KOMPILASI
SISTEM
EKONOMI ISLAM
Disusun Guna Memenuhi Tugas UAS Mata
Kuliah Sistem Ekonomi Islam
Dosen Pengampu : Dr. Agus Waluyo, M.Ag.

Disusun Oleh :
Nama :
Muhamad Abdul Faza
NIM :
63020160149
JURUSAN EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2018
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami
panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat, taufik dan hidayah-Nya
sehingga kompilasi dari makalah ini dapat tersusun dengan
baik sebagaimana yang kami harapkan. Shalawat dan salam semoga tercurahkan
kepada Nabi Muhammad SAW. Kami juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan kompilasi makalah ini. Sehingga
kami dapat menyelesaikan kompilasi makalah dari materi mata kuliah “ SISTEM
EKONOMI ISLAM”.
Dalam penyusunan kompilasi makalah ini kami
menyadari sepenuhnya bahwa masih kekurangan. Oleh karena itu, dengan segala
kerendahan hati kami mengharapkan kritik dan saran khususnya dari dosen
pengampu mata kuliah Sistem Ekonomi Islam yaitu Dr. Agus Waluyo, M.Ag. serta para pembaca yang sifatnya
membangun kesempurnaan kompilasi makalah ini. Demikianlah kata pengantar yang
dapat kami berikan daripada kompilasi makalah ini, semoga kompilasi makalah
yang telah kami susun ini dapat memberikan manfaat.
Salatiga,
04 Juni 2018
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL……………………………………………………………….1
KATA
PENGANTAR……………………………………………………………..2
DAFTAR
ISI……………………………………………………………………….3
BAB
1 : PENGERTIAN SISTEM DAN ILMU EKONOMI………………………4
BAB
2 : DASAR SISTEM EKONOMI……………………………………………10
BAB
3 : IDEOLOGI DAN ISME………………………………………………….26
BAB
4 : KRITIK ATAS SISTEM EKONOMI KAPITALISME…………………34
BAB
5 : KRITIK ATAS SISTEM EKONOMI SOSIALIS………………………..45
BAB
6 : KRITIK ATAS SISTEM EKONOMI PEMBANGUNAN………………57
BAB
7 : SISTEM EKONOMI ISLAM…………………………………………….75
BAB
8 : KARAKTERISTIK SISTEM EKONOMI ISLAM………………………82
BAB
9 : KONSEP PRODUKSI……………………………………………………91
BAB
10 : KONSEP KONSUMSI………………………………………………….97
BAB
11 : KONSEP DISTRIBUSI………………………………………………..103
BAB
12 : POLITIK EKONOMI ISLAM…………………………………………115
BAB
13 : PENERAPAN SISTEM EKONOMI ISLAM DI BEBERAPA NEGARA DI DUNIA…………………………………………………………………………136
DAFTAR
PUSTAKA……………………………………………………………..150
BAB 1
PENGERTIAN SISTEM DAN ILMU EKONOMI
A. Ruang Lingkup Studi Sistem Ekonomi
Beberapa ahli
medefinisikan ekonomi islam sebagai suatu ilmu yang mempelajari perilaku
manusia dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan dengan alat pemenuhan kebutuhan
yang terbatas didalam kerangka syariah islam. Tujuan utama bagian ini adalah
untuk menjelaskan hakikat dan ruang lingkup ilmu ekonomi Islam dan memberikan
analisis perbandingan dengan llmu ekonomi sekuler. llmu
ekonomi islam terutama mengenai permasalahan yang menyangkut uang. Sebenarnya
ahli ekonomi yang menyokong pandangan, bahwa ilmu ekonomi adalah mengenai
perilaku manusia yang berhubungan dengan kegiatan mendapatkan uang dan
membelanjakan uang semakin bertambah. Tetapi penulis klasik dan pengikut mereka
masa kini, cenderung menyelidiki yang tersirat di belakang selubung keuangan
itu dan menggambarkan masalah ekonomi dari segi yang bukan moneter.
Permasalahan ekonomi umat manusia yang fundamental bersumber dari kenyataan
bahwa kita mempunyai kebutuhan dan kebutuhan ini pada umumnya tidak dapat
dipenuhi tanpa mengeluarkan sumber daya energi manusia kita dan peralatan
material yang terbatas.
Bila kita memiliki sarana tidak terbatas untuk memenuhi semua jenis kebutuhan, maka
masalah ekonomi tidak akan timbul. Sejauh mengenai masalah pokok kekurangan,
hampir tidak terdapat perbedaan apa pun antara ilmu ekonomi islam dan ilmu
ekonomi modern. Apabila ada perbedaan, hal itu terletak pada sifat dan
volumenya.
Itulah sebabnya
mengapa perbedaan pokok antara kedua sistem ilmu ekonomi ini dapat ditemukan
dengan memperhatikan penanganan masalah pilihan. Persoalan pilihan timbul dari
kenyataan bahwa sumber daya kita begitu terbatas sehingga dipenuhinya suatu
jenis keinginan berarti mengorbankan suatu kebutuhan lain yang harus terus
tidak terpenuhi. Pertikaian abadi antara beraneka ragamnya keinginan dan kurangnya
sarana memaksa kita untuk mengadakan pilihan di antara kebutuhan-kebutuhan
kita, guna menetapkan daftar prioritas dan kemudian mendistribusikan sumber
daya kita itu sedemikian rupa sehingga mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan
secara maksimum. Dalam ilmu ekonomi modern masalah pilihan ini sangat
tergantung pada bermacam-macam tingkah masing-masing individu mereka mungkin juga
tidak memperhitungkan persyaratan-persyaratan masyarakat. Namun dalam ilmu
ekonomi Islam, kita tidaklah berada dalam kedudukan untuk mendistribusikan
sumber-sumber daya semau kita. Dalam hal ini ada suatu pembatasan moral yang
serius berdasarkan ketetapan Kitab Suci Al Qur ’an dan Sunnah atas tenaga
individu. Jadi ringkasnya, dalam ilmu ekonomi Islam kita tidak hanya
mempelajari individu sosial melainkan juga manusia dengan bakat religius
manusia. Hal ini disebabkan karena banyaknya kebutuhan dan kurangnya sarana , maka
timbullah masalah ekonomi. Masalah
ini pada dasarnya sama baiknya baik dalam ekonomi modern maupun-ekonomi islam.[1]
Dalam
pandangan ekonomi konvensional bahwa pelaku-pelaku ekonomi untuk memenuhi
keinginan hidupnya secara material ada tiga pokok persoalan antara lain:
- Kebutuhan Manusia
Kebutuhan manusia beraneka macam
antara lain makan, minum, pakaian, rumah, obat, pendidikan dan lainnya. Hal itu
merupakan sesuatu alami yang mesti diinginkan oleh setiap manusia sehingga
keinginan manusia atas barang atau jasa terpenuhi sepuas-pilasnya tanpa
menghiraukan orang lain.
- Sumber Daya
Menurut ekonomi konvensional bahwa
sumber daya yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia itu sangat terbatas
atau mengalami kelangkaan (scarce) artinya terbatas berarti kurang dari apa
yang kita butuhkan atau yang kita inginkan baik dalam hal jumlah, bentuk,
macam, waktu dan tempat. Dari kedua persoalan tersebut timbulah pokok persoalan
ekonomi yakni bagaimana dengan sumber-sumber yang terbatas orang dapat memenuhi
kebutuhan-kebutuhan hidupnya yang banyak dan beraneka ragam itu. Untuk
menghasilkan barang atau jasa perlu usaha yakni produksi, dengan mencurahkan
tenaga, pikiran dan waktu juga memerlukan bahan-bahan dasar serta uang untuk
membiayai ” jerbasuki mawa beya” artinya semua keinginan memerlukan biaya atau
pengorbanan.
- Cara Bertindak Ekonomis
Sumber daya
ekonomi yang langka itu dengan bertindak seefisien dan se-rasional mungkin yang
disebut bertindak ekonomis tanpa memperhatikan orang lain. Sehingga wajar jika
manusia memanfaatkan lebih berorientasi pada kepentingan pribadi. Cara berpikir
dan cara bertindak yang mempertimbangkan korban dan hasil ini disebut berpikir
ekonomis sesuatu hal yang alamiah tidak perlu dibicarakan, karena semuanya itu
jerbasuki mawa beya. Cara yang demikian itu membutuhkan pengorbanan demi
mengejar keuntungan material belaka sehingga dalam kehidupan berekonomi lebih
bersifat materialistik dan hedonistik.
Adapun
pandangan ekonomi Islam bahwa kebutuhan manusia terbatas dan sumber daya alam
tidak terbatas. Jika kebutuhan manusia tidak terbatas berarti' menuruti hawa
nafsu setan, misalnya kebutuhan makan kalau sudah kenyang berhenti sebagaimana
perilaku Nabi Muhammad saat makan, ”sebelum kenyang sudah berhenti, dan makan
jika sudah terasa lapar”. Islam memiliki konsep bahwa kebutuhan manusia
hendaknya dibatasi oleh filsafat etika dalam ekonomi Islam. Dalam kaitannya
dengan sumber daya alam bahwa Allah menciptakan alam sebagai sumber daya
ekonomi diperuntukkan bagi manusia, sehinga ciptaan Allah tidak terbatas, jika
terbatas itu hanyalah keterbatasan pada kemampuan manusia. Adapun cara
bertindak ekonomis jika bersifat materi berarti ada urutan-urutan yang
diutamakan dan dinomor duakan misalnya daruriyyah, hajjiyah dan tahsiniyyah
lebih diorientasikan pada kepentingan akhirat artinya berprinsip selain self
interest juga social interest. Cara bertindak ekonomis yang bertujuan untuk
dunia dan akhirat hendaknya bertindak dengan istilah ”DUIT” (dibahas dalam
dasar filosofis Ekonomi lslam).[2]
Ilmu ekonomi
adalah seperangkat alat (tools) yang dapat digunakan manusia untuk kepentingan
menghitung sebuah proses produksi, biaya produksi, efisiensi produksi dan
berbagai hal lain yang terkait produksi, dengan tujuan utama adalah untuk
berapa keuntungan (benefit) yang akan diperolehnya atau biaya (cost) yang harus
dikeluarkannya. Sebagai sebuah alat maka ilmu ekonomi tentu bersifat netral,
objektif, dan tidak dipengaruhi oleh pandangan hidup, keyakinan, kepercayaan
maupun ideologi tertentu. Sedangkan Sistem ekonomi adalah hal yang sebaliknya dari
ilmu ekonomi, sistem ekonomi berkaitan dengan pandangan, keyakinan, kepercayaan
ataupun ideologi tertentu, khususnya terhadap alokasi sumber daya ekonomi yang
ada di bumi ini. sehingga sistem ekonomi akan menyangkut pandangan terhadap
kepemilikan, pemanfaatan, maupun distribusi sumber daya ekonomi dengan
demikian, sistem ekonomi tentu bersifat tidak netral bersifat subjektif dan
dipengaruhi oleh pandangan - pandangan hidup tertentu.
Ilmu ekonomi islam merupakan
suatu kajian (studi) yang terikat dengan rambu-rambu metodologi ilmiah.
Sehingga dalam proses perkembangannya senantiasa mengakomondasikan berbagai
aspek dan variabel dalam analisis ekonomi. Ilmu ekonomi islam dalam perspektif
metodologi ilmiah tidak berbeda dengan ilmu ekonomi pada umumnya yang mengenal
pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Namun, berbeda halnya dengan sistem
ekonomi islam yang merupakan suatu bagian dalam kehidupan seorang muslim dalam
upaya untuk mengimplementasikan ajaran islam dalam aktifitas ekonomi. Sistfem
ekonomi islam merupakansalah satu aspek dalam sistem yang intregal dan
komprehensif. Aplikasi nilai islam dalam sistem ekonomi islam bagi seorang
muslim merupakan bagian dari ketaatan dan kepatuhan kepada ajaran islam yang
diturunkan Allah swt melalui nabi Muhammad saw.[3]
Sistem ekonomi islam mempunyai beberapa prinsip dasar, yaitu sebagai
berikut :
a.
Individu mempunyai kebebasan sepenuhnya untuk
berpendapat atau membuat suatu keputusan yang dianggap perlu selama tidak
menyimpang dari kerangka syariat islam untuk mencapai kesejahteraan masyarakat
yang optimal dan menghindari kemungkinan terjadinya kekacauan dalam masyarakat.
b.
Dalam megakui hak milik individu dalam masalah harta
sepanjang tidak merugikan kepentingan masyarakt luas.
c.
