barang menjadi berguna, disebut “dihasilakn”.7
Dalam perspektif islam,produksi yaitu suatu usaha untuk mengasilkan dan menambah nilai guna dari suatu barang baik dari sisi fisik materialnya maupun dari sisi moralitasnya, sebagai srana untuk mencapai tujuan hidup manusia sebagaimana digariskan dalam agama islam, yaitu mencapai kesejahteraan dunia dan akhirat. Dr, Abdurrahman Yusro Ahmad dalam bukunya muqaddimah fi ‘ilm al-iqtishad al-islamiy. Abdurrahman lebih jauh menjelaskan bahwa dalam melakukan proses produksi yang dijadikan ukuran utamanya adalah nilai manfaat (utility) yang diambil dari hasil produksi tersebut. Prosuksi dalam pandangannya harus mengacu pada nilai utility dan masih dalam bingkai nilai “halal” serta tidak membahayakan bagi siri seseorang ataupun kelompok masyarakat. Dalam hal ini, Abdurrahman merefleksi pemikirannya dengan mengacu pada Q.S Al-baqarah, [2]:219 yang menjelaskan tentang pertanyaan dari manfaat memakai (memproduksi) khamr.

B.     Tujuan Produksi Dalam Ekonomi Islam

Tujuan dalam berproduksi, selain bersifat self interest juga bersifat social interest. Tujuan di sini tetap berorientasi pada hakikat manusia, yakni sebagai khalifah yang diberi amanat untuk di kelola, memanfaatkan dan mengembangkannya sumber daya ekonomi yang diberi oleh Allah, Sekaligus menjalankan kewajibannya sebagai manusia yang beragama islam untuk memberikan sebagia hartanya kepada orang lain. Adapun tujuan-tujuan produksi dalam ekonomi islam adalah sebagai berikut :
a)      Pemenuhan-pemenuhan kebutuhan secara wajar
b)       Pemenuhan-pemenuhan kebutuahn kelaurga
c)      Bekal untuk generasi mendatang
d)     Bekal untuk Anak Cucu
e)      Bantuan kepada masyarakat dalam rangka beribadah kepada Allah.

C.    Prinsip-prinsip Produksi dalam Islam

a.       Seluruh kegiatan produksi terikat pada tatanan nilai, moral, dan teknik yang islami. Artinya sejak dari kegiatan memfaktorkan kegiatan produksi proses produksi hingga pemasaran dan pelayanan kepada konsumen, semunya harus mengikuti moral islam. Dengan demikian, ruang lingkup aktivitas ekonomi baik produksi, konsumsi, distribusi terikat nilai moral dan teknik yang islami. Kegiatan berproduksi yang tidak sesuai dengan islam, sebagimana yang disebutkan dalam Q.S Al-A’Roff ayat 157 yang maknanya “Menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka yang buruk. Selain itu tidak diperbolehkan adanya perilaku yang mengarah kedzaliman, maupun segala bentuk penimbunan.”
b.      Kegiatan produksi harus memperhatikan aspek sosial kemasyaraktan. Artinya bahwa kegiatan produksi harus menjaga nila-nilai lingkungan sosial  dan lingkungan hidup dalam masyarakat sehingga terdapat keselarasan pembangunan dalam masyarakat, juga masyarakat berhak menikmati hasil produksinya. Kesimpulannya bahwa produksi bukan hanya untuk kepentingan produsen tetapi juga melibatkan kepentingan masyarkat sekitar.
c.       Permasalahan ekonomi muncul bukan saja karena kelangkaan. Artinya, munculnya ekonomi bukan masalah kelangkaan tetapi secara kompleks. Manusia hendaknya mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya ekonomi dalm kerangka pengbdian manusia pda Allah semata yang di sebut khalifahtullah fil ardi.
d.      Kegiatan prdouksi dalam perspektif islam bersifat alturistik sehingga produsen tidak hanya mengejar keuntungan maksimum saja. Produsen harus mengejar tujuan yang lebih luas sebagaimana tujuan agama islam yaitu falah, di dunia dan di akhirat. Kegiatan produksi juga harus berpedoman pada nilai-nilai keadilan dan kebajikan pada masyarakat. 

D.    Faktor-faktor Produksi

1.      SDA
Alam. Berarti segala isi di bumi ini, baik berupa barang-barang mineral maupun kemampuannya menghasilkan prodksi pertanian, dan juga meliputi segala isi bumi yang berupa energi seperti minyak, batu bara, air, dll. Dapat dikatakan bahwa alam yakni bumi, air dan udaranya merupakan salah satu unsur produksi atau sebagai salah satu sumber yang Allah jadikan sebagai sarana rezeki.
2.      SDM
Manusia merupakan penggerak pertama dalam melaksanakan prouksi dalam perekonomian. Faktor manusialah yang mempunyai peranan penting dalam produksi, sehingga faktor manusia yang akan menghasillkan suatu barang. Tentu saja dari aspek tanaganya atau aktivitas manusia itu sendiri. Keberadaan manusia saja tanpa adanya kreatifitas, tidak mungkin bisa mendatangkan produksi yang diinginkan .

3.      Modal
Menurut ahli perbankan modal adalah dana yang diserahkan oleh pemilik atau owner . pada akhirnya perode tahun buku,setelah dihitung, keuntungan pada ahun tersebut,pemilik modal akan memperoleh bagan dari hasil usaha yang biasa dikenal dengan deviden.
4.      Manajemen
Manajemen berasal dari bahasa inggris dari kata manageartinya mengurus atau mengutur,dari kata tersebut manajemen adalah bagaimana manusia menuangkan segala unsur unsur produksi dalam suatu usaha produksi baik industri,pertanian maupun perdagangan dengan tujuan agar mendapat laba terus menerus. Yakni dengan cara memfungsikan dan menyusun unsu unsur tersebut dan menentukan ukuran seperlunya dari setiap unsur dalam perusahaan.

E.     Kaidah-kaidah dalam berproduksi.

·         Memproduksi barang dan jasa yang halal pada setiap tahapan produksi
·         Mencegah keruskan di bumi, termasuk membatasai kolusi, memelihara keserasian dan kesediaan sumber daya alam.
·         Produksi dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan individu dan masyarakat dan mencapai kemakmuran.
·         Produksi dalam islam tidak dapat dipisahkan dari tujuan kemandirian umat.
·         Meningkatkan kulaitas SDM, baik kualitas spiritual atau mental dan fisik.
F. Kesimpulan
Bahwasannya dari pemaparan konsep produksi diatas,Kegiatan produksi merupakan mata rantai dari konsumsi dan distribusi. Kegiatan produksilah yang menghasikan barang dan jasa, kemudian dikonsumsi oleh para konsumen. Tanpa produksi maka kegiatan ekonomi akan berhenti, begitu pula sebaliknya. Untuk mengahasilkan barang dan jasa kegiatan produksi melibatkan banyak faktor produksi. Beberapa implikasi mendasar bagi kegiatan produksi dan perekonomian secara keseluruhan, antara lain : Seluruh kegiatan produksi terikat pada tataran nilai moral dan teknikal yang Islami, kegiatan produksi harus memperhatikan aspek sosial-kemasyarakatan, permasalahan ekonomi muncul bukan saja karena kelangkaan tetapi lebih kompleks.














BAB 10
KONSEP KONSUMSI

A. Pengertian dan Tujuan Konsumsi

Konsumsi adalah kegiatan ekonomi yang penting,bahkan terkadang dianggap paling penting dalam mata rantai kegiatan ekonomi yaitu produksi-konsumsi- distribusi. Berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia, konsumsi diartikan sebagai pemakaian barang hasil produksi berupa pakaian, makanan dan lain sebagainya. Atau barang-barang yang langsung memenuhi kebutuhan hidup manusia.
Menurut llfi Nur Diana konsumsi pada hakikatnya merupakan  mengeluarkan sesuatu dalam rangka memenuhi kebutuhan. Konsumsi meliputi keperluan,kesenangan,dan kemewahan. Kesenanagn dan kemewahan diperbolehlan dengan syarat tidak berlebihan, yaitu tidak melampaui batas yang dibutuhkan oleh tubuh dan tidak pula melampaui batas-bats makanan yang dihalalkan.
Dengan kata lain konsumsi adalah suatu kegiatan manusia yang secara langsung menggunakan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhannya dengan tujuan untuk memperoleh kepuasan yang berakibat mengurangi ataupun menghabiskan nilai guna suatu barang atau jasa. Contoh dari kegiatan konsumsi berdasarkan pengertian ini adalah makan,minum,naik kendaraan umum, menonton film dll.
Adapun tujuan konsumsi disebutkan oleh Monzer Khaf dalam Nur Rianto dan Eus Amalia ada tiga yaitu konsumsi untuk kemaslahayan diri sendiri dan keluarga; kemaslahatan dimasa mendatang dengan menabung dan kemaslahatan sosial.

1.      Konsumsi untuk diri sendiri dan keluarga
Tidak dibenarkan  konsumsi yang dilakukan oleh seseorang berakibat pada penyengsaraan diri sendiri dan keluarga karena kekikirannya. Allah Swt melarang pula perbuatan kikir sebagaimana Allah Swt telah melarang perbuatan pemborosan dan berlebih-lebihan.
(Q.S AL THALAQ [65]:7)
لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ لا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلا مَا آتَاهَا سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا (٧)
Hendaklah orang yang mempunyai keluasan memberi nafkah menurut kemampuannya, dan orang yang terbatas rezekinya, hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak membebani seseorang melainkan (sesuai) dengan apa yang diberikan Allah kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan setelah kesempitan.   
2.      Konsumsi untuk tabungan
Manusia harus menyiapkan masa depannya karena masa depan merupakan masa yang tidak diketahui keadaannya. Dalam ekonomi penyiapan masa depan dapat dilakukan dengan melalui tabungan.
3.      Konsumsi sebagai tanggung jawab sosial
Menurut ajaran islam konsumsi yang ditunjukkan sebagai tanggung jawab sosial ialah kewajiban mengeluarkan zakat. Hal ini dilakukan untuk menjaga stabilitas dan keseimbangan ekonomi. Islam sangat melarang pemupukan harta yang akan berakibat terhentinya arus peredaran harta ,merintangi efesiensi usaha dan pertukaran komusitas produksi dalam perekonomian. Dalam surat al hasyr (59) ayat 7 allah menegaskan bahwa harta itu harus bisa berputar dan dirasakan oleh semua lapisan masyarakat.

B. Prinsip Konsumsi dalam Islam

Ajaran islam tidak melarang manusia untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan ataupun keinginannya, selama dengan pemenuhan tersebut martabat manusia bisa meningkat.
Islam telah mengatur bahwa setiap muslim dalam berkonsumsi harus sejalan dengan prinsip konsumsi yang didasarkan pada nilai-nilai islam antara lain:
a.       Pinsip halal dan thayyib.
Prinsip ini mengandung pengertian bahwa mengkonsumsi segala sesuatu harus dihalalkan dan dengan cara yang baik (halalan thayyiban) (QS.Al-Baqarah {2}:75). Secara harfiah, halal arti asalnya adalah lepas atau tidak terikat. Sedagkan thayyiban berarti baik,bagus (al-hasan) sehat(al-mu’afa) dan lezat (al-ladzidz).
b.      Prinsip kesederhanaan.
Islam memerintahkan manusia untuk lebih efisien dalam menggunakan pendapatannya dan tidak boleh menghambur-hamburkan hartanya,ksrena itu adalah perbuatan mubazir dan dapat merusak keseimbangan sosial,kesejahteraan dan akan berakibat kepada kemiskinan dan kehinaan.
c.       Prinsip kebersihan.
Prinsip ini mengandung arti bahwa setiap mengkonsumsi sesuatu harus baik atau cocok di makan, tidak mengandung riba,tidak kotor/najis,dan tidak mejijikkan sehinggan merusak selera. Artinya tidak semua yang diperkenankan boleh dimakan dan diminumdalam semua keadaan kecuali yang bersih dan bermanfaat.
Prinsip ini juga bermakna bahwa makanan dan minumanyang akan dikonsumsi bukan dari hasil suap. Ibnu Umar berkata: “nabi melaknat penyuap dan yang disuap, Yazid ,menambah;Allah melaknat penyuap dan disuap.” (HR.Ahmad)
d.      Prinsip kemurahan hati.
Prinsip ini mengandung prinsip bahwadengan menaati perintah islam tidak ada bahaya maupun dosa ketika kita memakan dan meminum makanan halal yang disediakan allah karena kemurahan hati-Nya. Selama maksudnya adalah untuk kelangsungan hidup dan kesehatan yang lebih baik dengan tujuan menunaikan perintah Allah dengan keimanan yang kuat dalam tuntutan-Nya dan perbuatan adil sesuai dengan itu,yang menjamin persesuaian bagi semua perintah-Nya.
e.  Prinsip moralitas.
Prinsip ini mengandung pengertian bahwa bukan hanya mengenai makanan dan minuman langsung tetapi dengan tujuan akhirnya,yaitu untuk peningkatan atau kemajuan niali-nilai moral dan spiritual. Seseorang muslim diajarakan untuk menyebut nama Allah sebelum makan dan menyatakan terima kasih kepada-Nya setelah makan. Dengan demikian ia akan merasakan kehadiran llahi pada waktu memenuhi keinginan-keinginan fisikny. Hal ini pnting artinya karena Islam menghendaki perpaduan nili-nilai hidup materual dan spiritual yang berbahagia.      