Islam juga mengakui bahwa setiap individu pelaku
ekonomi mempunyai perbedaan potensi, yang berarti juga memberikan peluang yang
luas bagi seseorang untuk mengoptimalkan kemampuan dalam kegiatan ekonomi.
d.
Islam tidak mengarahkan pada suatu tatanan
masyarakat yang menunjukan adanya kesaaan ekonomi, tetapi mendukung dan
menggalakkan terwujudnya tatanan kesamaan sosial.
e.
Adannya jaminan sosial bagi tiap individu dalam
masyarakat.
f.
Instrumen islam mencegah kemugkinan konsentrasi
kekayaan pada sekelompok kecil orang dan menganjurkan agar kekayaan
terdistribusi pada setiap lapisan masyarakat.
g.
Islam melarang praktik penimbunan kekayaan secara
berlebihan yang dapat merusak tatanan perekonomian masyarakat.
h.
Islam tidak metolerir sedikitpun setiap praktik yang
asosial dalam kehidupan masyarakat seperti minuman keras, perjudian, prostitusi
dan alin sebagainya.
D. Kesimpulan
Beberapa ahli medefinisikan ekonomi islam sebagai suatu ilmu yang
mempelajari perilaku manusia dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan dengan alat
pemenuhan kebutuhan yang terbatas didalam kerangka syariah islam. Ada tiga masalah pokok dalam sistem ekonomi yaitu kebutuhan
manusia, sumber daya dan cara bertindak ekonomis. Perbedaan antara ilmu ekonomi
dan sistem ekonomi yaitu Ilmu ekonomi adalah seperangkat alat
(tools) yang dapat digunakan manusia untuk kepentingan menghitung sebuah proses
produksi, biaya produksi, efisiensi produksi dan berbagai hal lain yang terkait
produksi, dengan tujuan utama adalah untuk berapa keuntungan (benefit) yang
akan diperolehnya atau biaya (cost) yang harus dikeluarkannya sedangkan sistem
ekonomi berkaitan dengan pandangan, keyakinan, kepercayaan ataupun ideologi
tertentu, khususnya terhadap alokasi sumber daya ekonomi yang ada di bumi ini.
BAB 2
DASAR SISTEM EKONOMI
A. Pegertian Sistem Ekonomi
Sistem ekonomi memiliki pengertian
yang sangat luas, namun ia tidak bisa lepas dari terminologi sistem itu
sendiri. Secara umum, sistem adalah suatu kesatuan yang sifatnya menyeluruh, di
dalamnya terdapat bagian-bagian yang memiliki ciri-ciri sendiri, dan antar
bagian-bagian itu memiliki keterkaitan yang saling mendukung sehingga membentuk
mekanisme kerja yang menyatu Dengan demikian, sistem adalah suatu bangunan atau
entitas yang tersusun dari sub-sub sister yang saling berkaitan sehingga
membentuk pola kerja yang holistik. Pengertian sistem ekonomi tidak jauh
berbeda dengan pengertian sistem secara umum. Artinya, sistem ekonomi juga
merupakan entitas yang tersusun dari elemen-elemen yang saling berinteraksi
sehingga-sampai batas tertentu-membentuk sebuah jaringan kerja yang konsisten
dalam kehidupan ekonomi.
Dalam kenyataannya, setiap bangsa
atau negara memiliki sistem ekonomi yang khas. Sistem ekonomi tadi tidak
terbangun dengan sendirinya, tetapi diciptakan secara sengaja. Di dalam sistem
ekonomi itu terdapat tatanan bagi setiap elemen untuk bertindak serta pedoman
bagi seluruh elemen ketika mereka berinteraksi satu dengan yang lain dalam
kehidupan ekonomi. Dilihat dari sisi ini, sistem ekonomi dapat diartikan
sebagai suatu metode atau cara yang dipilih dan digunakan oleh masyarakat untuk
mewujudkan cita-cita ekonominya. Jadi, sistem ekonomi berperan sebagai'pedoman
bagi masyarakat atau negara mengenai bagaimana sebaiknya kegiatan ekonomi itu
diselenggarakan.[4]
Sedangkan, secara umum sistem
ekonomi Islam dapat didefinisikan sebagai perilaku individu Muslim dalam setiap
aktivitas ekonomi syariahnya harus sesuai dengan tuntunan syariat Islam, dalam
rangka mewujudkan dan menjaga maqashid syariah (agama,jiwa,akal, nasab,dan
harta).Tujuan yang ingin dicapai dalam suatu sistem ekonomi Islam berdasarkan
konsep dasar dalam Islam, yaitu tauhid dan berdasarkan rujukan pada Al-Quran
dan Sunnah adalah:[5]
1. Memenuhi kebutuhan dasar
manusia,meliputi pangan,sandang, papan, kesehatan, dan pendidikan untuk setiap
lapisan masyarakat;
2. Memastikan kesetaraan kesempatan untuk
semua orang;
3. Mencegah terjadinya pemusatan kekayaan
dan meminimalkan ketimpangan dana distribusi pendapatan dan kekayaan di
masyarakat;
4. Memastikan kepada setiap orang kebebasan
untuk mematuhi nilai-nilai moral;
5. Memastikan stabilitas dan pertumbuhan
ekonomi.
Salah satu kritik utama para
pemikir Islam terhadap ilmu ekonomi konvensional, terutama kapitalisme, adalah
adanya kecenderungannya untuk mengklaim bebas nilai (value free), serta
mengabaikan pertimbangan moral. Kritik ini muncul dari pengamatan berikut ini. [6]
1. llmu
ekonomi konvensional cenderung berbicara pada dataran positif (positive economics) dengan
alasan menjaga objektivitas ilmu pengetahuan. Dalam konteks ini, ilmu ekonomi
dianggap benak benar independen terhadap norma atau nilai. Norma yang digunakan
sebagai dasar pengambilan keputusan ekonomi dipandang sebagai sesuatu yang
given sehingga tidak membuka peluang untuk dilakukannya perubahan norma sebagai
perubahan ilmu ekonomi.
2. Teori,
model, kebijakan dan masyarakat ekonomi yang dikembangkan selama 2 abad
terakhir berada dalam lingkup tradisi materialisme.
3. Tradisi
pemikiran neo klasik, yang merupakan mazhab pemikiran ekonomi mainstream saat
ini, cenderung menempatkan filsafat individualisme, merkantilisme, dan
utililitarianisme sebagai dasar dalam penyusunan teori dan model ekonominya.
B. Ciri-ciri Sistem Ekonomi
Masalah
ekonomi senantiasa menarik perhatian berbagai macam lapisan masyarakat dan
individu. Berbagai penelitian telah dibuat untuk menyelesaikan masalah ekonomi
tersebut. Walaupun begitu usaha untuk mencari penyelesaian yang tepat dan
akurat dalam mengatasi masalah ini secara keseluruhan banyak menemui kegagalan
dan sangat sedikit keberhasilan yang diperoleh.
Kebanyakan penelitian yang
dihasilkan telah menyimpang jauh dari motivasi semula sehingga menghilangkan
tujuaan sebenarnya. Di satu pihak pendaapat yang menyarankan kearah terlalu
mementingkan hak individu dan mengesampingkan kepentingan masyarakat umum. Dan
di lain pihak pendapatnya menolak keistimewaan hak individu.
Berikut ciri-ciri sistem
ekonomi :[7]
a.
Sistem ekonomi kapitalis
Prinsip dasar sistem ekonomi kapitalis
- Kebebasan
memiliki harta secara perseorangan
Setiap negara mengetahui hak kebebasan individu untuk memiliki harta
perseorangan. Setiap individu dapat memiliki, membeli dan menjual hartanya
menurut yang dikehendaki tanpa hambatan. Individu mempunyai kuasa penuh
terhadap hartanya dan bebas menggunakan sumber-sumber ekonomi menurut cara yang
dikehendaki. Setiap individu berhak menikmati manfaat yang diperoleh dari
produksi dan distribusii serta bebas untuk melakukan pekerjaan.
- Kebebasan
ekonomi dan persaingan bebas
Setiap individu berhak untuk mendirikan, mengorganisasi dan mengelola
perusahaan yang diinginkan. Individu juga berhak terjun dalam semua bidang
perniagaan dan memperoleh sebanyak-banyaknya keuntungan. Negara tidak boleh
campur tangan dalam semua kegiatan ekonomi yang bertujuan untuk mencari
keuntungan, selagi aktivitas yang dilakukan itu sah dan menurut peraturaan
negara tersebut. Berdasarkan prinsip ekonomi dan tuntutannya yaitu persaingan
bebas, maka untuk itu tiap individu dapat menggunakan potensi fisiknya, mental
dan sumber-sumber yang tersedia untuk dimanfaatkan bagi kepentingan individu
tersebut.
- Ketimpangan
ekonomi
Dalam sistem ekonomi kapitalis, modal merupakan sumber produksi dan
sumber kebebasan. Individu-individu yang memiliki modal lebih besar akan
menikmati hak kebebasan yang lebih baik untuk mendapatkan hasil yang sempurna.
b.
Sistem ekonomi sosialis
Prinsip dasar sistem ekonomi sosialis
- Seluruh harta
oleh Negara
Seluruh bentuk produksi dan sumber pendapatan menjadi milik Negara atau
masyarakat keseluruhan. Hak individu untuk memiliki harta atau memanfaatkan
produksi tidak diperbolehkan.
- Kesamaan ekonomi
Sistem ekonomi sosialis menyatakan (walaupun sulit ditemui di semua
negara komunis) bahwa hak-hak individu dalam suatu bidang ekonomi ditentukan
oleh prinsip kesaman. Setiap individu disediakan kebutuhan hidup menurut
keperluan masing-masing.
- Disiplin politik
Untuk
mencapai tujuan diatas keseluruhan negara diletakan dibawah peraturan kaum
buruh, yang mengambil alih semua aturan produksi dan distribusi. Kebebasan
ekonomi serta hak pemilikan harta dihapuskan sama sekali.
Secara
keseluruhan sistem ini mencoba untuk mengubah ketidaksamaan kekayaan dengan menghapuskan hak kebebasan individu dan hak terhadap pemilikan
yang mengakibatkan hilangnya semangat untuk bekerja lebih giat dan berkurangnya
efisiensi kerja buruh.
c.
Sistem ekonomi islam
Prinsip dasar sistem ekonomi islam
- Individu
mempunyai hak kebebasan sepenuhnya untuk berpendapat atau membuat suatu
keputusan yang dianggap perlu dalam sebuah negara islam. Karena tanpa kebebasan
tersebut individu muslim tidak dapat melaksanakan kewajiban mendasar dan
penting dalam menikmati kesejahteraan dan menghindari terjadinya kekacauan
dalam masyarakat.
- Hak terhadap
harta
Islam mengakui hak individu untuk memiliki harta. Walaupun begitu ia
memberikan batasan tertentu supaya kebebasan itu tidak merugikan kepentingan masyarakat
umum.
- Ketidaksamaan
ekonomi dalam batas wajar
Islam mengakui adanya ketidaksamaan ekonomi di antara orang perorang
tetapi memberikannya menjadi bertambah luas, ia mencoba menjadikan perbedaan
tersebut dalam batas-batas yang wajar, adil dan tidak berlebihan.
- Kesamaan sosial
Islam tidak menganjurkan kesamaan ekonomi tetapi ia mendukung dan
menggalakkan esamaan sosial sehingga sampai tahap bahwa kekayaan negara yang
dimiliki tidak hanya dinikmati oleh sekelompok tertentu masyarakkat saja.
- Jaminan sosial
Setiap individu mempunyai hak
untuk hidup dalam sebuah negara islam, dan setiap warga negara dijamin untuk
memperoleh kebutuhan pokoknya masing-masing.
- Distribusi
kekayaan secara meluas
Islam mencegah penumpukan kekayaan pada kelompok kecil tertentu orang
dan menganjurkan distribusi kekayaankepada semua lapisan masyarakat. Untuk
mencapai tujuan ini, islam mengambil beberapa langkah positif dan negatif yang
akan dibicarakan pada bab lain.
- Larangan
menumpuk kekayaan
Sistem ekonomi islam melarang individu engumpulkan harta kekayan secara
berlebihan dan mengambil langkah-langkah yang perlu untuk mencegah perbuatan
yang tidak baik tersebut supaya tidak terjadi dalam negara.
- Larangan
terhadap organisasi anti sosial
Sistem ekonomi islam melarang semua praktek yang merusak dan anti sosial
yang terdapat dalam masyarakat, misalnya
berjudi, minum arak, riba, menumpuk harta, pasar gelap dan sebagainya.
- Kesejahteraan
individu dan masyarakat
Islam
mengakui kesejahteraan individu dan kesejahteraan sosial masyarakat yang saling
melengkapi satu dengan yang lain, bukannya saling bersaing dan bertentangan
antar mereka.
d.
Sistem ekonomi kapitalis, sosialis dan islami
Pada dasarnya sistem ekonomi islam berbeda dari
sistem-sistem ekonomi kapitalis dan sosialis dan dalam beberapa hal, merupakan
pertentangan antara kedua ekstrim tersebut. Sistem ekonomi islam memiliki
kebaikan-kebaikan yang ada pada sistem ekonomi kapitalis dan sosialis, tetapi
bebas daripada kelemahan yang terdapat pada kedua sistem tersebut. Hubungan
antara individu dalam sistem ekonomi islam cukup tersusun sehingga saling
membantu dan kerjasama diutamakan dari persaingan dan permusuhan sesame mereka.
Untuk tujuan tersebut, sistem ekonomi islam bukan saja menyediakan individu
kemudahan dalam bidang ekonomi dan sosial bahkan juga memberikan mereka juga
pendidikan moral dan latihan tertentu yang membuat mereka merasa bertanggung
jawab untuk membantu rekan-rekan sekerja dalam mencapai keinginan mereka atau
sekurang-kuraangnya tidak menghalangi mereka dalam usahanya untuk hidup.
Islam memandang masalah ekonomi tidak dari sudut
pandang kapitalis yang memberikan kebebasan serta hak pemilihan kepada individu
dan menggalakkan usaha secara perseorangan. Tidak pula dari sudut pandang
komunis, yang ingin menghapuskan semua hak individu dan menjadikan mereka
seperti budak ekonomi yang dikendalikan oleh negara. Tetapi islam membenarkan
sikap mementingkan diri sendiri tanpa membiarkannya merusak masyarakat. Di Satu
sisi pemahaman konsep ekonomi di kalangan masyarakat berubah dan diperbaiki
melalui pendidikan moral serta di sisi yang lain, beberapa langkah tertentu
yang legal diambil untuk memastikan sifat mementingkan diri golongan kapitalis
tidak sampai ke tahap yang menjadikan mereka tamak serta serakah dan bagi si
miskin, tidak merasa iri hati, mendendam daan kehilangan sikap toleransi.
Bagian yang terpenting dari prinsip-prinsip tersebut yang perlu bagi organisasi
ekonomi dalam masyarakat untuk mencapai tujuan yang telah dinyatakan tadi ialah
hak pemilikan indivi, yang perlu untuk kemajuan manusia bukan saja senatiasa
dijaga dan terpelihara terus didukung dan diperkuat.
Di
bawah sistem ekonomi islam, penumpukan kekayaan oleh sekelompok orang
dihindarkan dan langkah-langkah dilaakukan secara otomatis untuk memindahkan
aliran kekayaan kepada anggota masyarakat yang belum bernasib baik. mendalami
sistem tersebut kita akan mendapatkab kelemahan sistem ekonomi kapitalis yang
berkembang menurut konsep persaingan bebas daan hak pemilihan yang tidak
terbatas, ataupunn kelemahan sistem ekonomi sosialis yang tumbuh akibat
pengawasan yang terlalu ketat dan sikap dictator golongan kaum buruh serta
tidak adanya pengakuan hak pemilikan terhadap harta. Sistem ekonomi islam merupakan sistem yang adil dan
seksama serta serta berupaya menjamin kekayaan tidak terkumpul hanya kepada
satu kelompok saja, tetapi tersebar keseluruh masyarakat.
Islam menganjurkan suatu sistem yang sangat sederhana
untuk peningkatan ekonomi masyarakat yang membolehkan anggotanya melakukan
proses pembangunan ekonomi yang stabil dan seimbang, bebas dari kelemahan
sistem kapitalis dan sosialis. Sistem ekonomi islam menyediakan peluang-peluang
yang sama dan memberikan hak-hak alami kepada semua dan pada saaat yang sama
menjamin keseimbangan dala distribusi kekayaan, semata-mata untuk tujuan
memelihara kestabilan dalam sistem ekonomi. Hak akan harta milik perseorangan
dan kebabasan tidak diberikan tanpa batasan seperti dalam sistem kapitalis,
tetapi diimbangi dengan batasan-batasan moral dan undang-undang.
C. Elemen-elemen Sistem Ekonomi
Seperti telah disebutkan, sistem
ekonomi dibangun oleh elemen-elemen (sub-sistem) yang kemudian membentuk satuan
kerja yang menyeluruh (Holesovsky, 1977). Pertanyaan berikutnya adalah apa dan
bagamana wujud dari elemen-elemen yang membentuk sistem ekonomi itu. Jawaban
terhadap pertanyaan tersebut tidak tunggal. Artinya, setiap penulis memiliki
jawaban yang berbeda-beda. Meskipun begitu, ada beberapa hal yang sudah
disepakati secara umum. Berangkat dari yang terakhir ini, secara sederhana
dapat dikatakan bahwa elemen pokok dari sistem ekonomi ada empat, yaitu:[8]
a. Kepemilikan
Sumber Daya
Sumber daya merupakan unsur penting
dalam sistem ekonomi karena setiap kegiatan ekonomi melibatkan sumber daya.
Orang bekerja membutuhkan sumber daya, sehingga orang yang tidak memiliki
sumber daya tidak bisa bekerja. Bagi seorang petani, untuk bisa bekerja ia
membutuhkan tenaga, sawah, alat untuk mengolah tanah, dan sebagainya. Kegiatan
konsumsi juga membutuhkan sumber daya. Seseorang tidak akan pernah bisa
mengkonsumsi jika tidak tersedia barang/jasa yang dikonsumsi. Begitu juga
dengan kegiatan pertukaran dan jual beli. Pada dasarnnya, setiap pertukaran
merupakan perpindahan sumber daya. Untuk mendapatkan barang yang dihasilkan
oleh seorang produsen, seorang konsumen harus melepaskan sumberdaya yang ia
miliki untuk diberikan kepada produsen. Untuk mendapatkan upah dari pemilik
perusahaan, seorang pekerja harus mengorbankan sumber dayanya (tenaga fisiknya
atau keahliannya) kepada perusahaan. Jadi, sumber daya dibutuhkan dalam setiap
kegiatan ekonomi, baik kegiatan konsumsi, produksi, maupun kegiatan pertukaran.
b. Pelaku
atau Partisipan
Di samping sumber daya, sistem
ekonomi hanya akan berfungsi kalau ada partisipannya (pelakunya). Partisipan
menjadi bagian penting dari sistem ekonomi, sebab terselenggaranya kegiatan
ekonomi digerakkan oleh para pelakunya. Tinggi rendahnya frekuensi aktivitas
para pelaku ekonomi akan menentukan baik buruknya kinerja perekonomian. Tanpa
kegiatan ekonomi, perekonomian akan statis. Pada dasarnya partisipan adalah
orang. Sebagai pelaku ekonomi, pelaku bisa berbentuk individu atau kumpulan
individu. Selanjutnya, kumpulan individu tersebut bisa berbentuk rumah tangga,
perusahaan, pemerintah, negara, asosiasi, koperasi, dan sebagainya. Dilihat dari
statusnya, pelaku ekonomi itu bisa berbentuk swasta, koperasi, publik/negara,
atau gabungan dari semua itu.
c. Proses
atau Mekanisme Bekerja
Elemen proses juga menjadi bagian
dari sistem ekonomi. Proses bukan objek atau entitas fisik seperti halnya
partisipan atau sumber daya, melainkan merupakan aturan main untuk melakukan
aktivitas bagi para partisipan untuk berperan dalam perekonomian. Dalam
bentuknya yang nyata, elemen proses akan termanifestasikan(terwujud) pada
mekanisme bekerjanya perekonomian. Mekanisme kerja sistem ekonomi akan mengubah
dan atau mentransformasikan keadaan tertentu (input) menjadi keadaan yang lain
(output). Bagi sebuah perekonomian, elemen proses menjadi krusial(genting)
karena akan berdampak langsung terhadap kualitas kinerja sistem ekonomi
(misalnya pola distribusi pendapatan serta tinggi rendahnya angka kemiskinan
dan pengangguran). Semua berharap agar setiap proses kegiatan ekonomi
memberikan hasil yang lebih baik. Oleh karena itu, pembagian dan pengaturan
tentang penyelenggaraan kegiatan ekonomi menjadi elemen yang sangat penting
dalam sistem ekonomi.
d. Tujuan:
Kesejahteraan Masyarakat
Komponen terakhir dari sistem
ekonomi adalah tujuan. Tujuan yang ingin dicapai, di samping sebagai sasaran
akhir, juga berperan sebagai rujukan bagi tiga komponen sistem ekonomi lainnya.
Artinya, tatanan dan implementasi dari komponen sumber daya, komponen
partisipan, dan komponen proses penyelenggaraan ekonomi, harus berorientasi
pada tujuan akhir. Oleh karena itu, sistem dan cara kerja dari semua komponen
sistem ekonomi harus terselenggara secara holistik (keseluruhan).
D. Fungsi-fungsi Sistem Ekonomi
Sebagai tatanan
yang digunakan untuk mencapai tujuan, setidak-tidaknya sistem ekonomi dapat
sekaligus memerankan dua fungsi: pertama, memberikan arahan bagaimana
seharusnya perekonomian dijalankan dan, kedua, memberikan pijakan bagaimana
kegiatan ekonomi dikoordinasikan (Lampert, 1994).
1. Menjalankan
Perekonomian Nasional
Setiap kegiatan perekonomian
melibatkan jutaan pelaku yang memiliki kepentingan yang saling terkait.
Meskipun jumlah pelakunya sangat banyak, para pelaku tersebut dapat
dikelompokkan ke dalam tiga kelompok saja, yaitu rumah tangga, perusahaan, dan
pemerintah. Rumah tangga merupakan entitas ekonomi yang kegiatan utamanya
membeli barang untuk dikonsumsi dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Di
samping itu, rumah tangga juga berperan sebagai penyedia kebutuhan faktor
produksi (seperti tenaga kerja) bagi perusahaan. Sebaliknya, perusahaan adalah
sebuah entitas ekonomi yang kegiatan utamanya adalah membeli atau menyewa
faktor produksi yang dimiliki rumah tangga dalam rangka menghasilkan barang dan
jasa yang dibutuhkan oleh perekonomian. Peran yang sama juga dimainkan oleh
pemerintah. Di satu sisi, pemerintah melalui lembaga-lembaganya membeli barang
dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan tetapi, di sisi lain, pemerintah juga
menyediakan barang atau jasa yang dibutuhkan oleh perekonomian, seperti jalan,
jembatan, keamanan, dan sebagainya. Jadi, pemerintah pun bisa berperan sebagai
konsumen maupun produsen.
Bekerjanya perekonomian tidak hanya
digerakkan oleh pelaku domestik. Pelaku-pelaku ekonomi luar negeri juga
memiliki peran yang besar dalam memengaruhi jalannya perekonomian nasional.
Pelaku ekonomi domestik membutuhkan barang atau jasa yang dihasilkan oleh
pelaku luar negeri. Sebaliknya, pelaku ekonomi luar negeri juga membutuhkan
barang dan jasa yang dihasilkan di dalam negeri.
Kompleksnya perekonomian tidak
hanya disebabkan oleh hadirnya pelaku asing dalam perekonomian nasional, namun
juga karena hadirnya pelaku ekonomi lain di luar rumah tangga, perusahaan, dan
pemerintah. Misalnya, setiap perekonomian ada lembaga keuangan, seperti bank
dan pasar modal (bursa). Rumah tangga, perusahaan, dan pemerintah juga
berhubungan dengan lembaga keuangan. Rumah tangga menitipkan dana dan
perusahaan memeroleh dana dari lembaga keuangan. Pemerintah juga melakukan hal
yang sama. Di luar lembaga keuangan, masih ada lembaga lain, seperti koperasi
dan lembaga swadaya ekonomi lainnya, yang bergerak dalam perekonomian.
Kesemuanya itu membuat kegiatan perekonomian menjadi semakin rumit.