C. Etika konsumsi islami

1.      Tauhid
Dalam persepektif islam kegiatan konsumsi dilakukan dalam rangka beribadah kepada allah, sehingga senantiasa berada dalam hukum allah (syariah). Karena itu, orang mukmin berusaha mencari kenikmatan dengan menaati perintah-Nya dan memuaskan dirinya sendiri dengan barng-barang dan anugerah yang diciptakan (Allah)untum umat manusia. Nilai ini adalah implementasi dari firman allah mengenai tujuan penciptaan manusia.
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku” (QS Adz-Dzariat [51]:56)
Adapun dalam pandangan kapitalis konsumsi merupakan sungsi dari keinginan,nafsu,harga barang,dan pendapatannya tanpa memepedulikan dimensi spiritual,kepentingan orang lain,dan tanggung jawab atas segala perilakunya, sehingga pada ekonomi konvensional manusia diartikan sebagai individu yang memiliki sifat homo economicus.
2.      Adil
Pemanfaatan atas karunia allah harus dilakukan secara adil sesuai dengan syariah,sehingga di samping mendapatkan keuntungan meteriil, ia juga sekaligus merasakan kepuasan spiritual. Al quran secara tegas menekankan norma perilaku ini baik untuk hal-hal yang bersifat materiil maupun spiritual untuk menjamin adanya kehidupan yang berimbang antara kehidupan di dunia ddan akhirat. Oleh karenanya dalam islam konsumsi tidak hanya barang-barang yang bersifat duniawi semata namun juga untuk kepentingan dijalan Allah.
3.      Kehendak bebas (Free Will)
Alam semesta merupskan milik Allah, yang memiliki kemahakuasaan (kedaulatan) sepenuhnya dan kesempurnaan atas makhluk-makhluk-Nya. Manusia diberi kekuasaan untuk mengambil keuntungan dan manfaat sebanyak-banyaknya sesuai dengan kemampuanya atas barang-barang ciptaan Allah. Atas segala karunia yang diberikan oleh Allah, manusia dapat berkehendak bebas, namun kebebasan ini tidaklah berarti bahwa manusia terlepas dari qadha dan qadar yang merupakan hukum sebab akibat yang didasarkan pada pengetahuan dan kehendak Allah. Sehingga kebebasan dalam melakukan aktivitas haruslah tetap memiliki batasan agar tidak menzhalimi pihak lain. Hal inilah yang tidak terdapat dalam ekonomi konvensional, sehingga yang terjadi kebebasan yang dapat mengakibatkan pihak lain menjadi menderita.
4.      Halah
Dalam kerangka acuan Islam, barang-barang yang dapat dikonsumsi hanyalah barang-barang yang menunjukkan nilai-nilai kebaikan, kesucian, keindahan, serta yang menimbulkan kemaslahatan untuk umat baik secara materiil maupun spiritual. Sebaliknya, benda-benda yang buruk, tidak suci (najis), tidak bernilai, tidak dapat digunakan dan juga tidak dapat dianggap sebagai barang-barang konsumsi dalam Islam bahkan dapat menimbulkan kemudaratan apabila dikonsumsi hukumnya terlarang.
5.      Sederhana
Islam melihat perbuatan yang melampaui batas (israf), termasuk  pemborosan dan berlebih-lebihan (bermewah-mewahan) yaitu membuang –buang harta dan menghamburkannya tanpa maksud yang jelas/manfaat dan hanya nafsu sementara. Allah sangat mengecam setiap perbuatan yang melampaui batas, sebagaimana firman Allah  SWT yang artinya: “hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah setiap memasuki masjid, makan dan minumlah dan jagalah berlebih-lebihan, sesungguhnyaAllah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS: Al-Araf, ayat 31).
D. Kesimpulan
konsumsi adalah suatu kegiatan manusia yang secara langsung menggunakan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhannya dengan tujuan untuk memperoleh kepuasan yang berakibat mengurangi ataupun menghabiskan nilai guna suatu barang atau jasa. Prinsip konsumsi adalah Pinsip halal dan thayyib, Prinsip kesederhanaan, Prinsip kebersihan, Prinsip kemurahan hati, Prinsip moralitas. Etika konsumsi islami adalah Tauhid , Adil, Kehendak bebas , Halah , Sederhana.
BAB 11
KONSEP DISTRIBUSI

           
Distribusi adalah suatu proses penyampaian barang atau jasa dari produsen ke konsumen dan para pemakai. Pembahasan mengenai pengertian dan makna distribusi tidak lepas dari konsep moral ekonomi yang dianut. Apabila konsep dasar yang diterapkan adalah sistem kapitalis, maka permasalahan distribusi yang akan timbul adalah adanya perbedaan yang mencolok pada kepemilikan, pendapatan dan harta peninggalan. Jika asas yang mereka anut adalah sosialisme.
Pada dasarnya Islam memilki dua sistem distribusi utama, yakni: distribusi secara komersial dan mengikuti mekanisme pasar serta sistem distribusi yang bertumpu pada aspek keadilan sosial masyarakat.

1. Sistem distribusi yang berlangsung melalui proses ekonomi (Mekanisme Pasar)
Yakni mekanisme yang dihasilkan dari proses tukar-menukar dari para pemilik barang dan jasa. Mekanisme ini diterangkan
dalam firman Allah Swt:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُم.                                         
Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.” (Qs.
al-Nisa’ [4]: 29).

            Tidak sekadar diizinkan, Islam juga menetapakan berbagai
hukum yang mengatur mekanisme ini. Berbagai tindakan yang dapat mengakibatkan deviasi harga dan merugikan para pelaku jual-beli dilarang. Islam melarang praktik penimbunan barang (al-ihtikâr), sebuah praktik curang yang dapat menggelembungkan harga dan merugikan masyarakat. Demikian pula penimbunan emas dan perak atau alat tukar yang berlaku di tengah masyarakat. Tindakan itu diharamkan Islam (QS al-Taubah [9]: 34).

 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ كَثِيرًا مِنَ الْأَحْبَارِ وَالرُّهْبَانِ لَيَأْكُلُونَ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ ۗ وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ      
                       
 Sebagai alat tukar (medium of exchange)  antara harta satu dengan harta lainnya, antara harta dengan tenaga, dan antara tenaga satu dengan harta lainnya, uang memiliki kedudukan amat strategis. Karenanya jika uang itu ditarik dari pasar dan tidak diperoleh manusia, maka tidak akan berlangsung pertukaran, dan roda ekonomi pun akan terhenti.
             Pematokan harga (al-tasy’îr) yang biasanya dilakukan pemerintah dikatagorikan sebagai kezhaliman sehingga tidak boleh dikerjakan. Pematokan harga jelas merusak kaidah ‘an tarâdh[in] (yang dilakukan secara sukarela) antara pembeli dan penjual. Harga tidak terlahir dari kesepakatan dan kerelaan pembeli dan penjual, namun oleh pihak lain. Padahal, merekalah yang paling tahu berapa seharusnya berapa harga barang itu dibeli atau diual. Karena tidak didasarkan pada kemaslahatan meraka, sangat berpotensi merugikan salah satu atau kedua belah pihak. Tidak mengherankan jika kebijakan pematokan harga ini rawan memunculkan ‘pasar gelap atau ilegal’. Demikian pula praktik penipuan, baik penipuan pada komoditas dan alat pembayarnya (al-tadlîs) maupun penipuan pada harga (al-ghabn al-fâhisy). Praktik curang itu juga akan mencipatkan deviasi harga. Pada umumnya, seseorang bersedia melakukan pertukaran barang dan jasa karena ada unsur kesetaraan. Seorang pembeli bersedia membeli harga mahal jika komoditasnya bagi. Sebaliknya, dia hanya mau membeli barang yang buruk dengan murah. Akibat praktik al-tadlîs -- yakni menutupi keburukan atau cacat pada komoditas; serta menampakkannya seolah-olah baik membuat pembeli tertipu. Barang yang seharusnya berharga murah itu melonjak harganya karena ketidaktahuan pembeli.
            Hal ini juga berkaitan dengan al-ghabn al-fâhisy (penipuan harga). Pembeli atau penjual memanfatkan ketidaktahuan lawan transaksinya dengan harga yang terlalu murah atau terlalu mahal. Semua praktik tersebut jelas dapat mengakibatkan deviasi harga. Berbagai hukum Islam tersebut jika dipraktikkan akan menciptakan pasar yang benar-benar bersih. Kompetisi yang sehat dan fair akan mewarnai mekanisme pasar. Para produsen dan penjual yang menginginkan barangnya berharga mahal akan kreatif memproduksi dan menjual barang yang benar-benar berkualitas. Bukan dengan jalan menimbun, menipu, atau menutut pemerintah mematok tinggi harga barangnya.Kendati telah tercipta pasar yang bersih dan fair, tetap saja ada orang-orang yang tidak mampu bersaing dan tersingkir dari mekanisme pasar itu.
            Perbedaannya dengan sistem kapitalis adalah tidak adanya unsur interest (bunga) sebagai imbalan uang dan diganti dengan bagi hasil.

2. Distribusi yang lebih bernuansa sosial kemasyarakatan (Mekanisme Non Pasar) Yakni sebuah mekanisme yang tidak dihasilkan dari transaksi pertukaran barang dan jasa. Mekanisme itu berupa aliran barang dan jasa dari satu pihak kepada pihak lain tanpa meminta timbal balik. Bentuk-bentuk mekanisme non pasar ini antara lain:


a) Zakat Infak dan Shadaqah

            Mekanisme inilah yang dilakukan kepada orang-orang
lemah, miskin, dan kekurangan. Islam menciptakannya untuk memastikan keseimbangan pendapatan di masyarakat. karena tidak semua orang mampu terlibat dalam proses ekonomi karena yatim piatu atau jompo dan cacat tubuh, Islam memastikan distribusi ekonomi bagi mereka dalam bentuk zakat infaq dan shadaqah. Islam mewajibkan orang kaya yang hartanya mencapai nishab untuk membayar zakat. Harta itu disalurkan kepada delapan golongan.
            Sebagian besar adalah untuk orang-orang yang miskin dan membutuhkan perotolongan. Patut dicatat, pembayaran zakat itu tidak harus menanti kesadaran orang-perorang. Negara juga harus pro aktif mengambilnya dari kaum Muslim (QS al-Taubah [9]: 103), sebagaiman ayang dilakukan Khalifah Abu Bakar dahulu. Beliau pernah memerangi orang yang menolak untuk membayar zakat. Selain zakat yang diwajibkan, ada juga infak dan sedekah yang disunnahkan. Pemberian itu dilakukan tanpa mengharap pengembalian. Demikian pula hibah, hadiah, dan wasiat. Pemberian harta kepada orang lain itu juga sangat dianjurkan. Pembagian harta waris juga dapat dimasukkan dalam mekanisme non pasar.

b)Warisan
            Dengan warisan, Islam hendak memastikan bahwa asset
dan kekuatan ekonomi tidak boleh terpusat pada seseorang saja betapapun kayanya dia. Jika si bapak meninggal maka anak, istri, ibu, bapak, kakek, dan kerabat lainnya akan kebagian peninggalannya. Sistem distribusinya pun sudah diatur secara sistematis dan kompleks dalam disiplin ilmu faraidh, yang tiada taranya dalam agama atau sistem ekonomi lain. Untuk memastikan keseimbangan famili non-famili Islam juga melengkapinya dengan wasiat yang boleh diberikan kepada non famili dengan catatan tidak lebih dari 1/3. Ini pun untuk memproteksi kepentingan ahli waris juga.

c)Wakaf
            Bentuk dan caranya bisa sangat banyak sekali, dari mulai gedung, uang tunai, buku, tanah, bahan bangunan, kendaraan, saham serta aset-aset produktif lainnya. Berbeda dengan
yang lainnya, waqaf tidak dibatasi oleh kaya miskin atau pertalian darah serta kekerabatan. Waqaf adalah fasilitas umum siapapun boleh menikmatinya. Subhanallah Maha Agung Allah dengan sistemnya. Bukan hanya individu. Mekanisme nonpasar bisa juga dilakukan oleh negara. Negara bisa memberikan tanah kepada warganya. Dalam istilah fiqh, kebijakan itu dikenal dengan iqthâ’.

B.     Prinsip-prisip Distribusi Dalam Islam

            Kapitalisme tumbuh dan berkembang dari Inggris pada abad ke-18, kemudian menyebar ke Eropa Barat dan Amerika Utara sebagai akibat dari perlawanan terhadap ajaran gereja yang pada akhirnya aliran ini merambah ke segala bidang termasuk bidang ekonomi. Dasar filosofis pemikiran ekonomi Kapitalis bersumber dari tulisan Adam Smith pada tahun 1776 dalam bukunya yang berjudul An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations. Pada dasarnya isi buku tersebut sarat dengan pemikiran pemikiran tingkah laku ekonomi masyarakat. Dari dasar filosofi tersebut kemudian menjadi sistem ekonomi dan pada akhirnya mengakar menjadi ideologi yang mencerminkan suatu gaya hidup(wayoflife).



            Landasan atau system nilai (value based) yang membentuk kapitalisme adalah sekulerisme dan materialisme, yang mana sekulerisme berusaha untuk memisakan ilmu pengetahuan dari agama dan bahkan mengabaikan dimensi normatif atau moral yang berdampak kepada hilangnya kesakralan koektif (yang diperankan oleh agama) yang dapat digunakan untuk menjamin penerimaan keputusan ekonomi sosial. Sedangkan paham materialisme cendrung mendorong orang untuk memiliki pemahaman yang parsial tentang kehidupan dengan menganggap materi adalah segalahnya baginya.
             System ekonomi yang berkembang dikalangan kaum kapitalis adalah implementasi dari nilai-nilai sekularisme yang mendasari ideology mereka. Sekularisme merupakan asas ideologi ini, sekaligus menjadi kaidah berpikir dan kepemimpinan berpikir. Demi keutuhan dan kelanjutan sekularisme, maka dalam ideologi kapitalisme harus menjamin dan mempertahankan kebebasan individu, yaitu kebebasan beraqidah, kebebasan berpendapat, kebebasan kepemilikan dan kebebasan perilaku.
            Di bawah nilai-nilai kebebasan kepemilikan inilah, dibangun pemikiran cabang sistem ekonomi kapitalis, artiny akapitalisme telah memandang bahwasanya manusia hidup di dunia ini bebas untuk mengatur kehidupannya dan tidak boleh dicampuri oleh agama. Agama hanya boleh hidup di gereja atau di masjid masjid saja. Dengan demikian, segala aturan kehidupan masyarakat, termasuk di bidang ekonomi, tidaklah diambil dari agama tetapi sepenuhnya diserahkan kepada manusia, apa yang dipandang memberikan manfaat. Dengan azas manfaat (naf’iyyah) ini, yang baik adalah yang memberikan kemanfaatan material sebesar-besarnya kepada manusia dan yang buruk adalah yang sebaliknya. Sehingga kebahagiaan di dunia ini tidak lain adalah terpenuhinya segala kebutuhan yang bersifat materi, baik itu materi yang dapat diindera dan dirasakan (barang) maupun yang tidak dapat diindera tetapi dapat dirasakan (jasa).
            Berkaitan dengan masalah distribusi, system kapitalisme menggunakan asas bahwa penyelesaian kemiskinan dan kekurangan dalam suatu negara dengan cara meningkatkan produksi dalam negeri dan memberikan kebebasan bagi penduduk untuk mengambil hasil produksi (kekayaan) sebanyak yang mereka produksi untuk negara. Dengan terpecahkannya kemiskinan dalam negeri, maka terpecah pula masalah kemiskinan individu sebab perhatian mereka pada produksi yang dapat memecah masalah kemiskinan pada mereka. Maka solusi yang terbaik untuk menyelesaikan permasalahan masyarakat adalah dengan meningkatkan produksi.         Dengan demikian ekonomi hanya difokuskan pada penyediaan alat yang memuaskan kebutuhan masyarakat secara makro dengan cara menaikkan tingkat produksi dan meningkatkan pendapatan nasional (national income), sebab dengan banyaknya pendapatan nasional maka seketika itu terjadilah pendistribusian pendapatan dengan cara membertikan kebebasan memiliki dan kebebasan berusaha bagi semua individu masyarakat sehingga setiap individu dibiarkan bebas memperoleh kekayaan sejumlah yang dia mampu sesuai dengan faktor-faktor produksi yang dimilikinya dan memberikan kekayaannya kepada para ahli waris secara mutlak apabila mereka meninggal dunia.

C.    Distribusi Pendapatan Negara Dalam Ekonomi Islam

Sistem distribusi dalam ekonomi Islam memiliki andil bersama sistem politik syari’ah lainnya dalam merealisasikan tujuan umum syari’at Islam, distribusi keuangan kelompokkan kepada:
a.                Dakwah dan Penyebaran Islam
b.               Pengelolaan Sumber daya yang dikuasai negara
c.                Pembayaran Gaji Pegawai Pemerintahan
d.               Pengembangan Ilmu Pengetahuan
e.                Pembangunan Infastruktur
f.                Pembangunan Armada Perang dan Kemanan
g.               Penyediaan Layanan Kesejahteraan Sosial.