Semua aktivitas ekonomi yang rumit
itu dijembatani oleh pasar. Di pasar terjadi pertukaran yang dilakukan oleh
para pelaku ekonomi. Tetapi, tidak semua pelaku ekonomi yang bermain di pasar
mengenal satu sama lainnya. Orang yang membeli barang tidak selamanya mengenal
siapa yang menghasilkannya, siapa yang mendistribusikannya, dan siapa yang menjualnya,
sehingga aktivitas di pasar sebenarnya mengandung risiko yang sangat besar,
seperti penipuan, pemalsuan, dan penggelapan. Oleh karena itu, untuk menjamin
terselenggaranya kegiatan ekonomi yang tertib, lancar, tepat, dan aman
diperlukan tatanan, baik dalam bentuk aturan maupun norma-norma, yang menjamin
kepastian ekonomi. Tentu tidak bisa dibayangkan apa jadinya seandainya
perekonomian dijalankan tanpa tatanan.
Dalam konteks nasional, tatanan itu
diperlukan tidak hanya sekadar mengatur sehingga kegiatan ekonomi terselenggara
dengan aman dan lancar, tetapi lebih dari itu; tatanan dibutuhkan agar
perjalanan perekonomian tetap bermuara pada titik yang dicita-citakan, yaitu
tercapainya tujuan ekonomi nasional. Jadi, fungsi dasar dari Sistem Ekonomi Indonesia
adalah menjaga dan mengarahkan agar perekonomian nasional yang melibatkan
banyak pelaku ekonomi yang memiliki kepentingan yang saling terkait menuju pada
terwujudnya tujuan nasional.
2. Mengkoordinasikan
Kegiatan Ekonomi
Dalam kaidah ekonomi yang sudah umum,
sumber daya yang dimiliki relatif terbatas jika dibandingkan dengan kebutuhan
dan keinginan yang ingin dicapai. Pesan penting dari kaidah ini adalah agar
penggunaan sumber daya ekonomi dilaksanakan dengan cara yang sebaik mungkin. Di
samping itu, alokasi penggunaan sumber daya harus memiliki keterkaitan dengan
skala prioritas pemenuhan kebutuhan masyarakat. Berkaitan dengan hal tersebut,
ada beberapa pertanyaan yang mesti diperhatikan, yaitu:
a)
Ke mana sumber
daya dialokasikan? Sumber daya yang tersedia perlu diprioritaskan terlebih
dahulu untuk menghasilkan barang atau jasa yang dibutuhkan masyarakat luas dan
bersifat mendasar. jangan sampai terjadi sumber daya itu dialokasikan untuk
menghasilkan barangbarang mewah guna memenuhi kebutuhan segelintir orang,
sementara itu di sekitarnya banyak orang kelaparan, serba kekurangan, dan hidup
di bawah jembatan.
b)
Bagaimana hasil
produksi itu didistribusikan? Produksi didistribusikan kepada mereka yang
terlibat sesuai dengan kontribusi masing-masing. Tetapi, perlu diperhatikan
bahwa orang yang tidak terlibat secara langsung karena memang tidak bisa aktif
(orang cacat atau yatim) tetap mendapat bagian melalui mekanisme redistribusi
antar-pelaku ekonomi.
c)
Di mana dan
bagaimana menghasilkannya? Hal ini perlu diperhatikan karena keduanya memiliki
implikasi penting terhadap distribusi kesejahteraan. Distribusi kesejahteraan
ini sangat Vital dalam ekonomi, lebih-lebih bagi Indonesia yang merupakan
negara kepulauan dengan tingkat keragaman tinggi, baik dalam hal kesejahteraan
maupun potensi ekonominya. Di masa depan, aktivitas dan kesejahteraan ekonomi
harus lebih merata dan menyebar ke seluruh wilayah nusantara.
d) Apa
saja sumber daya yang dimiliki dan bagaimana pendistribusiannya? Indonesia
harus memiliki catatan tentang sumber daya yang dimiliki. Indonesia memiliki
wilayah luas dan sumber daya alam yang melimpah, namun belum terdokumentasi
dengan baik. Padahal, masalah ini merupakan soal yang sangat penting karena
menyangkut kekayaan yang dimiliki. Di samping itu, aturan kepemilikan sumber
daya harus jelas dan adil, karena kejelasan dan keadilan dalam kepemilikan
memiliki implikasi penting terhadap kesejahteraan.
Koordinasi juga dibutuhkan untuk
menyeimbangkan antara kaidah efisiensi dan equity. Kaidah efisiensi sangat krusial
dalam menciptakan laju pertumbuhan ekonomi yang cepat. Sedangkan kaidah equity
dibutuhkan untuk menjamin distribusi pendapatan yang merata. Efisiensi dan equity tidak selamanya bertentangan dan
pengalaman negara lain sudah membuktikannya. Ini semua tergantung dan kualitas
koordinasi yang diimplementasikan.
E. Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya sisem ekonomi
1.
Faktor Intern, meliputi :
a.
Lembaga ekonomi
b.
Lembaga sosial
c.
Lembaga ide
d.
Kebijakan pemerintah
2.
Faktor Ekstern, meliputi :
a.
Keadaan politik
b.
Falsafah negara
c.
Hukum yang berlaku
d.
Politik luar negeri
Perbedaan
sistem ekonomi terjadi lebih disebabkan karena perbedaaan nilai-nilai hidup
antara suatu kelompok masyarakat atau Negara. Maka dari itu ada beberapa faktor
yang mempengaruhi sistem ekonomi di Indonesia, antara lain :[9]
1. Faktor internal
-
Sumber daya alam: tentang kekayaan alam Indonesia yang menunjang kegiatan
ekonomi.
-
Sumber daya manusia: tentang sejauh mana
kualitas sumber daya manusia yang bisa diperdayakan untuk membangun dan
mengmbangkan kegiatan ekonomi.
-
Sumber daya
modal: tentang modal dasar yang dimiliki negara dalam rangka menjalankan
kegiatan ekonomi.
-
Skill atau keahlian: kemampuan pribadi yang
dimiliki manusia yang diperlukan untuk memperkaya ketiga sumber diatas.
2. Faktor eksternal
-
Kondisi ekonomi global atau dunia, yang mencakup peristiwa
resesi ekonomi dunia yang bisa memicu timbulnya krisis.
F.
Kesimpulan
Sistem ekonomi adalah sebuah
tatanan atau model yang dipilih dan digunakan oleh masyarakat (negara) untuk
mewujudkan cita-cita ekonominya. Sebagai sebuah bangunan yang utuh, sistem
ekonomi dibangun oleh empat sub-sistem
utama, yaitu tatanan tentang kepemilikan, tatanan pelaku atau partisipan,
tatanan penyelenggaraan, dan tatanan mengenai tujuan yang akan dicapai.
Sistem ekonomi berbeda dengan teori
ekonomi. Teori ekonomi adalah petunjuk atau kaidah praktis untuk menjelaskan
gejala ekonomi, sehingga teori ekonomi bersifat universal. Oleh siapa pun dan
di mana pun, teori ekonomi dapat digunakan. Di lain pihak sistem ekonomi bersifat
spesial, sebab keberadaannya terkait erat dengan nilai-nilai dasar kehidupan
masyarakat. Apabila suatu negara berbeda pandangan hidupnya dengan negara lain,
maka berlainan pula sistem ekonominya. Keberadaan sistem ekonomi sangat penting
karena memiliki dua fungsi yang strategis, yaitu: (a) sebagai instrumen menjaga
dan menjalankan perekonomian, dan (b) sebagai sarana untuk mengkoordinasikan
kegiatan ekonomi. Ini sangat penting karena perekonomian digerakkan oleh pelaku
yang sangat banyak jumlahnya dan masing-masing memiliki preferensi dan tujuan
yang berbeda-beda. Oleh karena itu, agar menuju pada arah yang dikehendaki,
setiap perekonomian membutuhkan sistem ekonomi.
BAB 3
IDEOLOGI DAN ISME
A. PENGERTIAN IDEOLOGI DAN ISME
Suatu
ideologi adalah sekumpulan ide,dianut oleh suatu kelompok sosial (misalnya,
bangsa atau kelas), yang merupakan suatu gambaran kenyataan sosial tertentu,
dan membentuk nilai-nilai dan sasaran yang ingin dicapai, atau dipelihara.
Ideologi timbul dalam suatu sejarah tertentu,
sebagai reaksi terhadap keadaan dan kebutuhan tertentu dalam hubungan dengan
sekumpulan ide yang lain. Tapi terlalu disederhanakan dalam dikatakan bahwa
ideologi hanya mencerminkan kepentingan sendiri individen atau kelompok, jika
hanya disebabkan kepentingan diri sendiri seperti itu tidak mudah untuk
diketahui juga ideologi tidak selalu stabil, sebaliknya ideologi cenderung
berubah sebagai reaksi terhadap keadaan yang berubah, kadang-kadang sedemikian
pelan sehingga tak disadari.
Suatu ideologi yang tak berubah menghadapi kenyataan
yang berubah, suatu dugaan tak dapat hidup lama, tindakan yang didasarkan pada
ideologi tersebut tak dapat berhasil dalam jangka panjang. Ideologi yang tahan
lama fleksibel dan dapat menyesuaikan diri, yang berarti suatu ideologi yang
tidak baku.
Isme merupakan suatu paham atau pandangan terhadap
sebuah ideologi yang telah terbentuk. Isme yang akan dipelajari merupakan isme
yang mendukung gerakan politik, ideologi, doktrin, kebijaksanaan, sistem
ekonomi dan sosial (...). tetapi sering juga isme sebagai simbol yang mati yang
merupakan suatu yang samar-samar. Timbulnya sebenarnya sangat tergantung pada
kekurangan yang semakin besar dari kebanyakan label lama untuk mewakili sesuatu
yang pasti, yang membenarkan kebenaran kuno bahwa tidak ada ide atau kejadian
yang tetap tidak berubah.
Jadi, isme mengharuskan kita untuk tidak berpikir
dalam ukuran alternatif yang besar (...), dan untuk menghargai berbagai ragam
pola kelembagaan yang ada.(Gregory Gossman, 2001 : 44-45)
B. SEJARAH SISTEM EKONOMI KAPITALIS
Secara bahasa, kapitalisme berasal dari kata capital
yang berarti modal, yaitu paham bersendikan modal. Menurut Werner Sombart
(1863-1941), kapitalisme adalah sistem ekonomi yang dikuasai dan diwarnai oleh
peranan modal (kapital) yang didasarkan pada tiga gagasan utama : usaha untuk
memperoleh atau memiliki, persaingan, dan rasionalitas. (Kamil, Sukron. 2016 :
4)
Pada akhir abad ke 18
Adam Smith telah menerbitkan bukunya “An inquiry Into the Nature and Causes of
Wealth Nation”. Dia beranggapan bahwa dorongan ekonomi pribadi dari individu
itulah yang menjadi penggerak kehidupan perekonomian, dan yang menentukan
jalannya perekonomian bangsa mana pun, tanpa harus diperhatikan atau
dipedulikan sama sekali faktor sosial yang manapun. (Sulaiman, Thahir. 1985 :
37)
Kelahiran buku ini
dilatari oleh sistem ekonomi Merkantilisme yang berlaku di Eropa kala itu.
Sistem ekonomi Merkantilisme ini percaya bahwa ekonomi dunia adalah stagnan dan
kekayaannya tetap, sehingga satu bangsa hanya bisa berkembang dengan
mengorbankan bangsa lain. Dalam sistem ekonomi Merkantilisme, yang ditekankan
adalah pentingnya sebuah negara mempunyai persediaan batang emas dalam jumlah
yang besar.
Dalam bukunya ini,
Smith menolak pandangan bahwa tanah merupakan sumber utama dari nilai ekonomi.
Sebaliknya, Smith menekankan bahwa yang paling penting dalam ekonomi adalah
tenaga kerja, karena peningkatan produksi terutama dapat dicapai melalui
pembagian kerja. Namun, ia mengatakan kunci dasar kesuksesan adalah memberikan
kebebasan ekonomi kepada rakyat. Ia menyerukan kebebasan alamiah bagi semua
orang, yaitu kebebasan untuk melakukan apa saja yang diinginkan, tanpa campur
tangan negara. Ini berarti kebebasan aliran berpindah tenaga kerja, modal,
uang, dan barang.
Ada tiga gagasan inti
yang ditulis Smith dalam buku The Wealth of Nations ini : pertama, kebebasan, yaitu hak-hak
untuk memproduksi dan memperdagangkan produk, tenaga kerja, dan kapital. Kedua,
kepentingan diri sendiri : hak seorang untuk melakukan usaha sendiri dan
membantu kepentingan diri orang lain. Ketiga, persaingan (hak untuk
bersaing) dalam produksi dan perdagangan barang dan jasa.(Kamil, Sukron.
2016:5)
Sering dianggap bahwa
ideologi kapitalisme yang masih muda adalah “Laissez faire tak ada campur
tangan pemerintah dalam kegiatan ekonomi(...). pertumbuhan kapitalisme, dan
terutama industrialisasi oleh kapitalis juga berarti melahirkan kelas pekerja
yang besar di negara yang lebih maju.(Gregory Grossman, 2001 : 48-49)
Pada sistem ini
,kekayaan benar-benar terpusat pada beberapa gelintir orang saja. Sementara
dalam masyarakat kapitalis terbentanglah jurang yang luas diantara mayoritas
kaum yang merana, terdiri dari kaum buruh yang miskin, dengan minoritas yang
selalu berhasil, terdiri dari orang-orang kaya. Dan penderitaan kaum buruh yang
miskin itu pun semakin terasa, karena pendapatan yang minim, sedang biaya hidup
sangat mahal.
Kaum buruh tertindas di
kota-kota industri. Lalu tersebarlah dikalangan mereka suatu seruan yang
membangkitkan perasaan teraniaya oleh pihak kapitalis, dan membangkitkan jiwa
berontak terhadap tatanan seperti ini. Sementara itu kaum kapitalis sendiri
mendesak Negara mereka untuk membuka pasar dan melakukan peperangan serta
penjajahan, demi melayani tujuan mereka untuk menguasai negara lemah dan
menjadi pasar mereka. Maka timbullah banyak ekonomi (krisis over ataupun onder
produksi, krisis moneter, dan seterusnya) (Sulaiman, Thahir. 1985 : 38)
Dan akhirnya
tergeraklah nurani perbaikan. Maka banyaklah para ahli ekonomi dan para
pembangun masyarakat yang berusaha dengan berbagai cara untuk meninggalkan
kebebasan yang mutlak itu. Mereka menghimbau agar negara kembali ikut campur.
Supaya dibentuk organisasi-organisasi kaum buruh untuk membela nasib mereka.
Bahkan sampai menyerukan pula agar Negara memberi perlindungan sosial,
mengadakan perbaikan nasib kaum buruh dan jaminan sosial bagi kehidupan ekonomi
warga masyarakat.
C. SEJARAH SISTEM EKONOMI SOSIALIS
Secara bahasa, sosialisme berasal dari kata sosial
yang berarti masyarakat, lawan dari kata individu. Dari arti inilah, tampaknya,
sosialisme dikembangkan oleh penegasannya, Karl Marx (1818-1883). Ia
mengembangkan teori baru ekonomi, sebagai antitesis dari kapitalisme yang pada
abad ke-19, saat ia hidup, baru tumbuh di Eropa. jika teori kapitalisme menekankan
hak-hak individu yang menuntut adanya kebebasan pasar (free fight
competition), sosialisme menekankan hak-hak ekonomi masyarakat atau rakyat
(keadilan distribusi ekonomi), khususnya bagi kaum buruh atau rakyat jelata
lainnya sebagai kaum tertindas.
Marx adalah seorang penulis yang pintar. Manifesto
komunis, yang ditulis bersama dengan Engels sebelum revolusi 1948 merupakan
salah satu dokumen politik yang besar sepanjang masa. Karyanya yang terbesar
adalah Kapital (terdiri atas tiga jilid, pertama kali diterbitkan dalam tahun
1867, 1885, 1894) yang menyajikan analisa yang terperinci tentang perkembangan
dan bekerjanya perekonomian kapitalis.(Gregory Grossman, 2001:53)
Arti sosialisme yang
sering diucapkan dan ditulis orang, tetapi tidak pernah ada pembatasan tertentu
mengenai artinya. Hal itu dikarenakan banyak kaum politisi menggunakan kata
sosialisme untuk menarik kaum buruh. Karena dulu mereka berpendapat tekanan dan
perlakuan kejam dari kapitalisme. Padahal kadang-kadang kaum kapitalis itu hanya
menipu saja.
Sebagai suatu madzhab
atau ide ekonomi, sosialisme bisa didefinisikan sebagai suatu madzhab yang
meniadakan hak kepemilikan pribadi bagi faktor-faktor produksi. Sosialisme yang
melarang siapapun menyuruh orang lain menjadi buruhnya untuk menghasilkan
sesuatu bagi kepentingan dirinya
sendiri.
Adapun cara kaum
sosialis merealisir cita-cita mereka adalah dengan menyebarluaskan kedengkian
dan kebencian terhadap kelas kapitalis. (…) kemudian berdasar pula kepada
pemanfaatan situasi setempat berupa demokrasi pada partai-partai sebagai batu
loncatan untuk meraih pemerintahan. Dan apabila telah berhasil, maka
undang-undang dan demokrasi pun harus ditnggalkan, kemudian partai sosialis
atau komunis harus menjadi partai satu-satunya. Siapa pun yang mengahalangi
politik komunisme, harus ditumpas, atau disingkirkan (Sulaiman, Thahir. 1985 :
41).
Kaum Marxis
kadang-kadang mengatakan, bahwa kapitalis waktu demi waktu pasti menjadi
semakin kaya, sedang kaum buruh semakin melarat. Karena kaum kapitalis mengeksplotir
kaum buruh danmenguasai mereka, sebagai suatu faktor produksi tersendiri. Jadi
pada tangan kaumkapitalislah pasar kerja, sedang kaum buruh terpaksa harus
bekerja untuk mencari kebutuhan-kebutuhan pokok hidup mereka.
Sesungguhnya ucapan
Marx yang mengharuskan adanya pemecahan
secara sosialis, dikarenakan memusatnya kekayaan dan semakin
bertambahnya jumlah kelas buruh dibanding dengan kelas kapitalis, adalah hal
yang tidak dibenarkan oleh fakta-fakta. Karena kekayaan kini semakin merata,
akibat bertambah banyakya kongsi-kongsi yang menerima saham. (…) sedangkan
nasib kaum buruh pun semakin baik, akibat lahirnya ide-ide baru, pengaturan
produksi, perhatian kepada nasib buruh, terbentunya organisasi-organisasi kaum
buruh, dan akibat perlindungan sosial, turut campurnya Negara dalam perjanjian
kerja. Jaminan-jaminan keamanan sosial dan cara-cara perbaikan hidup lainnya
bagi kaum buruh (Sulaiman, Thahir. 1985 : 44).
Sesungguhnya prinsip
Marx terbukti tidak bisa terwujud ketika dipraktekkan, oleh karena itu negara
komunis seperti Rusia sendiri, mulai meninggalkan beberapa dari prinsip Marx,
dengan alasan bahwa negara itu sedang mengalami suatu ronde bertahap. Tapi
nyatanya mereka bukannya semakin menerapkan prinsip prinsip tersebut, malah
semakin menjauhinya. Sebagai contoh : bahwa menghilangkan kelas-kelas, adalah
salah satu prinsip Marxisme. Tetapi prinsip ini pun ternyata tidak bisa
terwujud selain untuk mereka yang porletar saja. Kita lihat dalam masyarakat
komunis sendiri terbentuk kelas-kelas baru. Masing masing kelas punya kedudukan
sosial, ekonomi dan politik tertentu. (Sulaiman, Thahir. 1985 : 44)
Sesungguhnya apabila kapitalis
telah mengorbankan kepentingan umum demi kepentingan dan kebebasan individu
sekalipun dalam praktek kadang kadang menghapuskan kepentingan individu,
khususnya kelas buruh.maka komunisme telah mengorbankan kepentingan dan kebebasan
individu dengan umum. Cuma hasilnya masyarakatpun kemudian menjadi kehilangan
semangat dari warganya. Karena masyarakat tidak lain adalah kumpulan dari
individu-individu.
D. SEJARAH SISTEM EKONOMI ISLAM
Telah
kita ketahui bahwa masing-masing dari kedua sistem Kapitalis dan Sosialis,
tidak bisa mewujudkan kebaikan bagi umat manusia. Bahkan menjerumuskannya ke
dalam kegoncangan-kegoncangan ekonomi, sosial dan politik yang tidak menemui
jalan keluar.
Ilmu-ilmu ekonomi yang ada di barat
itu tidak lain hanyalah dugaan belaka, yang kadang-kadang mengenai sasaran,
namun pada umumnya meleset, sebagaimana yang kita saksikan bersama. Adapun cara
islam yang kita percayai ini,adalah ciptaan Allah sendiri. Maka tidak mungkin
kemasukan barang yang tidak benar, baik sebelum atau sesudahnya ( Sulaiman, Thahir. 1985:
51).
Pada awal pertengahan 1960-an ekonomi
islam mulai menarik perhatian para peneliti yang menekuni ekonomi modern,
termasuk sebagian yang mengenyam pendidikan di berbagai universitas terkemuka
di Eropa Barat dan Amerika Utara. Dalam prosesnya akhirnya lahir karya-karya
yang menerapkan teknik analitis modern, khususnya teknik ekonomi neoklasik,
pada isu-isu intinya. Ekonomi islam mulai memperlihatkan sensitifitas terhadap
konsep teoritis dan problem yang
berasal dari filsafat ekonomi sekuler (Munawwir, Imam.2005 : 10)
Teori ekonomi islam dengan kalimat
yang ringkas adalah bahwa antara kepentingan individu dan sosial itu dari segi
fitrahnya ada hubungan rapat, maka diantara keduanya harus ada keharmonisan dan
kerjasama, bukannya persaingan dan pertentangan (Munawwir, Imam.2005 : 38).
Islam adalah agama yang menghendaki
tawazun (keseimbangan) dalam segala
bidang, yakni : keseimbangan antara kepentingan individu dan orang lain,
keseimbangan antara cita cita dan realita, keseimbangan antara ilmu dengan
amal, keseimbangan antara kemakmuran material dengan kemakmuran spiritual. Karena
itu ajaran agama ini memiliki sifat tengah (tawasuth)
(QS.2 : 143) ; yakni tidak ekstrim kiri yang terjebak dan berpihak kepada
komunis atau ekstrim kanan yang terjebak dan berpihak kepada kapitalis.
E.
Kesimpulan
Suatu
ideologi adalah sekumpulan ide,dianut oleh suatu kelompok sosial
(misalnya, bangsa atau kelas), yang merupakan suatu gambaran kenyataan sosial
tertentu, dan membentuk nilai-nilai dan sasaran yang ingin dicapai, atau
dipelihara. Dan isme merupakan paham terhadap sebuah ideologi yang telah
terbentuk.
Kapitalisme muncul
sebagai akibat dari masyarakat pada zaman Romawi hingga Renaissans yang hidup
dengan bekerja keras yang terjadi pada tahun 1776 dimana masyarakat hanya
mengejar emas untuk suatu negara yang bekerja selama berjam-jam dengan upah
yang minim. Hal tersebut memicu Adam Smith untuk menuangkan gagasannya mengenai
kebebasan, kepentingan diri sendiri, dan persaingan produksi.
Sehingga Smith
berharap dengan kebebasan untuk melakukan kegiatan ekonomi secara bebas tanpa
campur tangan pemerintah akan mengurangi kemiskinan, kelaparan, dan kematian
pada zaman Romawi. Namun, dari gagasan yang individualisme tersebut, terjadi
kesenjangan sosial dimana-mana. Sehingga muncullah gagasan Karl Marx mengenai
ikut campurnya pemerintah dalam perekonomian dan menggunakan pemerataan untuk
mengurangi kesenjangan sosial.
Kemudian, pada
tahun 1960 sistem ekonomi Islam muncul karena dianggap memiliki prinsip yang
dapat menyejahterakan masyarakat dengan baik. Dimana dalam sistem ekonomi
islam, Sumber Daya yang ada di bumi adalah milik Allah. Sehingga campur tangan
pemerintah hanya untuk mengatur perekonomian suatu negara dan tidak
mengeksplotir seluruh sumber daya yang ada.
BAB
4
KRITIK
ATAS SISTEM EKONOMI KAPITALISME
A. Perkembangan Teori Kapitalisme
Secara bahasa, kapitalisme berasal
dari kata capital yang berati modal, yaitu paham bersendikan modal.