D.    Keadilan dalam distribusi islam.

            Ekonomi Islam mempelajari perilaku individu yang dituntun oleh ajaran Islam, mulai dari penentuan tujuan hidup, cara memandang dan menganalisis masalah ekonomi, serta prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang harus dipegang untuk mencapai tujuan tersebut. Berbeda dengan ekonomi Islam, ekonomi konvensional lebih menekankan pada analisis terhadap masalah ekonomi dan alternatif solusinya. Dalam pandangan ini, tujuan ekonomi dan nilai-nilai dianggap sebagai hal yang sudah tetap (given) atau di luar bidang ilmu ekonomi. Dengan kata lain, ekonomi Islam berbeda dengan ekonomi konvensional tidak hanya dalam aspek cara penyelesaian masalah, namun juga dalam aspek cara memandang dan manganalisis terhadap masalah ekonomi.
            Islam memandang bahwa pemahaman materi adalah segalanya bagi kehidupan adalah merupakan pemahaman yang keliru, sebab manusia selain memiliki dimensi material juga memiliki dimensi non material (spiritual). Dalam ekonomi Islam, kedua dimensi tersebut (material dan spiritual) termasuk didalamnya, sebagaimana tercermin dari nilai dasar (value based) yang terangkum dalam empat aksioma sebagaimana dikemukakan oleh Naqvi (2003: 37), yaitu kesatuan/Tauhid (unity), keseimbangan (equilibrium), kehendak bebas (free will) dan tanggung jawab (responsibility).
            Pertama, penekanan Islam terhadap kesatuan/tauhid (unity) merupakan dimensi vertikal yang menunjukkan bahwa petunjuk (hidayah) yang benar berasal dari Allah SWT.
            Kedua, dimensi horisontal Islam yaitu keseimbangan (equilibrium) yang menuntut terwujudnya keseimbangan masyarakat, yaitu adanya kesejajaran atau kesimbangan yang merangkum sebagian besar ajaran etik Islam, diantaranya adalah pemerataan kekayaan dan pendapatan, keharusan membantu orang yang miskin dan membutuhkan, keharusan membuat penyesuaian dalam spektrum hubungan distribusi, produksi dan konsumsi, dan sebagainya.
            Ketiga, kebebasan (free will) yaitu kebebasan yang dibingkai dengan tauhid, artinya manusia bebas tidak sebebas-bebasnya tetapi terikat dengan batasan-batasan yang diberikan Allah. Namun demikian agar dapat terarah dan bermanfaat untuk tujuan sosial dalam kebebasan yang dianugerahkan Allah tersebut, ditanamkan melalui aksioma keempat yaitu tanggung jawab (responsibility) sebagai komitmen mutlak terhadap upaya peningkatan kesejahteraan sesama manusia.
            Sistem ekonomi Islam menghendaki bahwa dalam hal penditribusian harus didasarkan pada dua sendi, yaitu kebebasan dan keadilan (Qardhawi, 1997: 201). Kebebasan di sini adalah kebebasan yang dibingkai oleh nilai-nilai tauhid dan keadilan, tidak seperti pemahaman kaum kapitalis, yang menyatakannya sebagai tindakan membebaskan manusia untuk berbuat dan bertindak tanpa campur tangan pihak mana pun, tetapi sebagai keseimbangan antara individu dengan unsur materi dan spiritual yang dimilikinya, keseimbangan antara individu dan masyarakat serta antara suatu masyarakat dengan masyarakat lainnya. Sedangkan keadilan dalam pendistribusian ini tercermin dari larangan dalam al-Qur’an (al-Hasyr: 7) agar supaya harta kekayaan hanya beredar diantara orang-orang kaya saja, tetapi diharapkan dapat memberi kontribusi kepada kesejahteraan masyarakat sebagai suatu keseluruhan.
            Dalam al-Qur'an disebutkan keadilan adalah tujuan universal yang ingin dicapai dalam keseimbangan yang sempurna (perfect equilibrium). Pengertian lain 11 disampaikan oleh al-Farabi dalam Jusmalinai, dkk (2005: 98) yang menyatakan bahwa keadilan adalah sama dengan keseimbangan. Dalam tafsir al-Qur'an, perintah adil adalah perintah yang paling dianjurkan dan harus diterapkan dalam keseluruhan aspek kehidupan. Sebagaimana dijelaskan dalam QS. Ar-Rahman (55): 7-9 yang menekankan tentang keadilan di bidang ekonomi. Lebih lanjut nash al-Qur'an (QS. Al-Hujurat (49), at-Taubah (9), al-Mumtahanah (60): 8, al-Maidah (5): 42, al-Fajr (89): 20 menjelaskan pentingnya keadilan sosial yang tidak hanya mencakup keadilan dalam membagi kekayaan individu melainkan juga kekayaan negara, memberikan kepada pekerja upah yang sesuai dengan jerih payahnya. Keadilan sosial juga berarti mempersempit jurang pemisah antara individu maupun golongan satu sama lain, dengan membatasi keserakahan orang-orang kaya di satu sisi dan meningkatkan taraf hidup orang-orang fakir miskin di sisi lain (Jusmaliani, dkk, 2005: 99-100).
            Dengan demikian, sistem distribusi dalam pandangan ekonomi Islam harus didasarkan pada prinsip-prinsip dasar ekonomi Islam, diantaranya adalah kebebasan individu, adanya jaminan sosial, larangan menumpuk harta dan distribusi kekayaan yang adil. Upaya untuk merealisasikan kesejahteraan dan keadilan distribusi tidak dapat bertumpu pada mekanisme pasar saja. Karena mekanisme pasar yang mendasarkan pada sistem harga atas dasar hukum permintaan dan penawaran tidak dapat menyelesaikan dengan baik penyediaan barang publik, eksternalitas, keadilan, pemerataan distribusi pendapatan dan kekayaan. Untuk itu, diperlukan adanya peran pemerintah dan masyarakat untuk bersama-sama mewujudkan kesejahteraan (P3EI UII dan BI, 2008: 83).
            Mekanisme sistem distribusi ekonomi Islam dapat dibagi menjadi dua (2) yaitu mekanisme ekonomi dan mekanisme non-ekonomi. Mekanisme ekonomi meliputi aktivitas ekonomi yang bersifat produktif, berupa berbagai kegiatan pengembangan harta dalam akad-akad mu'amalah, seperti membuka kesempatan seluas-luasnya bagi berlangsungnya sebab-sebab kepemilikan individu dan pengembangan harta melalui investasi, larangan menimbun harta, mengatasi peredaran dan pemusatan kekayaan di segelintir golongan, larangan kegiatan monopoli, dan berbagai penipuan dan larangan judi, riba, korupsi dan pemberian suap.
            Pemerintah berperan dalam mekanisme ekonomi, yang secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu pertama, peran yang berkaitan dengan implementasi nilai dan moral Islam; kedua, peran yang berkaitan dengan teknis operasional mekanisme pasar; dan ketiga, peran yang berkaitan dengan kegagalan pasar (P3EI UII dan BI, 2008: 84). Ketiga peran ini diharapkan akan mampu mengatasi berbagai persoalan ekonomi karena posisi pemerintah tidak hanya sekedar sebagai perangkat ekonomi, tetapi juga memiliki fungsi religius dan sosial.
            Sedangkan mekanisme non-ekonomi adalah mekanisme yang tidak melalui aktivitas ekonomi produktif melainkan melalui aktivitas non-produktif, seperti pemberian hibah, shodaqoh, zakat dan warisan. Mekanisme non-ekonomi dimaksudkan untuk melengkapi mekanisme ekonomi, yaitu untuk mengatasi distribusi kekayaan yang tidak berjalan sempurna, jika hanya mengandalkan mekanisme ekonomi semata.
            Mekanisme non-ekonomi diperlukan, baik disebabkan adanya faktor penyebab yang alamiah maupun non-alamiah. Faktor penyebab alamiah, seperti keadaan alam yang tandus atau terjadinya musibah bencana alam. Semua ini akan dapat menimbulkan terjadinya kesenjangan ekonomi dan terhambatnya distribusi kekayaan kepada orang-orang yang memiliki keadaan tersebut. Dengan13 mekanisme ekonomi biasa, distribusi kekayaan tidak dapat berjalan karena orangorang yang memiliki hambatan yang bersifat alamiah tadi tidak dapat mengikuti kompetisi kegiatan ekonomi secara normal, sebagaimana orang lain. Jika hal ini dibiarkan saja, orang-orang yang tertimpa musibah (kecelakaan, bencana alam dan sebagainya) makin terpinggirkan secara ekonomi dan rentan terhadap perubahan ekonomi, yang selanjutnya dapat memicu munculnya problema sosial, seperti kriminalitas (pencurian, perampokan), tindakan asusila (pelacuran) dan sebagainya.
            Mekanisme non-ekonomi juga diperlukan karena adanya faktor penyebab non-alamiah, seperti adanya penyimpangan mekanisme ekonomi. Penyimpangan mekanisme ekonomi, seperti monopoli, penyimpangan distribusi, penimbunan, dan sebagainya dapat menimbulkan ketimpangan distribusi kekayaan. Untuk itu, diperlukan peran pemerintah untuk mengatasi berbagai permasalahan ekonomi ini.
Bentuk-bentuk pendistribusian harta dengan mekanisme non-ekonomi ini antara lain adalah:
1. Pemberian harta negara kepada warga negara yang dinilai memerlukan.
2. Pemberian harta zakat yang dibayarkan oleh muzakki kepada para mustahik.
3. Pemberian infaq, shadaqoh, wakaf, hibah dan hadiah dari orang yang mampu     kepada yang memerlukan.
4. Pembagian harta waris kepada ahli waris, dan lain-lain.
E. Kesimpulan
Distribusi adalah suatu proses penyampaian barang atau jasa dari produsen ke konsumen dan para pemakai. Pembahasan mengenai pengertian dan makna distribusi tidak lepas dari konsep moral ekonomi yang dianut. Sistem distribusi dalam ekonomi Islam memiliki andil bersama sistem politik syari’ah lainnya dalam merealisasikan tujuan umum syari’at Islam.
Ekonomi Islam mempelajari perilaku individu yang dituntun oleh ajaran Islam, mulai dari penentuan tujuan hidup, cara memandang dan menganalisis masalah ekonomi, serta prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang harus dipegang untuk mencapai tujuan tersebut.