Menurut Werner Sombart (1863-1941), kapitalisme adalah sistem ekonomi yang
dikuasai dan diwarnai oleh peranan modal (kapita) yang didasarkan pada tiga gagasan
utama: usaha memperoleh atau memiliki, persaingan, dan rasionalitas
(Rahardjo,1991:124)
Sistem ekonomi ini berawal dari
pemikiran Adam Smith (1723-1790) dalam buku monumentalnya The Wealth of
Nations yang terbit tahun 1776. Inti yang dibahas dalam buku tersebut
adalah kebebasan alamiah dan invisible hand. Kelahiran buku ini dilatari
oleh sistem ekonomi Merkantalisme yang berlaku di Eropa kala itu. Sistem
ekonomi merkantalisme ini percaya bahwa ekonomi dunia adalah stagnan dan
kekayaannya tetap, sehingga satu bangsa hanya bisa berkembang dengan
mengorbankan bangsa lain. Dalam ekonomi merkantalis yang ditekankan adalah
pentingnya sebuah negara mempunyai persediaan batangan emas dalam jumlah besar.
Selain itu, memperbesar ekspor dan mengurangi impor adalah dua alat utama yang
dipakai dalam sistem ekonomi merkantaisme.
Ada tiga gagasan inti yang ditulis
Smith dalam buku The Wealth of Nations ini: pertama, kebebasan,
yaitu hak untuk memproduksi dan memperdagangkan produk, tenaga kerja, dan
kapital. Kedua, kepentingan diri sendiri: hak seseorang untuk melakukan
usaha sendiri dan membantu kepentingan diri orang lain. Ketiga,
persaingan (hak untuk bersaing) dalam produksi dan perdagangan barang dan jasa.
Hubungan kapitalisme dengan keserakahan ditolak oleh Max Weber (1864-1920),
penafsir sekaligus pengkritik kapitalisme. Baginya itu adalah ide naif.
Keserakahan tanpa batas untuk mendapatkan keuntungan, kata Weber, tidak identik
dengan kapitalisme. Kapitalisme mungkin identik dengan pembatasan diri, atau
setidaknya pembatasan rasional terhadap dorongan yang irasional tersebut.
Smith, para pelopor kapitalisme semisal Edmund
Burke memandang perluasan kekuasaan negara terlalu jauh akan menjadi musuh bagi
kebebasan dan kemandirian ekonomi. Sebagaimana tata masyarakat, pasar adalah
mesin yang senantiasa bergerak yang hanya membutuhkan kerangka legal, tanpa
campuran tangan pemerintah. Tujuannya untuk menghasilkan pertumbuhan tanpa
hambatan.
Inti formula ekonomi kapitalisme
John Maynard Keynes adalah pentignya
pemerintah dan lembaga internaional dalam intervensi membangun ekonomi, meski
ia menolak cara sosialis. Menurut formula ini, jalan yang paling efektif dalam
membangun masyarakat negara berkembang adalah dengan menggalakkan proses
modernisasi dengan suntikan kapital negara-negara Barat yang maju. Sistem
ekonomi kapitalisme menekankan hak-hak individu yang menuntut adanya kebebasan
pasar. [10]
B. Ciri-ciri ekonomi Kapitalisme
- Ciri-ciri utama kapitalisme antara
lain adalah: kebebasan ekonomi, laba sebagai pendorong kegiatan produksi,
kebebasan pasar dan persaingan, keabsahan monopoli, perbankan dan keberadaan
bunga, disparatis yang lebar dalam distribusi kekayaan, ekspoitasi ekonomi oleh
yang kuat terhadap yang lemah.[11]
Kapitalisme dan Islam diperbandingkan konsep dasar ekonomi
keduanya seperti ini.
1. Hak Milik
Hak pemilikan oleh swasta merupakan tanda utama
kapitalisme. Kapitalisme memberi hak pemilikan penuh kepada individu, tanpa
halangan maupun beban apapun.
Konsep Islam mengenai pemilikan amatlah unik. Segala
sesuatu adalah milik Allah dan hanya sebagian saja hak memiliki itu diberikan
kepada manusia sehingga ia dapat melaksanakan rencana Allah, yakni tujuan
masyarakat, dengan cara bertindak selaku pemegang amanah bagi mereka yang
membutuhkan.
2.
Kebebasan Ekonomi
Kebebasan ekonomi yang tak terbatas dan tiadanya
campur tangan Negara adalah ciri lain dari perekonomian kapitalisme. Setiap
individu bebas memulai, mengorganisasi, dan mendirikan perusahaan, bisnis,
perdagangan serta profesi apa pun juga. Dia memiliki kebebasan penuh untuk
memperoleh pendapatan sebanyak berapa pun yang dia mampu dapatkan sebagaimana
ia juga bebas membelanjakan uangnya untuk apapun yang disukainya. Kebebasan
ekonomi tanpa batas seperti ini biasanya menimbulkan pikiran untuk mendapatkan
harta dengan cara curang seperti judi dan pelacuran.
Islam juga membenarkan kebebasan ekonomi bagi individu
untuk mendapatkan harta, memilikinya serta membelanjakannya. Tetapi kebebasan
yang diberikan oleh Islam di lapangan ekonomi tidaklah tak terbatas. Islam
memberi batas antara yang halal dan yang haram dalam segala kegiatan ekonomi
yang meliputi bidang produksi, distribusi, dan konsumsi yang amat luas.
3. Monopoli
Persaingan yang merupakan ciri lain dari kapitalisme,
membawa kehancuran bagi perusahaan kecil. Pengakuan atas keberadaan monopoli
akan mendorong terjadinya merger beberapa bisnis kecil menjadi satu sehingga
menjadi monopoli atau kartel.
Islam melarang persaingan tidak sehat dan menutup
semua jalan yang menuju kearahnya. Islam tidak membenarkan monopoli. Ada
diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: “Tidak menimbun melainkan
pendosa”. Terutama monopoli atas bahan makanan atau barang kebutuhan
sehari-hari, semuanya itu dilarang oleh Islam.
4. Bunga
Lembaga perbankan dan bunga adalah darah kehidupan
kapitalisme. Bagi bisnis, perdagangan, dan industri, terutama bagi
proyek-proyek usaha ekonomi yang besar, diperlukan dana besar yang tak seorang
pun dan tak satu perusahaan pun dapat menanggungnya.
Islam memandang bunga sebagai sesuatu yang paling menindas
terhadap kemanusiaan dan kemudian menghapuskannya dalam segala bentuknya hingga
ke akarnya. Menurut Al-Qur’an mengambil bunga sama artinya dengan perang
melawan Allah dan utusan-Nya, sedangkan menurut Nabi Muhammad SAW, bunga itu
lebih buruk dan lebih jahat daripada perzinaan. Islam membangun ekonominya
bebas dari riba dan mendukung laba serta kerja sama sebagai insentif bagi
tabungan dan investasi.
5. Ekploitasi
Hak tak terbatas dalam kebebasan ekonomi dan hak
pemilikan oleh individu maupun swasta yang tak terkontrol telah secara praktis
menimbulkan eksploitasi atau penindasan. Penindasan ekonomi oleh yang kuat
terhadap yang lemah sudah menjadi pemandangan sehari-hari di dalam masyarakat
kapitalis. Pekerja ditindas oleh majikan, petani diperas oleh majikan, rakyat
ditindas oleh penguasanya, dan di atas itu semua negara dieksploitasi oleh para
pemegang kekuasaan.
Di pihak lain, sistem ekonomi Islam menjamin
terhapusnya eksploitasi oleh seorang terhadap lainnya. Banyak cara telah
diambil oleh Islam untuk melakukannya. Riba atau bunga adalah alat penindasan
manusia yang paling jahat dan segala bentuk bunga ini telah pula dihapus oleh
Islam.
6. Distribusi Kekayaan
Kapitalisme tidak percaya kepada
distribusi kekayaan yang jujur dan adil. Oleh karena menganut paham kebebasan
ekonomi penuh dan pemilikan alat-alat produksi oleh swasta, maka disparitas
ekonomi pun muncul di dalam perekonomian kapitalis. Konsentrasi kekayaan di
tangan sedikit orang menjadi gejala umum di antara mayoritas penduduk yang
tercabut dari kebutuhan hidup mereka yang paling dasar sekalipun.
Di pihak lain, Islam menjamin
tercukupinya kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, dan rumah untuk semua
orang, dan di lain pihak, menjamin distribusi kekayaan dan sumber-sumber
ekonomi yang adil dan merata di antara semua penduduk. Islam tidak menoleransi
adanya disparitas yang lebar antara si miskin dan si kaya dan berupaya
menghapuskan konsentrasi kekayaan di tangan sedikit orang
C. Kekurangan dan kelebihan ekonomi Kapitalisme
Ø
Kelebihan
Sistem Ekonomi Kapitalis
1. Lebih efisien
dalam memanfaatkan sumber-sumber daya dan distribusi barang-barang.
2. Kreativitas
masyarakat menjadi tinggi karena adanya kebebasan melakukan segala hal yang
terbaik dirinya.
3. Pengawasan
politik dan sosial minimal, karena tenaga waktu dan biaya yang diperlukan lebih
kecil.
Ø
Kekurangan Sistem Ekonomi Kapitalis
1.
Tidak ada persaingan sempurna. Yang ada persaingan tidak sempurna dan
persaingan monopolistik.
2. Sistem harga
gagal mengalokasikan sumber-sumber secara efisien, karena adanya faktor-faktor
eksternalitas (tidak memperhitungkan yang menekan upah buruh
D. Kritik-kritik Sistem Ekonomi Kapitalisme
1. Teori dependensia oleh
Andre Gunder Frank di Amerika latin. Bahwa dunia didominasi oleh suatu
perekonomian tunggal sedemikian rupa, sehingga semua bangsa diintregrasikan
dalam lingkungan produksi kapitalis global. Mereka dihubungkan dengan
serangkaian rantai metropolis satelit, yang menarik surplus yang dihasilkan
pada setiap tingkat produksi ke pusat. Akibatnya adalah periferi atau
pinggiran (satelit-satelit) menjadi
miskin, sedangkan pusat berakumulasi dan tumbuh. Dengan demikian, sistem itu
tidak akan mampu membuat cerita gemilang eropa barat dan AS lahir kembali di
Negara-negara berkembang.
Diungkap Frank. Mengakibatkan
Indonesia terintegrasi ke dalam sistem perdagangan finansial dan investasi
global. Arus kapital asing yang masuk ke Indonesia layaknya air bah, yang
karena itu Indonesia pun mengalami pertumbuhan ekonomi tinggi. Investasi yang
membanjir itu ternyata tidak banyak membantu sektor produktif, bahkan banyak
yang hanya diparkir dalam bentuk rupiah. Praktik itu hanya menguntungkan
pemilik modal dan hanya menghasilkan “buble economy” pertumbuhan ekonomi
lebih banyak digerakkan oleh meningkatnya konsumtifisme masyarakat menengah ke
atas, pesatnya pertumbuhan sektor-sektor “non-traded good” seperti
bisnis property dan komersialisasi sektor public (chaniago, 2001:xxi-xxix, 72).
Keserakahan perusahaan global bisa
dilihat dari prmbagian fee PT Freeport, perusahaan tambang emas terbesar
didunia asal amerika. Perusahaan ini mendapat izin penambangan di papua tahun
1967 tanah seluas 30 km2, tahun 1989 seluas 25.000km2. berdasarkan laporan New
York Time, pada tahun 2005 perusahaan global ini mengaku telah membayar
pejabat dan militer sebesar 20 juta dolar AS, secara formal hanya membagi 1%
saja kepada pemerintah Indonesia, sedangkan di afrika mencapai 8% dari bruto.
Contoh: 1. Pembagian
ini bertentangan dengan asas keadilan, PP No. 45/2003 yang mengharuskan
perusahaan tambang memberikan royalita sebesar 3,75%, dan lebih parah lagi
bertentangan sekali dengan UUD 1945 pasal 33. Dalam pasal ini disebutkan bahwa
Negara menguasai dan mengelola kekayaan alam untuk kemakmuran rakyat.
Contoh 2 : kebijakan
makro pemerintah Indonesia tidak berpihak, menetapkan tariff bea 0% untuk
komoditas pangan mengakibatkan Indonesia mendapat limpahan beras ekspor yang
sangat banyak dan harga gabah dalam negeri pun menjadi turun drastis. Ini belum
lagi ditambah dengan kebijakan pengurangan subsidi BBM dan listrik.
2. Upaya Negara-negara
industri/kapitalis di dunia dalam menangani dampak industri pada pemanasan
global masih lemah. Mereka beranggapan bahwa cara ini sebagai cara terbaik dan
tercepat menangani pemanasan global. Padahal, menurut sejumlah ahli kontribusi
kerusakan hutan pada emisi global hanya 15% saja. Selebihnya adalah akibat
penggunaan bahan bakar fosil industri.