BAB 12
POLITIK EKONOMI ISLAM

A. Sejarah dari Politik Ekonomi Islam

Sejarah Politik Ekonomi Islam sebebnarnya sudah terjadi pada masa Nabi Muhmmad SAW, setelah menjabat pemimpin kota Madinah banyak perubahan yang dilakukan Nabi untuk mengubah Madinah menjadi kota yang lebih baik, mulai dari perekonomian dan juga politik pemerintahan semua itu dilakukan agar kesejahteraan masyarakat daat dicapai. Setelah Nabi Muhammad SAW Wafat politik ekonomi islam juga dilakukan oleh para Khulafaur Rasidin dari mulai Abu Bakar sampai Ali bin Abi Tholib.
1. Masa Abu Bakar
Setelah Rasulullah wafat, kaum muslimin mengangkat Abu Bakar menjadi khalifah pertama. Abu Bakar mempunyai nama lengkap Abdullah bin Abu Quhafah al-Tamimi. Masa pemerintahan Abu Bakar tidak berlangsung lama, hanya sekitar dua tahunan. Dalam kepemimpinannya Abu Bakar banyak menghadapi persoalan dalam negerinya, di antaranya kelompok murtad, nabi palsu, dan pembangkang membayar zakat. Berdasarkan musyawarah dengan para sahabat yang lain, ia memutuskan untuk memerangi kelompok tersebut melalui apa yang disebut sebagai perang Riddah (perang melawan kemurtadan) (Yatim, 2000).
Sebelum menjadi Khalifah Abu Bakar tinggal di Sikh yang terletak di pinggiran kota Madinah. Setelah berjalan 6 bulan dari kekhalifahannya, Abu Bakar pindah ke pusat kota Madinah dan bersamaan dengan itu sebuah Baitul Mal dibangun. Sejak menjadi khalifah, kebutuhan keluarganya diurus oleh kekayaan dari Baitul Mal ini. Abu Bakar diperbolehkan mengambil dua setengah atau dua tiga perempat dirham setiap harinya dari Baitul Mal dengan beberapa waktu. Ternyata tunjangan tersebut kurang mencukupi sehingga ditetapkan 2000 atau 2500 dirham dan menurut keterangan 6000 dirham per tahun (Al-Usairy, 2006).
Namun di sisi lain, beberapa waktu menjelang wafatnya Abu Bakar, ia banyak menemui kesulitan dalam mengumpulkan pendapatan negara sehingga ia menayakan berapa banyak upah atau gaji yang telah diterimanya. Ketika diberitahukan bahwa jumlah tunjangannya sebesar 8000 dirham, ia langsung memerintahkan untuk menjual sebagian besar tanah yang dimilikinya dan seluruh hasil penjualannya diberikan kepada negara. Juga, Abu bakarr mempertanyakan tentang berapa banyak fasilitas yang telah dinikmatinya selama menjadi khalifah. Ketika diberitahukan tentang fasilitasnya, ia segera menginstruksikan untuk mengalihkan semua fasilitas tersebut kepada pemimpin berikutnya nanti (Karim, 2004).
Dalam menjalankan pemerintahan dan roda ekonomi masyarakat Madinah Abu Bakar sangat memperhatikan keakuratan perhitungan zakat. Abu Bakar juga mengambil langkah-langkah yang strategis dan tegas untuk mengumpulkan zakat dari semua umat Islam termasuk Badui (a’rabi) yang kembali memperlihatkan tanda-tanda pembangkangan membayar zakat sepeninggal Rasulullah saw. Dalam kesempatan yang lain Abu Bakar mengintruksikan pada pada amil yang sama bahwa kekayaan dari orang yang berbeda tidak dapat digabung, atau kekayaan yang telah digabung tidak dapat dipisahkan. Hal ini ditakutkan akan terjadi kelebihan pembayaran atau kekurangan penerimaan zakat. Hasil pengumpulan zakat tersebut dijakan sebagai pendapatan negara dan disimpan dalam Baitul Mal untuk langsung didistribusikan seluruhnya kepada kaum Muslimin hingga tidak ada yang tersisa (Karim, 2006)
Prinsip yang digunakan Abu Bakar dalam mendistribusikan harta baitul mal adalah prinsip kesamarataan, yakni memberikan jumlah yang sama kepada semua sahabat Rasulullah saw. dan tidak membeda-bedakan antara sahabat yang terlebih dahulu memeluk Islam dengan sahabat yang kemudian, antara hamba dengan orang merdeka, dan antara pria dengan wanita. Dengan demikian, selama masa pemerintahan Abu Bakar, harta Baitul mal tidak pernah menumpuk dalam jangka waktu yang lama karena langsung didistribusikan kepada seluruh kaum Muslimin, bahkan ketika Abu Bakar wafat, hanya ditemukan satu dirham dalam perbendaharaan negara. Seluruh kaum Muslimin diberikan bagian hak yang sama dari hasil pendapatan negara. Apabila pendapatan meningkat seluruh kaum muslimin mendapat manfaat yang sama dan tidak ada seorangpun yang dibiarkan dalam kemiskinan (Karim, 2006).
2. Masa Umar bin Khattab
Umar bin Khattab merupakan pengganti dari Abu Bakar. Untuk pertama kalinya, pergantian kepimpinan dilakukan melalui penunjukan. Berdasarkan hasil musyawarah antara pemuka sahabat memutuskan untuk menunjuk Umar bin al-Khattab sebagai khalifah Islam kedua. Keputusan tersebut diterima dengan baik oleh kaum Muslimin. Setelah diangkat menjadi khalifah, Umar bin Khattab menyebut dirinya sebagai Khalifah Khalafati Rasulillah (Pengganti dari Pengganti Rasulillah). Umar juga memperkenal istilah Amir al-Mu’minin (Komandan orang-orang yang beriman) kepada para sahabat pada waktu itu (Yatim, 2000).
Pemerintahan umar berlangsung sepuluh tahun. Banyak kebijakan-kebijakan yang dilakukan pada masa Umar, termasuk dibidang perekonomian pemerintah. Pada masa Umar ini banyak daerah-daerah disekitar Arab telah dikuasai Islam, termasuk daerah Persia dan Romawi (Syiria, Palistina dan Mesir). Atas keberhasilan dan menguasai wilayah-wilayah yang diluar wilayah jazirah Arabia ini, Umar dijuluki sebagai The Saint Paul of Islam (Karim, 2006).
Dalam pemerintahannya ini, banyak hal yang menjadi kebijakan Umar terkait dengan perekonomian masyarakat Muslim pada waktu itu, di antaranya: Pertama, pendirian Lembaga Baitul Mal. Seiring dengan perluasan daerah dan memenangi banyak peperangan, pendapatan kaum muslimin mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini memerlukan perhatian khusus dalam pengelolaannya, agar dapat dimanfaatkan secara benar, efektif dan efisien. Setelah mengadakan musyawarah dengan para pemuka sahabat, maka diputuskan untuk tidak menghabiskan harta Baitul Mal sekaligus, akan tetapi dikeluarkan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan masyarakat didasarkan atas musyawarah.
Dalam pemerintahan Khalifah Umar, Baitul Mal berfungsi sebagai pelaksana kebijakan fiskal negara Islam dan Khalifahmerupakan pihak yang berkuasa penuh terhadap harta Baitul Mal. Namu demikian, Khalifah tidak diperbolehkan menggunakan harta Baitul Mal untuk kepentingan pribadi. Dalam hal ini, tunjangan Umar sebagai Khalifah untuk setiap tahunnya adalah tetap, akni sebesar 5000 dirham, dua stel pakaian yang biasa digunakan untuk musim panas (shaif) dan musim dingin (syita’) serta serta seekor binatang tunggangan untuk menunaikan ibadah haji (Karim, 2004).
Pada masa ini harta Baitul Mal dianggap sebagai harta kaum Muslimin, sedangkan Khalifah dan para amil hanya berperan sebagai pemegang amanah. Dengan demikian, negara bertanggung jawab untuk menyediakan makanan bagi para janda, anak-anak yatij, serta anak-anak terlantar; membiayai penguburan orang-orang miskin; membayar utang-utang yang bangkrut; membayar uang diyat untuk kasus-kasus tertentu, seperti membayar diyat prajurit Shebani yang membunuh seorang Kristianiuntuk menyelamatkan nyawanya; serta memberikan pinjaman tanpa bunya untuk tujuan komersial, seperti kasus Hind bint Ataba (Karim, 2004).
Kedua, Pajak Kepemilikan tanah (Kharaj). Pada zaman Khalifah Umar, telah banyak perkembangan admistrasi dibanding pada masa sebelumnya. Misal, kharaj yang semula belum banyak di zaman Rasulullah tidak diperlukan suatu sistem administrasi. Sejak Umar menjadi Khalifah, wilayah kekuasan Islam semakin luas seiring dengan banyaknya daerah-daerah yang berhasil ditaklukkan, baik melalui peperangan maupun secara damai. Hal ini menimbulkan berbagai permasalahan baru. Pertanyaan yang paling mendasar dan utama adalah kebijakan apa yang akan diterapkan negara terhadap kepemilikan tanah-tanah yang berhasil ditaklukkan tersebut. Para tentara dan beberapa sahabat terkemuka menuntut agar tanah hasil taklukan tersebut dibagikan kepada mereka yang terlibat dalam peperangan sementara sebagian kepada mereka yang terlibat dalam peperangan sementara sebagian kaum Muslimin yang lain menolak pendapat tersebut (Karim, 2004).
Dari berbagai perdebatan dan musyawarah itu akhirnya Umar memutuskan untuk memperlakukan tanah-tanah tersebut sebagai fai, dan prinsip yang sama diadopsi untuk kasus-kasus yang akan datang. Sayyidina Ali tidak hadir dalam pertemuan tersebut karena sedangan menggantikan posisi Umar sebagai Khalifah di Madinah. Diriwayatkan bahwa Ali tidak sependapat dengan pandangan Umar seluruhnya. Ia juga berpendirian bahwa seluru pendapatan Baitul Mal harus didistribuskan seluruhnya tanpa menyisakan sedikitpun sebagai cadangan (Karim, 2004).
Umar bin Khattab menyadari bahwa sektor pertanian sangat signifikan dalam membangkitkan perekonomian negara. Oleh karena itu, ia mengambil langkah-langkah pengembangannya dan juga mengembalikan kondisi orang-orang yang bekerja di bidang itu. Dia menghadiahkan kepada orang-orang yang bekerja dibidang itu. Tetapi siapa saja yang selama 3 tahun gagal mengolahnya yang bersangkutan akan kehilangan hak kepemilikannya atas tanah tersebut. Orang-orang yang mengungsi, pada waktu terjadi invasi dapat dipanggil kembali dan dinyatakan boleh menempati kembali tanah mereka. Abu Yusuf menceritakan tentang keinginan Khaliah memajukan dan membantu pengembangan pertanian. Pada waktu invansi ke Syiria seorang tentara Muslim dalam perjalanan melalui telah merusak tanamannya. Mendengar pengaduan ini, khalifah segera memberi ganti rugi sebesar 10.000 dirham (Sudarsono, 2002).
Ketiga, Zakat. Pada masa pemerintahan Umar bin Khattab, kekayaan yang dimiliki negara Madinah sudah mulai banyak, berbeda pada awal-awal Islam. Pada zaman Rasulullah, jumlah kuda yang dimiliki orang Arab masih sedikit, terutama kuda yang dimiliki oleh Kaum Muslimin. Misalkan, dalam perang badar kaum Muslim hanya mempunyai dua kuda. Pada saat pengepungan suku Bani Quraizha (5 H), pasukan kaum Muslimin memiliki 36 Kuda. Pada tahun yang sama, di Hudaybiyah mereka mempunyai sekitar dua ratus kuda. Karena zakat dibebankan terhadap barang-barang yang memiliki produktivitas maka seorang buka atau seekor kuda yang dimiliki kaum Muslimin ketika itu tidak dikenakan zakat (Karim, 2006).
Pada generasi selanjutnya, kuda-kuda sudah mulai banyak, di Syiria Misalkan, kuda-kuda sudah mulai diternakkan secara besar-besaran di Syiria dan di berbagai wilayah kekuasan Islam lainnya. Beberapa kuda memiliki nilai jual tinggi, bahkan diriwayatkan bahwa seekor kuda Arab Tabhlabi diperkirakan bernilai 20.000 dirham dan orang-orang Islam terlibat dalam perdagangan ini. Karena maraknya perdagangan kuda, mereka menanyakan kepada Abu Ubaidah, Gubernur Syiria ketika itu, tentang kewajiban membayar zakat kuda dan budak. Gubernur memberitahukan bahwa tidak ada zakat atas keduanya. Kemudian mereka menguslkan kepada Khalifah agar ditetapkan kewajiban zakat atas keduanya tetapi permintaan tersebut tidak dikabulkan. Mereka kemudian mendatangi kembali Abu Ubaidah dan bersikeras ingin membayar. Akhirnya, Gubernur menulis surat kepada Khalifah dan Khalifah Umar menanggapinya dengan sebuah instruksi agar Gubernur menarik zakat dari mereka dan mendistribusikannya kepada para fakir miskin serta budak-budak. Sejak saat itu, zakat kuda ditetapkan sebesar satu dinar atau atas dasar ad valorem, sperti satu dirham untuk setiap empah puluh dirham (Karim, 2004).
3. Masa Utsman bin Affan
Utsman bin Affan merupakan khalifah ketiga setelah wafatnya Umar bin Khatab. Perluasan daerah kekuasaan Islam yang telah dilakukan secara masif pada masa Umar bin Khattab diteruskan oleh Utsman bin Affan. Pada enam tahun pertama kepemimpinannya, banyak negara yang telah dikuasainya, seperti Balkan, Kabul, Grozni, Kerman dan Sistan. Setelah negera-negara tersebut ditaklukkan, pemerintahan Khalifah Utsman menata dan mengembangkan sistem ekonomi yang telah diberlakukan oleh Khalifah Umar. Khalifah Utsman mengadakan empat kontrak dagang dengan negara-negara taklukan tersebut dalam rangka mengembangkan potensi sumber daya alam. Aliran air digali, jalan dibangun, pohon-pohon, buah-buahan ditanam dan keamanan perdagangan diberikan dengan cara pembentukan organisasi kepolisian tetap untuk mengamankan jalur perdagangan. KhalifahUtsman membentuk armada laut kaum Muslimin di bawah komando Muawiyah, hingga berhasil membangun supremasi kelautannya di wilayah Mediterania (Sudarsono, 2002).
Khalifah Utsman bin Affan mengambil suatu langkah kebijakan tidak mengambil upah dari kantornya. Sebaliknya, ia meringankan beban pemerintah dalam hal-hal yang serius, bahkan menyimpan uangnya di bendahara negara. Hal tersebut menimbulkan kesalahfahaman dan ketidakcocokan dengan Abdullah bin Arqam, bendahara Baitul Mal. Konflik ini semakin meruncing ketika ia tidak hanya membuat Abdullah menolak upah dari pekerjaannya, tetapi juga menolak upah dari pekerjaannya, tetapi juga menolak hadir pada setiap pertemuan publik yang dihadiri Khalifah. Permasalahan tersebut semakin rumit ketika muncul berbagai pernyataan kontroversional mengenai pembelanjaan harta Baitul Mal yang tidak hati-hati (Karim, 2004).
Kebijakan lain yang dilakukan Utsman terkait perekonomian adalah tetap mempertahankan sistem pemberian bantuan dan santunan serta memberikan sejumlah besar uang kepada masyarakat yang berbeda-beda. Meskipun meyakini prinsip persamaan dalam memenuhi kebutuhan pokok masyarakat, ia memberikan bantuan yang berbeda pada tingkat yang lebih tinggi. Dalam hal pengeloaan zakat, Utsman mendelegasikan kewenangan menaksir harta yang dizakati kepada pemiliknya masing-masing. Hal ini dilakukan untuk mengamankan zakat dari berbagai gangguan dan masalah dalam pemeriksaan kekayaan yang tidak jelas oleh beberapa oknum zakat. Di sisi lain, Utsman berpendapat bahwa zakat hanya dikenakan terhadap harta milik seseorang setelah dipotong seluruh utang-utang yang bersangkutan. Ia juga mengurangi zakat dari dana pensin (Karim, 2004).
Ada perbedaan antara kebijakan fiskal Khalifah Utsman bin Affan dengan sebelumnya. Utsman tidak memiki kebijakan kontrol harga. Pada khalifah sebelumnya, ia tidak menyerahkan tingkat harga sepernuhnya kepada pada pengusaha, tetapi berusaha untuk tetap memperoleh informasi yang akurat tentang kondisi harga di pasaran, bahkan terhadap harga dari suatu barang yang sulit dijangkau sekalipun. Utsman bin Affan berusaha mendiskusikan tingkat harga yang sedang berlaku di pasaran dengan seluruh kaum Muslimin di setiap selesai melaksanakan shalat berjamaah (Karim, 2004).
Memasuki paruh kedua kepemimpinannya yaitu enam tahun kedua masa pemerintahan Utsman bin Affan, tidak terdapat perubahan situasi ekonomi yang cukup signifikan. Berbagai kebijakan Khalifah Utsman banyak menguntungkan keluarganya (terkesan nepotisme) telah menimbulkan benih kekecewaan yang mendalam pada sebagian besar kaum Muslimin. Akibatnya, pada masa ini, pemerintahannya lebih banyak diwarnai kekacauan politik yang berakhir dengan terbunuhnya sang Khalifah (Karim, 2004).
4. Masa Ali bin Abi Thalib
Ali bin Abi Thalib merupakan khalifah keempat menggantikan Utsman bin Affan yang terbunuh. Ali mempunyai gelar karramahu wajhah. Ia menikah dengan putri Rasulullah Fatimah al-Zahra dikarunia dua putra yaitu Hasan dan Husain. Pada masa Ali, merupakan masa pemerintahan tersulit yang harus dilampaui karena karena masa-masa itu merupakan masa paling kritis berupa pertentangan antar kelompok (Sudarsono, 2002). Muncul pula pada waktu itu tuntutan para sahabat untuk menelisik siapa sebenarnya orang yang membunuh Utsman bin Affan.
Khalifah Ali merupakan salah satu khalifah yang sederhana, ia dengan suka rela menarik dirinya dari daftar penerima bantuan Baitul Mal (kas negara), bahkan menurut yang lainnya dia memberikan 5000 dirham setiap tahunnya. Apapun faktanya hidup Ali sangat sederhana dan ia sangat ketat dan rigit dalam menjalankan keuangan negara. Suatu hari saudaranya Aqil datang kepadanya meminta bantuan uang, tetapi Ali menolak karena hal itu sama dengan mencuri uang milik masyarakat (Sudarsono, 2002).
Di antara kebijakan ekonomi pada masa pemerintahannya, ia menetapkan pajak terhadap para pemilik hutan sebesar 4000 dirham dan mengizinkan Ibnu Abbas, gubernur Kufah, memungut zakat terhadap sayuran segar yang akan digunakan sebagai bumbumasakan. Pada sama pemerintahannya juga, Ali mempunyai prinsip bahwa pemerataan distribusi uang rakyat yang sesuai dengan kapasitasnya. Sistem distribusi setiap pecan sekali untuk pertama kalinya diadopsi hari kamis adalah hari pendistribusian atau hari pembayaran. Pada hari itu, semua penghitungan diselesaikan dan pada hari Sabtu dimulai penghitungan baru. Cara ini mungkin solusi yang terbaik dari sudut pandang hukum dan kontribusi negara yang sedang berada dalam masa-masa transisi (Karim, 2006).
Ada persamaan kebijakan ekonomi pada masa Ali bin Abi Thalib dengan khalifah sebelumnya. Pada masa Ali alokasi pengeluaran kurang lebih masih tetap sama sebagaimana halnya pada masa pemerintahan Khalifah Umar. Pengeluaran untuk ankatan laut yang ditambah jumlahnya pada masa Khalifah Utsman dihilangkan karena sepanjang garis pantai Syiria, Palestina, dan Mesir berada di bawah kekuasaan Muawiyah. Namun demikian, dengan adanya penjaga malam dan patrol yang telah terbentuk sejak masa pemerintahan Khalifah Umar, Ali membentuk polisi yang terorganisasi secara resmi yang disebut syurthah dan pemimpinnya diberi gelar shahibu al-sulthah (Karim, 2006).
Keistimewaan khalifah Ali dalam mengatur strategi pemerintahan adalah masalah admistrasi umum dan masalah-masalah yang berkaitan dengannya tersusun secara rapi. Konsep penataan administrasi ini dijelaskan dalam suratnya yang terkenal yang ditujukan kepada Malik Ashter bin Harits. Surat yang panjang tersebut antara lai mendekripsikan tugas, kewajiban serta tanggung jawab para penguasa dalam mengatur berbagai prioritas pelaksaaan dispensasi keadilan serta pengawasan terhadap para pejabat tinggi dan staf-stafnya. Dalam surat itu juga disebutkan kelebihan dan kekuarangn para jaksa, hakim, dan abdi hukum lainnya; selain itu juga menjelaskan pendapatan pegawai admisitrasi dan pengadaan perbendaharaan. Dalam suratnya juga disebutkan bagaimana berhubungan dengan masyarakat sipil, lembaga peradilan dan angkatan perang. Selanjutnya, Ali menekankan Malik agar lebih memperhatikan kesejahteraan para prajurit dan keluarga dan diharapkan berkomunikasi langsung dengan masyarakat melalui pertemuan terbuka, terutama dengan orang-orang miskin (Karim, 2006)