Paradigma ekonomi kapitalisme
selama ini tidak integralistik (reduksionis), dimana bumi (sumber daya alam)
adalah objek, seperti kritik yang disampaikan fisikawan Pritjof Capra. Yang
menekannkan pembangunan dengan memerhatikan keharmonisan dengan alam. Karena
paradigma yang tidak intergralistik itu, eksploitasi sumber daya alam pun
terjadi di mana-mana. Modus operandinya adalah lewat industrialisasi,
pertambangan, dan pembangunan dengan sokongan kapitalisme global.
3. Joseph E. stiglitz
(2006:vi, 178-179, 274-275), selama ini kapitalisme di Amerika Serikat (AS) dan
juga Negara lainnya dalam tahun 1990-an, terutama dalam kasus praktik
perbankan, berjalan di atas informasi asimetris, yaitu sebuah kondisi pasar
dimana yang satu memiliki informasi lebih ketimbang yang lainnya. Perbankan
investasi mestinya memberikan informasi yang mendorong perbaikan kualitas
alokasi sumber daya. Konsep invisible hand Adam Smith harus bisa
berjalan di atas informasi sempurna. Secara inhern mengandung
ketimpangan dan menyuburkan praktik kolusi dan korupsi.
4. Stiglitz, AS melakukan standar
ganda dalam praktik kapitalisme globalnya demi keuntungan negaranya dengan
mengorbankan Negara-negara berkembang. AS mendesak Negara lain agar membuka
lebar pasar mereka pada bidang-bidang yang menjadi keunggulannya, seperti jasa
keuangannya, AS berhasil tidak memasukkan jasa konstruksi dan maritim yang
menjadi keunggulan Negara-negara berkembang. Ekonomi global, bank-bank local
tertindas oleh bank-bank internasional dan dananya bermuara pada perusahaan
internasional, bukan usaha kecil menengah milik local. AS juga menerapkan
standar ganda lainnya dalam praktik kapitalisme globalnya dalam sektor
pertanian
5. Thomas Piketty,
kapitalisme sebagai sistem ekonomi yang menguasai dunia telah membuat
terjadinya ketimpangan ekonomi di dunia modern sampai terjadinya PD II. Sejak
PD II akhir dasawara tahun 1970-an, ekonomi kapitalisme bercorak kesetaraan,
berwajah manusiawi. “laba bagi semua, bukan semua dikorbankan demi laba”. Aneka
jaminan sosial yang pesat pun terjadi antara tahun 1945-1975.
Tahun 1980-an mengubur wajah
manusia kapitalisme. Abad ke-19 dan sebelumnya, kekayaan di dunia bukan hanya
terpusat di tangan 20-10% penduduk terkaya, melainkan 1 dan 0,1, bahkan 0,01
dan 0,001% terkaya. Kapitalisme yang didominasi modal/harta orang tua,
diperoleh melalui rente, kolusi, dan perlipat gandaan tanpa jerih payah, suatu
bentuk kapitalisme yang mengolok-olok kesetaraan, meritokrasi, dan membusukkan
demokrasi lewat penjarahan aset public oleh kaum oligarki dan benalu
masyarakat. “makin tinggi imbalan modal dibanding pertumbuhan ekonomi, makin
tinggi ketimpangan”. Ia menyarankan agar pajak progresif atas modal di dunia
harus di jalankan: 0,1% bagi modal di bawah 200.000 euro hingga 2% untuk modal
di atas 5 juta euro.
E. Lembaga-lembaga ekonomi sistem ekonomi kapitalisme
1. IMF
(International Monetary Fund)
IMF adalah lembaga internasional yang memiliki tugas
untuk mengatur sistem finansial global dan menyediakan pinjaman kepada negara
anggotanya untuk membantu masalah-masalah keuangan. Sebagai imbalan dari
bantuannya tersebut, negara peminjam diwajibkan melakukan kebijakan-kebijakan
tertentu, misalnya seperti privatisasi badan usaha milik negara.
2. BUMN
(Badan Usaha Milik Negara
Dalam sistem ekonomi kapitalis, masih terdapat
lembaga yang berguna sebagai kontrol. Seperti misalnya di Indonesia, BUMN
paling sedikitnya 51% dimiliki oleh pemerintah yang bertujuan untuk mengejar
keuntungan.
3. BUMS
(Badan Usaha Milik Swasta)
Secara umum, Pengertian Badan Usaha Milik Swasta
(BUMS) adalah badan usaha yang modalnya dimiliki oleh pihak swasta. Badan usaha
memiliki fungsi dan peranan yang terbagi-bagi atas berbagai macam-macam atau
jenis-jenis bentuk BUMS.
4. Perusahaan
Persekutuan
Perusahaan persekutuan adalah badan usaha yang
dimiliki oleh dua orang atau lebih yang secara bersama-sama bekerja sama untuk
mencapai tujuan bisnis. Untuk mendirikan badan usaha persekutuan membutuhkan
izin khusus pada instansi pemerintah yang terkait. Yang termasuk dalam
perusahaan persekutuan adalah firma dan persekutuan komanditer atau CV.
5. Perseroan
Terbatas
Pengertian PT (Perseroan Terbatas) adalah
persekutuan yang berbentuk badan hukum dimana badan hukum ini disebut dengan
“perseroan”. Istilah perseroan pada perseroan terbatas menunjuk pada cara
penentuan modal pada badan hukum itu yang terdiri dari sero-sero atau
saham-saham dan istilah terbatas menunjukkan pada batas tanggung jawab para
persero (pemegang saham) yang dimiliki, yaitu hanya terbatas pada jumlah nilai
nominal dari semua saham-saham yang dimiliki.
F.
Kesimpulan
Secara bahasa,
kapitalisme berasal dari kata capital yang berati modal, yaitu paham
bersendikan modal. Menurut Werner Sombart (1863-1941), kapitalisme adalah
sistem ekonomi yang dikuasai dan diwarnai oleh peranan modal (kapita) yang
didasarkan pada tiga gagasan utama: usaha memperoleh atau memiliki, persaingan,
dan rasionalitas (Rahardjo,1991:124)
Sistem ekonomi ini berawal dari
pemikiran Adam Smith (1723-1790) dalam buku monumentalnya The Wealth of
Nations yang terbit tahun 1776. Inti yang dibahas dalam buku tersebut
adalah kebebasan alamiah dan invisible hand. Kelahiran buku ini dilatari
oleh sistem ekonomi Merkantalisme yang berlaku di Eropa kala itu. Sistem
ekonomi merkantalisme ini percaya bahwa ekonomi dunia adalah stagnan dan
kekayaannya tetap, sehingga satu bangsa hanya bisa berkembang dengan mengorbankan
bangsa lain. Dalam ekonomi merkantalis yang ditekankan adalah pentingnya sebuah
negara mempunyai persediaan batangan emas dalam jumlah besar. Selain itu,
memperbesar ekspor dan mengurangi impor adalah dua alat utama yang dipakai
dalam sistem ekonomi merkantaisme.
Ciri-ciri utama kapitalisme antara lain adalah:
pemilikan alat produksi, pertukaran dan distribusi yang tak terlarang,
kebebasan ekonomi, laba sebagai pendorong kegiatan produksi, kebebasan pasar
dan persaingan, keabsahan monopoli, perbankan dan keberadaan bunga, disparatis
yang lebar dalam distribusi kekayaan, ekspoitasi ekonomi oleh yang kuat
terhadap yang lemah.
BAB 5
KRITIK ATAS SISTEM
EKONOMI SOSIALIS
A. PENGERTIAN SISTEM EKONOMI SOSIALIS
Sosialisme, seperti
yang dirumuskan dalam Enclyclopedia Britanica, adalah kebijakan atau
teori yang bertujuan untuk memperoleh suatu distribusi yang lebih baik dengan
tindakan otoritas demokratis pusat, dan kepadanya perolehan produksi kekayaan
yang lebih baik daripada yang kini berlaku sebagaiman mestinya diarahkan.
Menurut Joad, berbagai tindakan yang dianjurkan sosialisme untuk sosialisasi
kehidupan masyarakat adalah :
1. Penghapusan
milik pribadi atas alat produksi.Hal ini akan digantikan oleh pemerintah serta
pengawasan atas industri dan pelayanan utama.
2. Sifat
dan luasnya industri dan produksi mengabdi kepada kebutuhan sosial dan bukan
kepada motif laba.
3. Dalam
kapitalisme daya penggerak adalah laba pribadi. Hal ini akan digantikan oleh
motif pelayanan sosial.
Schumpeter
mendefinisikan sosialisme sebagai suatu pola institusional dimana kontrol
terhadap sarana produksi dan produksi itu sendiri tetap berada pada pemerintah
pusat.
Sistem ekonomi sosialis mempunyai
tujuan kemakmuran bersama. Filosofi ekonomi sosialis adalah bagaimana
bersama-sama mendapatkan kesejahteraan. Perkembangan sosialisme dimulai dari
kritik terhadap kapitalisme yang pada waktu itu kaum kapitalis atau disebut
kaum borjuis mendapat legitimasi
gereja untuk mengeksploitasi buruh. Inilah yang menjadikan Karl Marx mengkritik
sistem kapitalis sebagai ekonomi yang tidak sesuai dengan aspek kemasyarakatan.
Menurut
Marx, tidak ada tempat bagi kapitalisme di dalam kehidupan, maka upaya
revolusioner harus dilakukan untuk menghancurkan kapitalisme. Alat-alat
produksi harus dikuasai oleh negara guna melindungi rakyat. Kritik Marx atas
kapitalisme ini diimplementasikan oleh Lenin dalam bentuk intuisi negara.
Walaupun implementasi ini dianggap beberapa pihak merupakan kesalahan Lenin
dalam menginterprestasikan pemikiran Marx. Hal ini disebabkan oleh adanya
perbedaan pengalaman hidup, latar belakang akademi, dan organisasi politik
antara Marx dan Lenin.
Pada
awal mulanya Lenin mengutarakan beberapa hal yang harus dilakukan untuk
mensosialisasikan paham baru kepada masyarakat Rusia setelah jatuhnya
pemerintahan lama, antara lain, pertama, menggunakan
propaganda bahwa komunisme adalah partai rakyat, kedua, adalah kekerasan. Hal itu dilakukan untuk mengembangkan
ideologi Lenin dalam masyarakat yang harus dimerdekakan dari penindasan Tsar
Rusia.
Dalam
negara sosialis, partai komunis memegang kekuasaan penuh atas segala kebijakan
negara yang menyangkut kehidupan rakyat. Keberadaan partai tunggal ini sangat
kuat, karena dalam sistem kenegaraan di negara komunis oposisi tidak
mendapatkan tempat. Segala bentuk oposisi dimusnahkan guna mempertahankan
sistem negara yang ada. Kontrol pemerintah langsung ditangani oleh partai
tunggal yang ada. Dimana partai dipimpin oleh poli biro, dan poli biro dipimpin
oleh tentara merah. Oposisi tidak ada dalam sistem politik sosialis.
Filosofi
sosialis menyamaratakan potensi manusia yang jelas berbeda karena perbedaan ini
yang menyebabkan terjadinya kesinambungan kehidupan kehidupan. Sosialis berjasa
mendefinisikan keadilan dengan memberikan batas-batas tertentu bagi manusia.
Manusia tereduksi kemanusiannya, manusia dianggap sama walaupun mempunyai
potensi yang berbeda, sehingga hal ini tidak sesuai dengan sifat alami manusia,
sebagaimana yang dikatakan Marx.
Pekerjaannya tidak atas dasar
sukarela tapi atas dasar paksaan. Jadi merupakan tenaga kerja paksa.
Pekerjaannya tidak memuaskan kebutuhannya tapi semata-mata merupakan alat untuk
memuaskan kebutuhan orang lain, yaitu para majikan kapitalis yang memperalat
kaum buruh untuk memperoleh keuntunngan. Jadi, kapitalisme menurunkan derajat
kemanusiaan (mendehumanisasi) para buruh yang merosot menjadi setingkat dengan
barang komoditi.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa sistem ekonomi sosialis adalah sistem
ekonomi yang serba diatur dan dikomando oleh pemerintah.