B. Devinisi dari Politik Ekonomi Islam

Politik ekonomi islam merupakan kebijakan-kebijakan yang berpihak pada ekonomi islam yang diterapkan dalam sebuah negara (Itang, 2015 :27). Kebijakan-kebijakan itu muncul akibat terpuruknya praktek system ekonomi yang sudah diterapkan. Praktek ribawi, judi, ghoror menimbulkan kegelisahan pada masyarakat untuk mencari system alternative, disamping keyakinan masyarakat yang tidak lepas dari agama yang dipeluknya. Persoalan ekonomi dalam masyarakat tidak lepas dari politik, sebab kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah mesti menyentuh kepada persoalan masyarakat itu sendiri yang melibatkan Negara. Menurut Abdurrahman al-Maliki, politik ekonomi islam adalah menjamin pemenuhan semua kebutuhan primer setiap individu maupun kebutuhan-kebutuhan sekundernya sesuai dengan kadar kemampuannya sebagai individu yang hidup dalam suatu masyarakat dengan gaya hidup tertentu. Dengan demikian, islam memandang setiap orang secara individual, bukan secara kolektif sebagai komunitas yang hidup dalam sebuah Negara. Asas politik ekonomi islam menurut al-Maliki terdiri empat asa yaitu : 1). Setiap orang secara individual perlu dipenuhi berbagai kebutuhannya; 2). Kebutuhan primer setiap manusia harus dipenuhi secara menyeluruh; 3). Usaha mencari rizki hukumnya mubah/halal; 4). Nilai-nilai luhur harus mendominasi semua interaksi yang terjadi antar individu ditengah-tengah masyarakat.
Dinamika kondisi kehidupan saat umat islam menyampaikan aspirasinya untuk mendirikan lembaga keuangan berdasarkan prinsip-prinsip islam. Hal demikian akan semakin memperkuat kehadiran perbankan islam sebagai kekuatan politik ekonomi islam. Ditandai dengan ditetapkan UU No.7 tahun 1992 tentang perbankan, dimana bank bagi hasil diakomodasikan. Adapun pada tanggal 1 Nopmber 1991 ditandatangi Akte Pendirian PT. Bank Muamalat Indonesia (BMI). Kemudian seiring berjalannya waktu, perbankan islam di Indonesia terus berkembang pesat. Terlebih pada era reformasi setelah lahirnya UU No 10 tahun 1998, sebagai amandemen UU No 7 tahun 1992, dimana dibukanya peluang perbankan konvensional menjadi bank syariah. Ini adalah bentuk reformasi yang ditempuh oleh masyarakat perbankan untuk pertumbuhan dan pekembangan perbankan syariah baik di sisi lembaga maupun prodaknya yang dicita-cita sejak lama. Awal terbentuknya UU No. 10 tahun 1998, karena UU No 7 tahun 1972 yang berlaku saat itu belum memberikan akomodasi perkembangan perbankan syariah secara leluasa baik dari jumlah jaringan kantor muapun volume kegiatan usahanya. Upaya mendorong pengembangan bank syariah dilaksanakan dengan memperhatikan bahwa sebagian masyarakat muslim Indonesia menantikan suatu system perbankan syariah yang sehat dan terpercaya untuk mengatasi kebutuhan terhadap layanan jasa perbankan yang sesuai dengan tujuan pendirian bank syariah.

C. Konsep Ekonomi Islam

Perbedaan yang mendasar konsep ekonomi Islam dengan konsep ekonomi umum adalah terletak pada hubungan vertikal kepada Sang Pencipta, yakni Allah SWT. Sesuai dengan tujuan manusia itu diciptakan yaitu semata untuk beribadah kepada-Nya (Q.S.60:62). Konsep ekonomi Islam menurut Sri-Edi Swasono, yaitu:
1.      Menekankan moralitas dan etika Islam. Moralitas yang dimaksud dengan pelayanan yang baik, sedangkan etika Islam sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
2.      Menghindari praktek kehidupan ekonomi yang tidak Islami. Praktek kegiatan ekonomi dalam kehidupan masyarakat perlu dianalisis dengan merelevansikan dengan prinsip prinsip Islam.
3.      Tidak menafikan ekonomi mainstream. Konsep ekonomi Islam mengembangkan teori ekonomi yang dapat mentransformasi ekonomi mainstream menjadi ekonomi yang Islami.
4.      Bebas nilai. Konsep ekonomi Islam mengakui hukum-hukum (bebas nilai) atau tehnik-tehnik ekonomi (bebas nilai) yang dapat dimanfaatkan untuk memperkokoh dan melengkapi kajiankajian ekonomi Islam.
5.      Berasaskan keadilan. Dengan asas keadilan merupakan jalan keluar untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi, pengangguran dan kemiskinan.
Ada beberapa parameter dasar sistem ekonomi Islam yang dapat diungkap dan diikhtisarkan sebagai berikut:
1)      Tindakan dan putusan dinilai etis, tergantung pada maksud (tujuan) individu. Tuhan Maha Mengetahui, karena itu Tuhan mengetahui maksud manusia secara sempurna.
2)       Maksud baik yang diikuti tindakan baik dianggap sebagai ibadah (pengabdian). Maksud halal tidak dapat merubah tindakan haram menjadi halal.
3)       Islam memberikan kebebasan kepada individu untuk meyakini dan bertindak apapun yang diinginkan, namun tanpa mengorbankan keadilan dan tanggung jawab.
4)       Iman kepada Allah memberikan individu kebebasan sempurna dari sesuatu atau seseorang kecuali Allah.
5)       Keputusan yang menguntungkan mayoritas atau minoritas bukan ukuran etis tidaknya suatu tindakan. Etika bukan persoalan jumlah.
6)       Islam menggunakan pendekatan sistem terbuka terhadap etika, tidak tertutup dan berorientasi pada diri sendiri (selforiented).
7)       Keputusan etis didasarkan pada pemahaman terhadap al- Qur’an dan alam semesta secara bersamaan.
8)      Berbeda dengan sistem etika yang dibangun oleh kebanyakan agama lain, Islam menganjurkan umat manusia untuk mengamalkan tazkiyah melalui partisipasi aktif dalam kehidupan dunia.
Ekonomi Islam tidak bersifat fragmental (terpenggal-penggal) akan tetapi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pandangan hidup Islami. Karena itu sistem ekonomi Islam bersifat menyeluruh (QS. 2:208). Dalam kaidah perilaku individu, terdapat suatu keajegan batini (internal consistency) atau ‘adl (=equilibrium). Aksioma equilibrium (keseimbangan) ini merupakan inti dari (QS. 2:143). Untuk mengembangkan sistem ekonomi Islam lebih jauh perlu digali aksioma-aksioma yang mempedomani filsafat etik Islam, aksioma tersebut yaitu:
a. Kesatuan
Kesatuan sebagaimana tercermin dalam konsep tauhid memadukan keseluruhan aspek kehidupan muslim: ekonomi, politik, agama dan sosial menjadi suatu “homogeneous whole” (keseluruhan homogen), serta mementingkan konsep konsistensi dan keteraturan yang menyeluruh (sistemik). Islam bergerak untuk memadukan dari perpecahan antara etika dan ekonomi. Sintesis semacam ini akan menghasilkan konsekuensi perilaku ekonomi yang stabil dalam masyarakat Islam. Karakter “manusia ekonomi”,8 untuk memaksimumkan kegunaan (utility) tersebut, bergantung pada dua batasan khusus yaitu: (1) kelaikkan umum, dalamhal ini; apakah suatu bundel komoditi dapat dihasilkan guna memenuhi kebutuhan manusia (kekayaan).9 (2) Kehalalan, ini adalah ciri khas ilmu ekonomi Islam. Manusia diperintahkan oleh Allah untuk mendapatkan dari kebutuhannya yaitu harta yang halal (QS. 2:172),10 (QS. 5:88).11 Ayat ini menjelaskan, bahwa yang dimaksud rizki yang baik-baik yaitu rizki yang halal. Maka setiap yang dihalalkan Allah adalah rizki yang baik dan setiap yang diharamkan Allah adalah rizki yang buruk (khabits).
Allah SWT. telah melimpahkan kepada manusia rizki yang tidak terbatas, namun Allah juga menetapkan takaran dan ukuran agar manusia tidak melakukan eksploitasi terhadap sumber-sumber alam dengan cara yang melampaui batas.13 Islam telah memberikan solusi dalam mengatur perekonomian agar tidak terperosok pada perbuatan-perbuatan riba. yaitu dengan peraturan serta etika yang mengatur kegiatan ekonomi. Peraturan dan etika itulah yang membedakan ekonomi yang dianjurkan al-Qur’an (Islam) dengan ekonomi lainnya.15 Menurut Islam, manusia ekonomi harus merupakan kesatuan individu, sekaligus kolektif. Prinsip sistem ekonomi Islam tidak hanya menetapkan pilihan individu dan kolektif, melainkan juga memberikan prinsip untuk menggabungkan keduanya. Bila pengaruh etika Islam mengenai pemilikan sumber penghasilan sepenuhnya terpadu dengan ilmu ekonomi, maka pasti sangat mempengaruhi watak keseimbangan.



b. Keseimbangan
Keseimbangan (equilibrium; ‘adl) merupakan dimensi horizontal ajaran Islam yang berkaitan dengan keseluruhan harmoni dalam alam semesta. Hukum dan tatanan yang dilihat di alam semesta mencerminkan keseimbangan yang harmonis (QS. 54:49).17 Kebutuhan akan keseimbangan (balance; equilibrium) ditekankan Allah dengan menyebut umat muslim sebagai ummatul wasata (umat modern). Keseimbangan dan moderasi, dengan demikian, merupakan prinsip etis yang mendasar. Lebih jauh prinsip keseimbangan ini diterapkan pula dalam konteks bisnis. Allah memperingatkan kepada umat muslim untuk menyempurnakan takaran dan timbangan (QS. 17:35). Keseimbangan merupakan nilai dasar yang pengaruhnya terlihat pada berbagai aspek tingkah laku ekonomi muslim, seperti kesederhanaan (moderation). Berhemat dan menjauhi pemborosan (extrafagance). Islam telah mewajibkan sirkulasi kekayaan terjadi pada semua anggota masyarakat, dan mencegah terjadinya sirkulasi kekayaan hanya pada segelintir orang (QS.59:7). Terjadinya ketidakseimbangan ini juga sangat bergantung dari sekelompok individu yang kuat, yang menimbun barang di tengah-tengah keprihatinan masyarakat. Hal ini dilarang oleh Rasulallah sebagaimana haditsnya yang diriwayatkan oleh Muslim:
c. Kehendak Bebas
Sampai pada tingkat tertentu, manusia dianugerahi kehendak bebas (free will) untuk mengarah dan membimbing kehidupannya sendiri sebagai khalifah di bumi. Berdasarkan aksioma kehendak bebas ini, manusia mempunyai kebebasan untuk membuat suatu perjanjian termasuk mengingkarinya. Dan tentu saja seorang muslim yang percaya kepada kehendak Allah akan memuliakan semua janji yang dibuatnya (QS. 5:1). Perkataan uqud (contract) merupakan konsep yang multidimensional, yang berarti (a) kewajiban Ilahi, (b) kewajiban sosial, (c) kewajiban politik, dan (d) kewajiban berbisnis. Konsep kebebasan dalam Islam yaitu adanya kebebasan ekonomi individu dalam batasbatasetik yang ditentukan, yang pengendaliannya oleh Negara (QS. 33:72). Campur tangan pemerintah dalam kehendak bebas ini, bahwa setiap warga negara mempunyai kebebasan dalam kegiatan perekonomian dalam batas perencanaan pemerintah. Peran pemerintah dalam menjalankan perindustrian dan perdagangan besar, hendaknyamengingat untuk mengalihkan ke tangan individu-individu sesudahdijalankannya dan dipimpinnya dengan mencapai sukses dan hasil yangmemuaskan.
d. Tanggung Jawab
Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal mustahil, lantaran tidak menuntut tanggung jawab (responsibility, accountability). Untuk memenuhi tuntutan keadilan dan kesatuan, manusia perlu mempertanggungjawabkan tindakannya. Allah menekankan konsep tanggung jawab moral tindakan manusia (QS. 4:123). Tanggung jawab dalam Islam bersifat berlapis ganda dan memfokus pada tingkat mikro (individual) maupun tingkat makro (organisasional dan masyarakat). Seorang muslim harus memikul tanggung jawab terakhirnya atas apa yang diperbuatnya (QS.74:38).

D. Prinsip Dasar Politik Ekonomi Islam

Salah satu karakteristik sistem ekonomi Islam adalah adanya tuntutan untuk lebih mengutamakan aspek hukum dan etika bisnis Islami. Dalam sistem ekonomi Islam terdapat suatu keharusan untuk menerapkan prinsip-prinsip syari’ah dan etika bisnis yang Islami.
Menurut Khursyid Ahmad, menyatakan bahwa politik pembangunan ekonomi masyarakat islam mesti berdasarkan kepada prinsip-prinsip islam. Hasil penelitiannya saat ini negara-negara besar islam belum mampu melepaskan ketergantungannya baik secara politis maupun ekonomis barat. Menurutnya konsep kebijakan pembangunan masyarakat islam secara filosofis adalah; tauhid, rububiyah, khilafah, dan tazkiyah. KhurshidAhmad, dengan tegas menyatakan bahwa tauhid merupakan langkah awal dan sebagai dasar penetapan dalam praktik ekonomi di negara islam.
Secara filosofis, prinsip-prinsip ekonomi islam mencakup atas prinsip ibadah (al-tauhid), persamaan (al-musawat), kebebasan (al-hurriyat), keadilan (al-„adl), tolong-menolong (al-ta’awun) dan toleransi (al-tasamuh). Prinsip-prinsip tersebut digunakan oleh lembaga keuangan syariah sebagai pijakan untuk melaksanakan kegiatan perekonomian. Sedangkan etika bisnis Islami terkait dengan politik ekonomi Islam yang mengatur segala bentuk kepemilikan, pengelolaan dan pendistribusian harta antar individu dan kelompok secara proporsional.
Dalam prinsip tauhid mengantarkan manusia dalam kegiatan ekonomi untuk meyakini bahwa harta benda yang berada dalam genggamannya adalah milik Allah SWT. keberhasilan para pengusaha bukan hanya disebabkan oleh hasil usahanya sendiri tetapi terdapat partsisipasi orang lain. Tauhid yang akan menghasilkan keyakinan pada manusia bagi kesatuan dunia dan akhirat. Tauhid dapat pula mengantarkan seorang pengusaha untuk tidak mengejar keuntungan materi semata-mata, tetapi juga mendapat keberkahan dan keuntungan yang lebih kekal. Oleh karena itu, seorang pengusaha dipandu untuk menghindari segala bentuk eksploitasi terhadap sesama manusia.
Demikian halnya dengan prinsip keseimbangan akan mengarahkan umat Islam kepada pencegahan segala bentuk monopoli dan pemusatan kekuatan ekonomi hanya pada satu tangan atau satu kelompok tertentu saja. Atas dasar ini pula, al-Qur’an menolak dengan sangat tegas daur sempit yang menjadikan kekayaan hanya berkisar pada orang atau kelompok tertentu :“Supaya harta itu tidak hanya beredar pada orang-orang kaya saja dia antara kamu” (QS al-Hasyr: 7). Umat Islam dilarang tegas melakukan penimbunan dan pemborosan sesuai dengan Qs. At-Taubah: 34. Ayat ini menjadi dasar bagi pemberian wewenang kepada penguasa untuk mencabut hak-hak milik perusahaan spekulatif yang melakukan penimbunan, penyelundupan dan yang mengambil keuntungan secara berlebihan, karena penimbunan mengakibatkan kenaikan harga yang tidak semestinya, “Makan dan minumlah, tetapi jangan berlebih-lebihan sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan” (QS al-„Araf: 31). Pemborosan dan sikap konsumtif dapat menimbulkan kelangkaan barang-barang yang dapat menimbulkan ketidakseimbangan yang diakibatkan kenaikan harga-harga. Dalam rangka memelihara keseimbangan ekonomi, Islam mene-gaskan pemerintah untuk mengontrol harga-harga yang tidak wajar dan cenderung spekulatif tersebut, yakni dengan berpegang kepada etika ekonomi Islami. Itulah salah satu pilihan di mana politik ekonomi Islam mempertimbangkan kepentingan ekononomi yang bersifat umum (maslahat al-ammah).

E. Politik Ekonomi Islam di Indonesia Era Reformasi

Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat perjalanannya tidak mulus, disamping ada beberapa factor pendorong juga ada faktor penghambat. Akan dijelaskan sebagai berikut:
1.      Faktor Pendorong
Faktor pendorong proses terbentuknya kebijakan-kebijakan lembaga keuangan Islam di antaranya adalah :
a.       Dukungan Penentu Kebijakan
Posisi legislatif, yudikatif, dan eksekutif, adalah seperangkat penentu dan pengelola kebijakan. Perbankan Syariah mampu menjadi salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi, terwujudnya sistem perbankan yang sehat dan mensejahterakan umat. Keberadaan Perbankan Syariah telah memberikan sumbangsih yang cukup signifikan untuk menggerakkan berbagai sistem perekonomian Indonesia, terutama untuk sektor usaha menengah, kecil, dan mikro (UMKM). Perbankan Syariah dapat beroperasi secara efisien dan kompetitif serta tetap mengacu pada demokrasi ekonomi dan prinsip kehati-hatian. Perbankan Syariah mendorong peengembangan sector riil melalui pembiayaan berdasarkan bagi hasil untuk kemaslahatan rakyat. UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah disahkan pada tanggal 17 Juni 2008 dalam rapat paripurna DPR yang dimpimpin Agung Laksono. Hanya Fraksi Partai Damai Sejahtera (FPDS) yang menolak rancangan Undang-Undang ini dari delapan fraksi. Ini berarti masih lebih banyak pendukungnya sekitar 99% yang mendukung kebijakan Undang-Undang Perbankan Syariah. Munculnya kebijakankebijakan Perbankan Syariah seiring semakin pesatnya pertumbuhan dan perkembangan Perbankan Syariah di masa yang akan datang, tidak lepas dari dukungan penentu dan pembuat kebijakan.
b.      Dukungan Masyarakat Perbankan
Peran ulama dalam masyarakat sangat diperhitungkan, masih melekat dalam benak masyarakat bahwa ulama merupakan pewaris para Nabi. Keberadaan para ulama mempunyai pengaruh besar, sebagai orang yang selalu menyampaikan pesan-pesan agama (fatwa) sesuai tugasnya dalam tablig atau berdakwah, baik level bawah (masyarakat) maupun atas (pemerintah). Pesan-pesan agama (fatwa) yang disampaikan secara individu maupun terorganisir. Secara individu biasanya penyampaian pesan tersebut terungkap atas nama pribadi, sedang terorganisir pesan ini atas nama organisasi setelah menemukan kesepakatan bersama. Kumpulan para ulama yang terbentuk dalam sebuah organisasi adalah MUI (Majlis Ulama Indonesia). MUI sangat berjasa dalampembentukan kebijakan Perbankan Syariah. Gagasan awal pendirian Perbankan Syariah ini dicetuskan oleh MUI pada lokakarya yang diselenggarakan di Cisarua, Bogor pada 19-20 Agustus 1990.
2.      Faktor Penghambat
a.       Pembuat Kebijakan Tidak Aspiratif
Pembentukan peraturan perundang-undangan merupakan salah satu syarat dalam rangka pembangunan hukum nasional yang hanya dapat terwujud apabila didukung oleh cara dan metode yang pasti, baku, dan standar yang mengikat semua lembaga yang berwenang membuat perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan persetujuan bersama Presiden. Beberapa hal terhambatnya proses pembuatan kebijakan lembaga keuangan syariah, yaitu: Pertama, minoritasnya Fraksi pendukung di DPR; Kedua, karena kepentingan kelompok bukan kepentingan umat; Kedua, tidak menampung aspirasi masyarakat.
b.      Kepercayaan Masyarakat terhadap Bank Konvensional Masih Tinggi
Bank konvensional yang berdiri sejak kemerdekaan Indonesia tentu sudah mendarah daging melekat disetiap pribadi masyarakat. Tidak bisa dipungkiri sampai saat ini masyarakat Indonesia masih mempercayai pelayanan bank konvensional, baik dari segi pembiayaan (financing), penghimpun dana (funding) dan jasa (servic).
c.       Kurangnya SDM
Kurangnya SDM menjadi penghambat perkembangan lembaga keuangan syariah, untuk itu Bank Indonesia sangat mendukung berbagai upaya peningkatan kualitas SDM bank syariah tersebut dengan memfasilitasi berbagai program pelatihan, workshop, seminar maupun Technical Assistance (TA) yang diperlukan. Misalnya, pelatihan serviceexcellency bagi front liners iB (ai-Bi) telah dilakukan oleh Bank Indonesia.
Kebijakan-kebijakan Ekonomi Islam di Era Reformasi
1.      UU No. 10 tahun 1998 tentang perbankan
2.      UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia
3.      UU No. 3 tahun 2004 tentang Bank Indonesia
4.      UU No. 24 tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan
5.      UU No. 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara
6.      UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
F. Kesimpulan
Dalam politik ekonomi Islam memberikan daya tawar positif bagi percepatan pembangunan ekonomi karena mampu memberikan suatu perubahan kesejahteraan dikalangan masyarakat. Dalam pelaksanaanya lebih mengutamakan aspek hukum, moral keagamaan, menggunakan prinsip-prinsip islam dan mengutamakan etika bisnis islami. Hal ini dapat secara langung diterima perkembangannya oleh masyarakat. Politik ekonomi islam mampu menjadi pijakan agar perekonomian menjadi lebih baik. Adapun dalam pelaksanaanya menggunakan prinsip-prinsip ekonomi islam yang mencakup atas prinsip ibadah (al-tauhid), persamaan (al-musawat), kebebasan (al-hurriyat), keadilan (al-„adl), tolong-menolong (al-ta’awun) dan toleransi (al-tasamuh).







BAB 13
PENERAPAN SISTEM EKONOMI ISLAM DI BEBERAPA NEGARA DI DUNIA

A.    Pengertian  Sistem Ekonomi Islam

Sistem ekonomi islam adalah suatu sistem ekonomi yang didasarkan pada ajaran dan nilai-nilai islam, bersumber dari Al Quran, As-Sunnah, ijma dan qiyas. Ini telah dinyatakan dalam surat al maidah ayat (3). Sistem ekonomi islam berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis maupun sosialis, sistem ekonomi islam memiliki sifat-sifat baik dari sistem ekonomi sosialis dan kapitalis, namun terlepas dari sifat buruknya.
           Ilmu ekonomi islam merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai islam. Ada beberapa pengertian Ekonomi Islam dari pakar ekonom muslim dalam buku karya M.B Hendrie Anto diantaranya adalah: Ekonomi Islam adalah suatu ilmu dan aplikasi petunjuk dan aturan syari’ah yang mencegah ketidakadilan dalam memperoleh dan menggunakan sumber daya material agar memnuhi kebutuhan manusia dan agar dapat menjalankan kewajibannya kepada Allah dan masyarakat.
Setelah kita mengetahui apa itu Sistem Ekonmi Islam, kita juga akan melihat penerapan Sistem Ekonomi Islam di beberapa negara.
1.      Penerapan Sistem Ekonomi Islam di Singapura
Perkembangan ekonomi Islam di Singapura ditandai dengan peluncuran sukuk Singapura yang pertama kali. Program keuangan Islam itu sebenarnya telah direncanakan sejak lama dan ditujukan untuk mempromosikan perbankan Islam sekaligus menjadikan Singapura sebagai titik jaringan keuangan Islam baru di wilayah Asia.  Sukuk pada dasarnya melarang pembayaran dan penerimaan bunga, dan bergerak dengan sistem bagi hasil. Perusahaan yang menerbitkan keuangan syariah melakukan pembayaran kepada investor menggunakan keuntungan dari bisnis mendasar yang dilakukan meski adanya bunga tidak bisa dihindari. 
Namun demikian ada ketentuan usaha yang tidak boleh bergerak dalam hal-hal yang diharamkan dalam Islam, seperti alkohol, pornografi, perdagangan senjata, atau peternakan babi dan penjualan dagingnya.  Pemerintah Singapura berusaha meyakinkan dunia atau pengusaha bahwa Sukuk yang dijalankan Singapura berdasarkan struktur Al-Ijarah dan telah dikaji secara mendalam dan seksama oleh para ulama terkenal. Dalam hal ini merujuk pada Bank Islam Asia dan Standrad Chartered Bank untuk mendapatkan aturan main sebagai pedoman agar perbankan berjalan dengan prinsip-prinsip Syariah. Program bernilai total 134 juta dolar (setara lebih dari 1,5 triliun rupiah dengan kurs 1 dolar = Rp. 11.730), memungkinkan bank central menerbitkan ikatan transaksi Islami jika ada invenstor yang menginginkan. Singapura sendiri yang memiliki mata di pasar minyak Timur Tengah kini mau tak mau juga mengalami peningkatan tuntutan terhadap investasi beretika syariah.
Negara berlambang kepala singa yang sudah dikenal sebagai pusat keuangan Asia Tenggara pun ingin menjadi titik pusat baru dari industri perbankan Islam global yang berprospek cerah. Singapura berkomitmen pada pengembangan keuangan Islami," ujar Keat.
Industri keuangan telah mendorong kami mengembangkan layanan finansial berbasis syariah di atas kekuatan kami yang telah ada sejak dulu, yakni kekuatan di dunia perbankan, perdagangan uang, pusat pasar, dan manajemen asset," imbuh Keat panjang lebar 
Tapi Singapura sendiri mengakui mereka akan menghadapi tantangan besar dari tetangga terdekat, Malaysia yang sudah menjadi titik pusat jaringan keuangan dan perbankan Islami. Keuangan Islami memang telah menjadi salah satu sektor dengan pertumbuhan tercepat dalam industri keuangan global. 
"Penerbitan sukuk masih mendapat penerimaan dari Teluk sebagai salah satu alat yang cenderung dipilih dalam penanaman modal dan keuangan. Itu terjadi di saat ini ketika proyek infrastruktur Teluk diperkirakan mencapai nilai 1 triliun dolar," ujar Afaq Khan, CEO Standard Chartered Saadiq--divisi bisnis perbankan Islam global dari Standard Chartered Bank. 
Sukuk bisa dibilang menjanjikan. Saat ini pasar sukuk dunia telah mencapai angka 111,9 milyar dolar dalam delapan tahun terakhir hingga 2008 lalu. Menurut prediksi Pasar Keuangan Islam Internasional, nilai itu masih diharapkan meningkat menjadi 69 milyar dolar hanya dalam penerbitan setahun saja pada 2008/2009.  
Sedangkan secara global, industri perbankan Islam yang dimulai hampir tiga dekade lalu telah menghasilkan pertumbuhan substansial dan menarik perhatian investor dan para bankir penjuru dunia.  

2.      Penerapan Sistem Ekonomi Islam di Negara Malaysia

Membicarakan tentang sistem perbankan Islam, secara tidak langsung akan melibatkan prinsip transaksi yang berlandaskan Islam. Sejarah telah membuktikan bahwa transaksi Islam telah dipraktikkan di Tanah Melayu sejak awal abad ke-16. Prinsip ini dapat dilihat di dalam undang-undang Melaka. Kebanyakan negeri-negeri ketika zaman sebelum kemerdekaan dipengaruhi oleh undang-undang Melaka termasuk yang melibatkan aspek transaksi Islam baik secara langsung atau tidak langsung. Pelaksanaan undang-undang Islam di negeri-negeri tersebut berjalan hingga kedatangan Inggris.
Walau bagaimanapun, undang-undang Melaka tidak banyak menyentuh perkara berkaitan dengan muamalat. Pembahasan mengenai muamalat hanya dinyatakan dalam beberapa pasal saja, yaitu pasal 29 hingga pasal 34. Yang menarik, dalam pasal 30 Undang-Undang Melaka membahas tentang larangan riba’ dalam soal jual-beli atau pertukaran dalam urusanperniagaan (Undang-Undang Melaka).
Satu lagi bukti pemakaian prinsip transaksi Islam adalah aktivitas jual janji (conditional sale). Aktivitas jual janji menyerupai prinsip transaksi Islam yang dikenali sebagaial-bay’ al-Wafa’. Secara kebahasaan, “bai” berarti “jual beli” dan “al-wafa” “pelunasan hutang”. Secara terminologis, bai’ al-wafa’  berarti “jual beli bersyarat: barang yang dijual dapat ditebus kembali jika tenggang waktunya tiba”. Jual beli dalam bai’ al-wafa’ biasanya mengenai barang tak bergerak, seperti tanah dan rumah. Bentuk jual beli ini muncul pada abad ke-5 H di Bukhara dan Balkh.
Masyarakat Melayu terutama para petani di Kedah, Perlis, utara Perak dan Kelantan sebelum zaman prapenjajah telah mengamalkan prinsip bai’ al-wafa’ dalam perniagaan. Amalan tersebut diamalkan karena mereka tidak mau terlibat dengan pembiayaan pinjaman yang berasaskan bunga yang berindikasi pada riba’. Budaya akad jual janji ini telah mendapat perhatian dalam perundangan oleh hakim-hakim Inggeris dalam keputusan yang dibuat. Hakim memutuskan bahwa tujuan transaksi jual janji ialah untuk mendapatkan kemudahan kredit (hutang) dan memberikan kepada pemberi pinjaman (pemberi tanah) bayaran gantirugi yang sepadan tanpa terlibat dengan bunga (usury) yang dalam ajaran Islam dilarang terlibat dengannya. Amalan jual janji ini smpai kini masih dipakai dan disahkan oleh undang-undang Malaysia dan disebutkan dalam Seksyen 4 (2) Kanun Tanah Negara.
Dapat dirumuskan bahwa ketika zaman sebelum kedatangan penjajah, sistem perbankan Islam belum terbentuk secara komprehensif. Malah sebuah institusi perbankan yang khusus juga masih belum terbentuk. Masyarakat ketika itu hanyalah mempraktikkan transaksi-transaksi ringkas dalam urusan harian mereka seperti jual beli, sistem tukar barang (barter), jual janji dan lain-lain. Setelah kedatangan penjajah Barat pada abad ke-19, barulah sistem perbankan mulai diperkenalkan.
Institusi perbankan pertama kali yang berdiri di Malaysia ialah ‘The Chartered Merchant Bank of India, London and China‘ yang telah dibentuk oleh penjajah Inggris pada tahun 1859. Bank ini didirikan untuk membiayai aktivitas pertambangan dan perindustrian serta menawarkan beberapa kemudahan keuangan bagi perdagangan antarabangsa serta kemudahan lain pada masa itu. Namun, ketika itu masih belum ada satu institusi yang khusus mengaplikasikan konsep sistem perbankan Islam di Malaysia. Ide pengembangan perbankan Islam di Malaysia berlangsung secara berangsur-angsur. Pembentukan Bank Islam di Malaysia adalah hasil daripada pengalaman yang dilalui oleh beberapa institusi keuangan Islam lain di Malaysia. Institusi yang pertama kali mengamalkan konsep transaksi Islam ialah Lembaga Tabung Haji (LTH) atau sebelum ini dikenali sebagai Perbadanan Wang Simpanan Bakal-Bakal Haji. Lembaga Tabungan Haji dibentuk pada tahun 1969 dan berfungsi untuk memperbolehkan orang-orang Islam menyimpan uang secara bertahapuntuk biaya menunaikan ibadah haji dan melibatkan diri dalam bidang penanaman modal dalam lapangan perusahaan, perdagangan, perladangan dan hartanah melalui cara yang halal di sisi Islam. Selanjutnya mengikuti perkembangan bank-bank Islam di beberapa negara seperti di Qatar, Mesir, Pakistan dan Iran, umat Islam di Malaysia juga telah menyuarakan hasrat supaya bank Islam dibentuk di negara ini. Menurut beberapa pandangan penulis bahwa perkembangan perbankan Islam pada akhir kurun ke-19 dan awal kurun ke-20 adalah efek daripada proses Islamisasi yang dilakukan oleh tokoh-tokoh reformis Islam ketika itu yang memberi pengaruh kepada masyarakat Islam untuk mengamalkan ajaran Islam secara total dalam kehidupan mereka dalam bidang politik, sosial dan ekonomi. Maka karena itulah bentuk gelombang pembaharuan dikalangan umat Islam untuk menumbuhkan satu sistem perbankan Islam.
Oleh karena itu di Malaysia, beberapa pihak telah meminta kerajaan membentuk sebuah bank Islam dan mengambil tindakan segera merumuskan undang-undang untuk membentuk bank dan institusi keuangan yang beroperasi berlandaskan prinsip Islam. Maka pada 30 Julai 1981, kerajaan telah melantik Jawatankuasa Pemandu Kebangsaan Bank Islam (National Steering Committee) yang diketuai oleh YM Raja Tan Sri Mohar bin Raja Badiozaman dan LTH dilantik sebagai urusetia.
Pada bulan Juli 1982, Jawatankuasa tersebut telah menyerahkan laporan mereka kepada kerajaan. Disamping merekomendasikan satu kerangka asas untuk sistem perbankan Islam di Malaysia, ia juga membuat beberapa rekomendasi untuk memberi lisensi serta pengawasan sebuah bank Islam.Akhirnya untuk membuka jalan dalam pembentukan bank Islam di Malaysia, kerajaan telah meluluskan Akta Bank Islam 1983 (ABI) dan mulaidiberlakukan pada 7 April 1983.
Dengan perumusan Akta Bank Islam 1983, maka Bank Islam Malaysia Berhad (BIMB) telah dibentuk pada Juli 1983 sebagai bank Islam pertama di Malaysia dan dimasukkan di bawah Akta Syarikat 1965. Tujuan utama pembentukannya ialah untuk berusaha menjalankan operasi sebagai bank perdagangan berlandaskan hukum Syarak dan menyediakan kemudahan kepada semua rakyat. Seperti bank-bank lain, Bank Negara Malaysia (BNM) diberi kuasa di bawah Akta Bank Islam untuk mengatur bank Islam.
Prinsip dan tujuan BNM untuk merealisasikan sistem perbankan Islam di seluruh Malaysia, pada Maret 1993 diperkenalkan Skim Perbankan Tanpa Faedah (SPTF). Melalui skim ini, institusi perbankan konvensional diperbolehkan untuk menawarkan produk dan layanan perbankan Islam dengan menggunakan prasarana yang telah ada. Pada tahun 1998, BNM telah menjalankan satu kajian terhadap perbankan Islam dan mendapatkan penggunaan istilah “SPTF” tidak mencerminkan operasi perbankan Islam yang dilaksanakan oleh institusi perbankan. Oleh itu BNM telah menggantikan istilah “SPTF” dengan “Skim Perbankan Islam (SPI)” yang diberlakukan 1 Desember 1998. Perkembangan sistem perbankan Islam di Malaysia semakin berkembang.Pada 1 Oktober 1999, sebuah bank Islam bernama Bank Muamalat Malaysia Berhad (BMMB) dibentuk. Ia dianggap sebagai bank Islam kedua di Malaysia setelah adanya usaha kerajaan untuk memperkuat sektor perbankan Islam bagi memenuhi pertambahan permintaan masyarakat terhadap pelayanan perbankan Islam.
Dari uraian diatas dapat dirumuskan bahwa perkembangan sistem perbankan Islam di Malaysia adalah berdasarkan dua bentuk utama yaitu institusi perbankan Islam secara total seperti BIMB dan BMMB dan yang kedua ialah institusi perbankan konvensional yang menyertai SPI (Skim Perbankan Islam) yang diperkenalkan kerajaan. Sistem perbankan Islam di Malaysia semakin berkembang dari waktu ke waktu. Ini juga sesuai dengan aspirasi kerajaan untuk menjadikan Malaysia sebagai aktivitas perbankan dan keuangan Islam yang terbaik di dunia

3.      Penerapan Sistem Ekonomi Islam di Negara Eropa

a.       Penerapan Sistem Ekonomi Islam di Negara Inggris

Saat ini telah masuk sistem perekonomian yang baru di Negara-negara Eropa, yaitu sistem ekonomi syariah yang dimulai pada tahun 2000-an dan terus berkembang secara positif sampai sekarang. Ini menjadi sistem alternative pada makin turunnya reputasi kapitalis di Negara-negara Eropa. Pemerintah di Negara-negara tersebut sangat mendukung segala program dan upaya yang dilakukan oleh pihak-pihak ekonomi syariah dikarenakan jelasnya tujuan pada sistem ini dalam menangani permasalahan-permasalahan yang berkaitan erat dengan ekonomi seperti sosial, yang baurannya merupakan rakyat lemah.
Sistem ekonomi syariah terus berkembang dengan munculnya satu-per-satu lembaga-lembaga syariah. Perbankan syariah di Eropa telah berdiri sejak 2004 dan memiliki 50 ribu nasabah menunjukkan besarnya minat masyarakat terhadap industri tersebut. Lima bank murni syariah kini beroperasi di London termasuk lembaga multinasional seperti HSBC yang menjadi pemain kunci sektor perbankan syariah. London pun menjadi pintu masuk menuju Eropa.
Bank yang merupakan bank syariah pertama di Eropa adalah IBB (The Islamic Bank of Britain)atau Bank Islam Britania, didirikan pada tahun 2004 di Inggris, yang menandakan dimulainya atmosfir sistem ekonomi syariah di Eropa. Bank ini menunjukan meski berada di pasar masyarakat menengah, bank syariah masih bisa bersaing dengan bisnis bank konvensional.  Bank tersebut nyata-nyata berani menerapkan margin kompetitif untuk produk deposito berjangka, bahkan mengalahkan sejumlah bank konvensional besar di negara itu.
Sebagai contoh, kita lihat di negara Inggris, yang merupakan negara di Eropa yang pertama sekali menerapkan sistem ekonomi syariah. Pada dasarnya, Inggris bukanlah negara Muslim. Namun, negeri Ratu Elizabeth itu tercatat sebagai negara yang paling maju dalam hal ekonomi syariah. Sebuah studi mencatat, Inggris  sebagai negara yang memiliki bank terbanyak bagi umat muslim di antara negara Barat lainnya. Aset perbankan syariah yang mencapai 18 miliar dolar AS (12 miliar pounds) melebihi aset bank syariah seperti di Pakistan, Bangladesh, Turki, dan Mesir. Hal tersebut pun didukung oleh 55 universitas dan lembaga pendidikan lainnya di Inggris yang memiliki pendidikan keuangan syariah. Jumlah tersebut lebih banyak dibanding negara-negara lainnya. Dan para ahli ekonomi syariah dari beberapa universitas di negara tersebut pun didatangkan untuk menjadi pembicara dalam seminar maupun pelatihan di berbagai belahan dunia.
Meski ekonomi syariah tak berasal dari Negara-negara Eropa, tapi keuangan syariah telah menemukan tempatnya di Negara-negara Eropa. Tercatat, banyak negara-negara besar dunia di Eropa (selain Inggris) telah memakai sistem ini, seperti Perancis, Jerman, Italia.
b.      Jerman
Jerman telah resmi membuka bank syariah pertama di Frankfurt.  Yaitu Kuveyt Turk, yang menawarkan investasi perbankan halal di tengah populasi Muslim negara Eropa itu.
Otoritas Jerman secara resmi telah memberikan izin beroperasinya Kuveyt Turk (KT), yakni bank syariah pertama di Frankfurt Jerman. “Kami bangga mendapatkan izin ini,” kata Hamad Al-Marzouq, Ketua Dewan Kuwat Finance House (KFH), induk dari Kuveyt Turk (KT).
Ketua Dewan Kuwait Finance House (KFH) Hamad Al-Marzouq mengatakan, rencana pembukaan bank syariah, pertama Jerman yakni Kuveyt Turk, sudah muncul sejak beberapa bulan terakhir. Menurutnya, KFH adalah induk usaha dari bank Kuveyt Turk ini.
“Kami bangga mendapatkan izin ini. Akhirnya bank syariah pertama di Jerman resmi dibuka,” kata Hamad dalam sambutannya pada peresmian bank Kuveyt Turk (KT) di Frankfurt Jerman, Senin 21 Juli 2015, seperti dilansir dari onislam.net, Kamis (23/7).
Menurutnya, menjalankan perbankan sesuai syariah Islam sangat penting. Tidak hanya untuk Jerman, yang berusaha meningkatkan posisi keuangan mereka, tetapi untuk jutaan orang yang ingin menggunakan bank ini.
Dalam kesempatan yang sama, general manager KT bank Ugurlu Soylu, mengatakan bank ini diharapkan dapat meningkatkan perekonomian Jerman secara nyata. ”Perbankan syariah memiliki keunggulan dari sistem bank konvensional. Kemungkinan risiko kerugian lebih sedikit dan didistribusikan lebih merata, sehingga potensi kebangkrutan total dari sistem ini dapat diminimalkan,” papar Soylu.
Dengan Frankfurt sebagai basisnya, lanjut Soylu, bank ini menargetkan komunitas Muslim terbesar kedua di Eropa, yang kebanyakan anggotanya adalah keturunan Turki.
Pada saat itu, pemberi pinjaman mengatakan akan menginvestasikan modal awal sebesar 45 juta euro atau 48,7 juta dolar di unit Jerman yang direncanakan. Dan selama beberapa tahun terakhir, pertambahan jasa perbankan atau keuangan syariah tidak terlalu cepat di Eropa. Inggris masih menjadi pusat keuangan Islam utama di Eropa dengan lima bank syariahnya. Kini, Kuveyt Turk akan menjadi bank syariah pertama terbesar di Jerman yang akan melayani jutaan orang.
Konsultan memperkirakan, 15% dari 4 juta warga Muslim di Jerman tertarik untuk menyimpan uangnya di bank syariah. Potensi pasar diyakini juga ada di kalangan non-Muslim.
Bunga dilarang, spekulasi ditabukan. Bank Kuveyt Türk merupakan bank pertama di Jerman yang berdasarkan pada hukum Islam. Kuveyt Türk tidak beroperasi dengan mengandalkan pada bunga uang, melainkan lewat keterlibatan dalam pendanaan perusahaan yang menjadi klien.
Jika perusahaan itu mengalami keuntungan atau kerugian, bank ikut terlibat. Tetapi tak ada peluang bagi sektor tertentu, kata Direktur Bank Ugurlu Soylu. "Sebagai bank dengan model yang khusus ini, kami tidak boleh terlibat dalam bisnis yang berhubungan dengan alkohol, hewan babi, pornografi atau industri senjata. Termasuk semua bisnis yang dapat merusak kesejahteraan umum."

4.      Penerapan Sistem Ekonomi Islam di Negara Indonesia

Khusus di Indonesia Indonesia, beberapa tahun belakangan ini, lembaga-lembaga ekonomi yang berbasiskan syariah semakin marak di panggung perekonomian nasional. Mereka lahir menyusul krisis berkepanjangan sebagai buah kegagalan sistem moneter kapitalis di Indonesia. Sejak berdirinya Bank Muamalat sebagai pelopor bank yang menggunakan sistem syariah pada tahun 1991, kini banyak bermunculan bank-bank syariah, baik yang murni menggunakan sistem tersebut maupun baru pada tahap membuka Unit Usaha Syariah (UUS) atau divisi usaha syariah.
Sejarah perkembangan perbankan syariah di Indonesia secara formal dimulai dengan Lokakarya MUI mengenai perbankan pada tahun 1990, yang selanjutnya diikuti dengan dikeluarkannya UU No 7/ 1992 tentang perbankan yang mengakomodasi kegiatan bank dengan prinsip bagi hasil. Pendirian Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang menggunakan pola bagi hasil pada tahun 1992 menandakan dimulainya era sistem perbankan ganda (dual banking system) di Indonesia. Selama periode 1992-1998 hanya terdapat satu bank umum syariah dan beberapa Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) sebagai pelaku industri perbankan syariah. Pada tahun 1998, dikeluarkan UU No 10/1998 sebagai amandemen dari UU No. 7/1992 tentang Perbankan yang memberikan landasan hukum yang lebih kuat bagi keberadaan sistem perbankan syariah. Selanjutnya, pada tahun 1999 dikeluarkan UU No 23/1999 tentang Bank Indonesia yang memberikan kewenangan bagi Bank Indonesia untuk dapat pula mengakomodasi prinsip-prinsip syariah dalam pelaksanaan tugas pokoknya. Kedua UU ini mengawali era baru dalam perkembangan perbankan syariah di Indonesia yang ditandai dengan pertumbuhan industri yang cepat.
Sepanjang tahun 1990an perkembangan ekonomi syariah di Indonesia relatif lambat. Tetapi pada tahun 2000an terjadi gelombang perkembangan yang sangat pesat ditinjau dari sisi pertumbuhan asset, omzet dan jaringan kantor lembaga perbankan dan keuangan syariah. Sistem keuangan Islam telah menjadi salah satu segmen keuangan yang pertumbuhannya paling cepat, diperkirakan mencapai 20% mulai 2008 hingga 2012. Saat ini ada US $600 miliar asset yang dikelola oleh perbankan Islam. Diperkitakan akan tumbuh mencapai satu triliyun dollar AS dalam beberapa tahun mendatang. Pertumbuhan yang pesat juga muncul dari segmen sistem keuangan Islam, misalnya Islamic mutual fund diperkirakan telah mencapai 300 miliyar dollar AS dan diperkirakan akan mencapai tiga kali lipat pada akhir dekade ini. Tahun 2007 pertumbuhan luar biasa terjadi pada pasar sukuk dunia yang tumbuh lebih dari 70%. Sukuk baru yang diluncurkan telah mencapai rekor yang tinggi sekitar 47 miliar dollar AS dan pasar sukuk dunia telah melebihi 100 miliar dollar AS.
Pada saat yang bersamaan juga mulai muncul lembaga pendidikan tinggi yang mengajarkan ekonomi Islam, karena salah satu pilar pendidikan nasional adalah relevansi pendidikan atau interaksi antara dunia nyata dan dunia pendidikan yang sangat penting. Tujuannya agar pendidikan menjadi relevan sesuai kebutuhan masyarakat baik dari aspek sosial, ekonomi, politik, maupun budaya. Sektor ekonomi-industri dan pendidikan harus memiliki sinergi positif yang saling mendorong perkembangannya. Dengan sinergi positif medan industri diuntungkan, dan dunia pendidikan dapat diberdayakan. Pendidikan tinggi dapat melakukan berbagai inovasi melalui Research and Development (R&D) yang mendukung pertumbuhan ekonomi-industri dan menciptakan pasar bagi produk yang bersangkutan. Perguruan tinggi agama Islam memiliki peran menentukan bagi arah pengembangan ekonomi syariah dengan melibatkan sumber-sumber daya yang dimiliki dan berkontribusi secara nyata dalam perkembangan tersebut.
Beberapa diantaranya yaitu: STIE Syariah di Yogyakarta (1997), D3 Manajemen Bank Syariah di IAIN-SU di Medan (1997), STEI SEBI (1999) , STIE Tazkia (2000), PSTTI UI yang membuka konsentrasi Ekonomi dan Keuangan Islam (2001), dan STIS Azhar Center yang juga membuka konsentrasi Ekonomi Islam pada tahun 2006.
Perluasan itu juga terkait dalam bidang:
1.      Pegadaian
2.      Asuransi
3.      Koperasi (BMT)
4.      Pasar Modal Syariah (Syariah index)
5.      Pasar uang
6.      dan lembaga keuangan syariah lainnya.
7.       
C. Kesimpulan
Sistem ekonomi Islam  merupakan sistem  ekonomi yang bebas, tetapi kebebasannya ditunjukkan lebih banyak dalam bentuk kerjasama daripada dalam bentuk kompetisi (persaingan). Karena kerjasama merupakan tema umum dalam organisasi sosial Islam. Individualisme dan kepedulian sosial begitu erat terjalin sehingga bekerja demi kesejahteraan orang lain merupakan cara yang paling memberikan harapan bagi pengembangan daya guna seseorang dan dalam rangka mendapatkan ridha Allah SWT.
Ekonomi Islam mempunyai tujuan untuk memberikan keselarasan bagi kehidupan di dunia. Nilai Islam bukan semata-semata hanya untuk kehidupan muslim saja, tetapi seluruh mahluk hidup di muka bumi. Esensi proses Ekonomi Islam adalah pemenuhan kebutuhan manusia yang berlandaskan nilai-nilai Islam guna mencapai pada tujuan agama (falah). Ekonomi Islam menjadi rahmat seluruh alam, yang tidak terbatas oleh ekonomi, sosial, budaya dan politik dari bangsa. Ekonomi Islam mampu menangkap nilai fenomena masyarakat sehingga dalam perjalanannya tanpa meninggalkan sumber hukum teori ekonomi Islam, bisa berubah.




DAFTAR PUSTAKA
Rivai Veitzhal&Andi. 2009. Islamic Economic, Jakarta : Bumi Aksara.

Mansur. Seluk Beluk Ekonomi Islam, Salatiga : STAIN Salatiga Press.

Manan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Yogyakarta : PT Dana Bhakti Wakaf.
An-Nabahan. 2000. Sistem Ekonomi Islam, Yogyakarta : UII Press
Ismail, Munawar. 2010. Sistem Ekonomi Indonesia. Jakarta : Erlangga
Nur , M Rianto Al Arif. 2015. Pengantar Ekonomi Syariah Teori Dan Praktik. Bandung : Pustaka Setia.
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonom Islam (P3EI). 2014. Ekonomi Islam. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.
Rahman, Afzalur. 1995.  Doktrin Ekonomi Islam Jilid I.  Yogyakarta : Dana Bhakti Wakaf.
Gaming, Alsana, Faktor yang Mempengaruhi Sistem Ekonomi, http://uqi-alsana.blogspot.com/2016/10/faktor-yang-mempengaruhi-sistem-ekonomi.html , diakses pada 23 Februari 2018 pukul 13:44 WIB
Grossman, Gregory. 2001. Sistem-Sistem Ekonomi. Jakarta : PT Bumi Aksara
Kamil, Sukron.2016. Islam, Kelembagaan, dan Konteks Keindonesiaan Dari Politik Makro Ekonomi Hingga Realisasi Mikro. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada
Munawwir, Iman.2005. Asas Ekonomi Islam Al Maududi. Surabaya: PT. Bina Ilmu
Sulaiman, Thahir.1985. Menanggulangi Krisis Ekonomi Secara Islam. Terjemahan oleh Anshori Sitanggal. Bandung: PT. Al-Ma’arif
Alwi, S. d. (1992). Berbagi Aspek Ekonomi Islam. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya.
Chaudhry, M. S. ( 2012). Sistem Ekonomi Islam, Prinsip Dasar. Jakarta: Kencana.
Kamil, S. (2016). Ekonomi Islam, Kelembagaan dan Konteks Keindonesiaan. Jakarta: Rajawali .
Deliarnov. 2005. Perkembangan Pemikiran Ekonomi (Edisi Revisi). Jakarta :PT.              RajaGrafindo Persada.
Kamil, Sukron. 2016. Ekonomi Islam, Kelembagaan, dan Konteks Keindonesiaan.                   Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Mannan, Abdul. 1995. Teori dan Praktek Ekonomi Islam.Yogyakarta : Pt Verisa Yogya Grafika.
Sudarsono, Heri. 2002. Konsep Ekonomi Islam.Yogyakarta : Ekonisia.
       Waluyo, Agus. 2017. Ekonomi Konvensional vs Ekonomi Syariah Kritik  Terhadap sistem Ekonomi Kapitalis, Ekonomi Sosialis, dan Ekonomi Islam. Yogyakarta: Ekuilibria.

Budiman, Arief.2000.“Teori Pembangunan Dunia Ketiga”.Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama.
Jhingan,M.L.2014. “Ekonomi Pembangunan Dan Perencanaan”.Jakarta:Rajawali Pers.
M. Shabri Abd. Majid. 2015,” Mengkritisi Teori Pembangunan  Ekonomi Konvensional”, Mengkritisi Teori Pembangunan  Ekonomi Konvensional Volume 01, No 01 : 85 – 91.
Suharto, Edi. 2006. “Peta Dan Dinamika Welfare State Di Beberapa Negara”. Makalah Seminar.Mengkaji Ulang Relevansi Welfare State dan Terobosan melalui Desentralisasi Otonomi di Indonesia. IRE Yogyakarta dan Penghimpunan Prakarsa Jakarta, Yogyakarta, 25 Juli 2006 : 4 – 12.
Suyanto, Bagong.2016.“Efek Samping Pembangunan : Masalah Sosial Dan Perubahan Masyarakat Informasi”. Yogyakarta:Calpulis.
Syauqi Beik, Irfan, dkk.2017.”Ekonomi Pembangunan Syariah”. Jakarta:RajawaliPers.
Waluyo, Agus.2017.“Ekonomi Konvensional Vs Ekonomi Syariah ; Kritik Terhadap Sistem Ekonomi Kapitalis, Ekonomi Sosialis, Dan Ekonomi Islam”. Yogyakarta:Ekuilibria.
Aravik Hafis, 2016, Ekonomi Islam, Malang: Empatdua.
Dr. Faruq an-Nabahan.M,2000, Sistem Ekonomi Islam, Jogyakarta: UII Pres Jogjakarta.
P3EI (Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam). 2014. EKONOMI ISLAM. PT RajaGrafindo Persada: Jakarta.
Abbas, Anwar. 2012. SISTEM EKONOMI ISLAM:  SUATU PENDEKATAN FILSAFAT,  NILAI-NILAI DASAR, DAN INSTRUMENTAL.Vol. IV, No. 1. Hal: 14.
Nasution, Mustafa Edwin.2007.”Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam”.Jakarta:Kencana
Ghofur,Abdul.2017.”Pengantar Ekonomi Syariah”.Depok:Rajawali Pers
Mansur.2009.”Seluk Beluk Ekonomi Islam”.Salatiga:Salatiga Press
FORDEBY, ADESy. 2016. Seri konsep dan aplikasi ekonomi dan bisnis islam. ed. 1.-cet. 1-Jakarta : Rajawali pers.
Annisa. 2014. Konsep distribusi dalam islam. Pekanbaru : Jurnal Syariah Vol. 2, No. 1. Ejournal.fiaiunisi.ac.id ( akses 2 mei 2018 )
Dr. Itang, M. (2015). Politik Ekonomi Islam Indonesia Era Reformasi. In M. Dr. Itang, Politik Ekonomi Islam Indonesia Era Reformasi (p. viii+252). Serang: Laksita Indonesia.
Sudiarti, S. (2016). Strategi Politik Ekonomi Islam. Human Falah, 53-72.
 Achmady, Abd. Ghany. PENERAPAN SISTEM EKONOMI ISLAM DI NEGARA    MINORITAS MUSLIM : (Studi Atas Wacana Singapura Sebagai Pusat        Keuangan Islam Dunia)
Irvani , Ahmad. 2016. “INGGRIS SEBAGAI SENTRAL KEUANGAN ISLAM DI        BARAT”.  Bangka Belitung: ASY-SYAR‟IYYAHVol. 1 No. 1: 122-125.
Fauzan. 2015. MEWUJUDKAN EKONOMI ISLAM DENGAN RUH AL-‘ADL          Studi Pada YaPEIM Malaysia”. Malang: AN-NISBAHVol. 02, No. 01:      415-418
Utari, Shovia. 2016. “Perkembangan perbankan syariah di Negara Jerman”.    (online),(http://shoviutariapril.blogspot.co.id/2016/08/perkembangan-          perbankan-syariah-di.htmldiakses tanggal 20 Mei 2018) Pukul 15.30.
Dirosat. 2013. “PENERAPAN SISTEM EKONOMI ISLAM DI INDONESIA”.             (online), http://vitamindirosat.blogspot.co.id/2013/11/penerapan-sistem-           ekonomi-islam-di.html diakses tanggal 13 Mei 2018) Pukul 16.15.
ADESY, F. &. (2016). Sumber ekonomi dan bisnis islam dewan pengurus nasional. PT.Rajagrafindo persada.
AlMizan. (2006). KONSUMSI MENURUT EKONOMI ISLAM DAN KAPITALIS. Jurnal Lembaga Keuangan Dan Perbankan , 20.
Havis Aravik, S. (2016). Ekonomi Islam. Jawa Timur: Empatdua.






[1] Manan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Yogyakarta : PT Dana Bhakti Wakaf, hlm 19-20.
[2] Mansur, Seluk Beluk Ekonomi Islam, Salatiga : STAIN Salatiga Press, hlm 33-35
[3] Rivai veitzhal&Andi, Islamic Economic, Jakarta : Bumi Aksara, hlm. 34-35
[4] Ismail, Munawar, Sistem Ekonomi Indonesia, (Jakarta : Erlangga, 2010), hlm 16.
[5] Nur , M Rianto Al Arif, Pengantar Ekonomi Syariah Teori Dan Praktik. (Bandung : Pustaka Setia, 2015), hlm 23

[6] Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonom Islam (P3EI), Ekonomi Islam, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2014), hlm 24
[7] Rahman, Afzalur,  Doktrin Ekonomi Islam Jilid I, ( Yogyakarta : Dana Bhakti Wakaf, 1995), hlm 1-12

[8] Ibid, hlm 20.
[9] Gaming, Alsana, Faktor yang Mempengaruhi Sistem Ekonomi, http://uqi-alsana.blogspot.com/2016/10/faktor-yang-mempengaruhi-sistem-ekonomi.html , diakses pada 23 Februari 2018 pukul 13:44 WIB
[10] Kamil, S. (2016). Ekonomi Islam, Kelembagaan dan Konteks Keindonesiaan. Jakarta: Rajawali .

[11] Muhammad Sharif Chaudhry, Sistem Ekonomi Islam, Prinsip Dasar, Jakarta: Kencana, 2012, h.356-357
[12]Budiman, Arief. 2000. “Teori Pembangunan Dunia Ketiga”. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. hal.10
[13] Syauqi Beik, Dkk.2017. “Ekonomi Pembangunan Syariah” .Jakarta:Rajawali Pers,. hal.13
[14]Ismail, Munawar. dkk. 2014. “Sistem Ekonomi Indonesia”.Jakarta: Erlangga. hal.56
[15]ibid. hal.69
[16]Syauqi Beik, Irfan, dkk. 2017. “Ekonomi Pembangunan Syariah”. Jakarta:Rajawali Pers,hlm.28
[17] ibid hal.30
[18] Suharto, Edi. 2006. “Peta Dan Dinamika Welfare State Di Beberapa Negara”. Makalah Seminar.Mengkaji Ulang Relevansi Welfare State dan Terobosan melalui Desentralisasi Otonomi di Indonesia. IRE Yogyakarta dan Penghimpunan Prakarsa Jakarta, Yogyakarta, 25 Juli 2006. hal. 4

[19]Budiman, Arief.2000.“Teori Pembangunan Dunia Ketiga”.Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama. hal. 114

[20] ibid. hal.12
[21] Suyanto, Bagong.2016.“Efek Samping Pembangunan : Masalah Sosial Dan Perubahan Masyarakat Informasi”. Yogyakarta: Calpulis. hal.16

[22]Waluyo, Agus.2017.“Ekonomi Konvensional Vs Ekonomi Syariah ; Kritik Terhadap Sistem Ekonomi Kapitalis, Ekonomi Sosialis, Dan Ekonomi Islam”. Yogyakarta: Ekuilibria. hal.44

[23]M. Shabri Abd. Majid. 2015,” Mengkritisi Teori Pembangunan  Ekonomi Konvensional”, Mengkritisi Teori Pembangunan  Ekonomi Konvensional Volume 01, No 01. hal.89
[24] ibid. hal.91
[25]Dr.M. Faruq an-Nabahan, Sistem Ekonomi Islam, (Jogyakarta: UII Pres Jogjakarta, 2000), hlm 1
[26]Hafis Aravik, S.H.I, M.S.I, Ekonomi Islam, (Malang: Empatdua, 2016), hlm 2
[27]Ibid.
[28]Ibid. hlm 3
[29]Ibid.hlm 4

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Konsep dasar Kewirausahaan

KONSEP DASAR KEWIRAUSAHAAN Di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kewirausahaan Dosen pengampu : Nur Budiarso, M.M. Di Susun oleh : Ardria Oxfa Fatekhah             (63020160060) Muhamad Abdul Faza                         (63020160149) S1 EKONOMI SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI SALATIGA 2018 KATA PENGANATAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat dan KaruniaNya sehingga makalah dengan judul “ Konsep Dasar Kewirausahaan ” ini dapat terselesaikan dengan baik. Tidak lupa ucapakan terimakasih kami kepada pihak –pihak yang telah membantu penyusunan makalah ini baik materi maupun nonmateri.             Makalah...

Maksimisasi Keuntungan

MAKALAH TEORI EKONOMI MIKRO MAKSIMISASI KEUNTUNGAN Di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah  Teori Ekonomi Mikro Dosen  pengampu :Widhiharso, M.Si Di  susun oleh : 1.      Muhamad Hanif Alwi    (63020160145) 2.      Muhamad Abdul Faza   (63020160149) 3.      Agus Tri Widodo           (63020160165) Kelas D S1 EKONOMI SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI SALATIGA 2017 KATA PENGANTAR Dengan Mengucapakan Puji Syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas kehendak nya kami telah dapat menyelesaikan makalah ini. meskipun banyak sekali kekurangan dan kesalahan didalamnya, namun kami berharap makalah ini dapat berfungsi sebagai penambah ilmu dan wawasan bagi kami dan para pembaca.  Makalah ini memuat tentang ...

Pembayaran dan Standar Moneter Internasional

PEMBAYARAN DAN STANDAR MONETER INTERNASIONAL Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi Moneter Islam Dosen pengampu :   Fathan Budiman, S.H.I, M.E.I. Di susun oleh : 1.       Aji Santosa                              (63020160116) 2.       Muhamad Abdul Faza                         (63020160149) Kelas   : 4E S1 EKONOMI SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI SALATIGA 2018 KATA PENGANTAR DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .. ii DAFTAR ISI . iii BAB 1 PENDAHULUAN .. 1 2.1       Latar Belakang . 1 2.2       Rumusan Masalah . 1 2....