B. CIRI – CIRI SISTEM EKONOMI SOSIALIS
Dalam sistem ekonomi sosialisme
mempunyai beberapa kecenderungan sebagai berikut:
1. Pemilikan Harta Oleh
Negara
Seluruh
bentuk produksi dan sumber pendapatan menjadi milik negara dan diatur kemudian
lewat negara dipergunakan untuk seluruh rakyat. Rakyat tidak mempunyai hak
untuk memiliki harta kecuali harta-harta tertentu yang telah ditetapkan oleh
negara. Motivasi masyarakat untuk bekerja tidak didasarkan atas nilai
kepemilikan yang ia akan dapatkan kelak setelah bekerja tetapi lebih
dikarenakan adanya aturan yang ketat atas apa yang harus mereka kerjakan.
Tetapi, bukan berarti rakyat tidak mendapatkan hasil dari pekerjaannya. Rakyat
mendapatkan hasilnya melalui pembagian yang rata yangdilakukan negara.
Perhatian
negara pada bidang-bidang tertentu, sehingga menimbulkan kecenderungan lebih
banyak mengalokasikan hasil produksi pada sektor yang dipriortaskan, misalnya
ketika masa perang negara sosialis lebih cenderung memperhatikan begaimana
sektor ekonomi dialihkan untuk mengakomodir kebutuhan perang dibanding masalah
kesejahteraan rakyat. Akibatnya kapasitas kerja, rakyat dikondisikan pada
target produksi negara yang sedang perang. Dorongan masyarakat untuk bekerja
sebagai hak individu untuk memiliki harta atau memanfaatkan produksi tidak
diperbolehkan. Dengan demikian individu secara langsung tidak mampunyai hak
atas kepemilikannya.
2. Kesamaan Ekonomi
Sistem
ekonomi sosialis menyatakan –walaupun sulit ditemui di semua negara
komunis—bahwa hak-hak individu dalam suatu bidang ekonomi ditentukan oleh
prinsip kesamaan. Prinsip ini didasarkan atas kebutuhan minimal perorang dalam
hidup perharinya. Kesamaan dalam memenuhi kebutuhan ekonominya didasarkan atas
asumsi bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pekayanan.
Sehingga potensi yang berkembang dikarenakan latar belakang kemampuan alami
kurang mendapat perhatian oleh negara.
Keadaan
ini menjerumuskan pada kehidupan masyarakat yang beku dan tidak ada dinamika,
karena apresiasi hidup manusia terbelenggu oleh berbagai aturan negara yang
lebih dipengaruhi oleh perspektif baku tentang masalah kemanusiaan. Bentuk
negara dalam mendinamisasikan masyarakat pun ada, tetapi dengan cara
mengkonsentrasikan masyarakat pun ada, tetapi dengan cara mengkondentrasikan
rakyat pada bidangnya secara penuh, misalnya dalam bidang pendidikan dan olah
raga.
3. Disiplin politik
Untuk
mencapai tujuan di atas, keseluruhan negara diletakkan di bawah peraturan kaum
buruh, yang mengambil alih semua aturan produksi dan distribusi. Kebebasan
ekonomi serta hak pemilikan harta dihapus. Aturan yang diperlakukan sangat
ketat untuk lebih mengefektifkan praktek sosialisme. Hal ini juga menunjukkan
bahwa tanpa adanya upaya yang lebih ketat mengatur kehidupan rakyat maka keberlangsungan
sistem sosialis ini tidak akan berlaku ideal sebagaimana dicita-citakan oleh
Marx, Lenin dn Stalin.
Praktek
sosialisme seperti ini yang menunjukkan bahwa sebenarnya sosialisme tidak
memenuhi karakter sistem yang mampu meningkatkan peran rakyat dalam
berpartisipasi terhadap negara.Nasionalisme kalau dibentuk dalam disiplin
politik yang ketat tidak akan menimbulkan nasionalisasi, malah cenderung akan
timbul sikap antipasti terhadap sisitem yang ada. Misalnya, tragedi di lapangan
merah Tianamen Cina merupakan aktualisasi kebebasan untuk berbicara sebagai
rakyat Cina terhadap pemerintahan yang menggunakan aturan yang ketat terhadap
rakyat.
C. LEMBAGA – LEMBAGA SISTEM EKONOMI SOSIALIS
Seperti telah dijelaskan diatas,
bahwa sistem ekonomi sosialis adalah sistem ekonomi dimana pemerintah dominan
dalam menjalankan kegiatan ekonomi. Berikut ini adalah contoh beberapa lembaga
ekonomi dimana pemerintah adalah pemegang kekuasaan dalam lembaga tersebut,
diantaranya adalah:
1. BUMN (Badan Usaha Milik Negara)
Di
Indonesia, definisi BUMN menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 adalah badan
usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui
penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
BUMN dapat pula berupa perusahaan nirlaba yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan hidup khalayak luas, baik dalam bentuk barang atau jasa.
Sejak tahun 2001 seluruh entitas BUMN berada dibawah pengawasan dan
pengelolaan Kementrian BUMN yang dipimpin oleh mentri BUMN. BUMN di
Indonesia berbentuk perusahaan perseroan, perusahaan umum, dan perusahaan
jawatan.
Ciri-ciri
BUMN:
a. Pemerintah menjadi pemilik badan
usaha.
b. Pengawasan kegiatan usaha dilakukan
oleh pemerintah, baik langsung maupun lewat institusi terkait.
c. Pemerintah memiliki kekuasaan yang
absolut dalam menjalankan kegiatan usaha.
d. Pemerintah berwenang menetapkan
kebijakan yang berkaitan dengan kegiatan usaha.
e. Semua risiko yang terjadi sepenuhnya
merupakan tanggung jawab pemerintah.
f. Sebagai
pengisi kas negara, karena merupakan salah satu sumber penghasil.
g. Bertindak sebagai pelaksana
pemerintah dalam memenuhi pertanggungjawaban hajat hidup masyarakat luas.
h. Tidak ditujukan untuk mencari
keuntungan sebesar-besarnya, tetapi dibenarkan untuk memupuk keuntungan.
i.
Berfungsi sebagai alat pemerintah untuk mengadakan dan
mengembangkan ekonomi negara.
j.
Dapat meningkatkan produktivitas, efektivitas, dan efisiensi
serta terjaminnya prinsip-prinsip ekonomi.
k. Modal seluruhnya dimiliki oleh
negara dari kekayaan negara yang dipisahkan.
l.
Peranan pemerintah sebagai pemegang saham. Bila sahamnya
dimiliki oleh masyarakat, besarnya tidak lebih dari 49%, sedangkan minimal 51%
sahamnya dimiliki oleh negara.
m. Pinjaman pemerintah dalam
bentuk obligasi.
n. Modal juga diperoleh dari bantuan
luar negeri.
o. Bila memperoleh keuntungan, maka
dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat.
p. Pinjaman kepada bank atau lembaga
keuangan bukan bank.
Manfaat BUMN:
a. Memberi kemudahan kepada masyarakat
luas dalam memperoleh berbagai alat pemenuhan kebutuhan hidup yang berupa
barang atau jasa.
b. Membuka dan memperluas kesempatan
kerja bagi penduduk angkatan kerja.
c. Mencegah monopoli pasar atas
barang dan jasa yang merupakan kebutuhan masyarakat banyak oleh sekelompok
pengusaha swasta yang bermodal kuat.
d. Meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi
komoditi ekspor sebagai sumber devisa,baik migas maupun non migas.
e. Menghimpun dana untuk mengisi kas
negara ,yang selanjutnya dipergunakan untuk memajukan dan mengembangkan
perekonomian negara.
f. Memberikan pelayanan kepada
masyarakat.
2. Kementrian Perindustrian
Kementrian
perindustrian atau disingkat KEMENPERIN RI adalah kementrian dalam pemerintah
Indonesia yang membidangi urusan perindustrian. Kementrian Perinduatrian
memiliki tugas pokok merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan
standarisasi teknis di bidang pengembangan perwilayahan
industri. Kementrian Perindustrian berada dibawah dan bertanggung jawab
kepada Presiden.
Kementrian
Peindustrian memiliki fungsi sebagai berikut:
a. Perumusan kebijakan di bidang
pengembangan perwilayahan industri termasuk penyiapan penetapan peta panduan
pengembangan industri unggulan provinsi dan peta panduan pengembangan
kompetensi inti industri kabupaten/kota serta pengembangan kawasan industri;
b. Pelaksanaan kebijakan di bidang
pengembangan perwilayahan industri;
c. Penyusunan norma, standar, prosedur,
dan kriteria di bidang pengembangan perwilayahan industri;
d. Pemberian bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang pengembangan perwilayahan industri; dan
e. Pelaksanaan administrasi Direktorat
Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri.
3.
Kementrian Koordinator Perekonomian
Tugas dan fungsi kementrian
koordinator perekonomian : sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2015
tentang Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi,
sinkronisasi, dan pengendalian urusan Kementerian dalam penyelenggaraan
pemerintah di bidang perekonomian.
Dalam pelaksanaan tugasnya,
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mengkoordinasikan:
a.
Kementerian Keuangan
b.
Kementerian Perindustrian
c.
Kementerian Perdagangan
d.
Kementerian Pertanian
e.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
f.
Kementerian Tenaga Kerja
g.
Kementerian BUMN
h.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
i.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang
j.
Kementerian Koperasi dan UKM
k.
Instansi lain yang dianggap perlu
4.
Kementrian Perdagangan
Kementrian perdagangan adalah kementrian dalam pemerintah
Indonesia yang membidangi urusan perdagangan.Kementrian perdagangan mempunyai
tugas menyelenggarakan urusan dibidang perdagangan dalam pemerintahan untuk
membantu presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. dalam
melaksanakan tugas, kementrian perdagangan menyelenggarakan fungsi:
a. Perumusan, penetapan, dan
pelaksanaan kebijakan di bidang perdagangan
b. Pengelolaan barang milik/kekayaan
negara yang menjadi tanggung jawab kementrian perdagangan
c. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di
lingkungan kementrian perdagangan
d. Pelaksanaan bimbingan teknis dan
supervisi atas pelaksaan urusan kementrian perdagangan didaerah
e. Pelaksanaan kegiatan teknis yang
berskala nasional
D. KELEBIHAN DAN KEBURUKAN SISTEM EKONOMI SOSIALIS
1. Kelebihan
Sistem Ekonomi Sosialis
a)
Disediakannya kebutuhan pokok
Setiap warga negara disediakan kebutuhan pokoknya,
termasuk makanan/minuman, pakaian, rumah, kemudahan fasilitas kesehatan, serta
tempat tinggal dan lain-lain. Setiap orang disediakan oleh negara untuk
mendapatkan pekerjaan yang telah ditentukan oleh negara, sedangkan orang-orang
tua, serta orang yang cacat fisik dan mental berada dalam perawatan dan
pengawasan negara.
Keadaan ini terjadi karena negaramerasa memiliki
sepenuhnya rakyat. Kebutuhan-kebutuhan dasar masyarakat dipenuhi secara
langsung oleh negara. Negara berhak mendapatkan kompensasi dari semua apa yang
diberikan oleh rakyat. Kebijakan ini yang telah menyebabkan negara mempunyai
legitimasi untuk mengatur dan mengawasi rakyat dalam kegiatan sehari-hari.
b)
Didasarkan perencanaan negara
Semua pekerjaan dilaksanakan berdasarkan
perencanaan negara yang sempurna di antara produksi dengan penggunaannya.
Dengan demikian masalah kelebihan atau kekurangn atau kekurangan produksi
seperti yang berlaku dalam sistem ekonomi kapitalis tidak akan terjadi.
Karena perencanaan diatur oleh negara, maka
kebijakan ini lebih terfokus pada penangganan ekonomi pada tingkat nasional.
Segala masalah daerah direduksi menjadi masalah nasional sehingga kadang
spesifikasi masalah daerah disamaratakan dengan masalah daerah lain. kebijakan
yang terpusat mempunyai kelebihan, di antaranya lebih cepat menangani masalah
di daerah dan lebih hemat dalam aspek pembiayaan.
c)
Produksi dikelola oleh negara
Semua bentuk produksi dimiliki dan dikelola oleh
negara, sedangkan keuntungan yang diperoleh akan digunakan
kepentingan-kepentingan negara. Misalnya, untuk memenuhi sarana dan prasarana
ekonomi rakyat semacam makan, pendidikan, kesehatan. Demikian juga negara
mengatur proses perdagangan luar neger yang berupa penyediaan valuta asing,
menyediakan dan merawat alat-alat perang dan sebagainya.
Tetapi, bukan berarti semua sarana masyarakat
tersebut dikelola malalui distribusi yang adil oleh pemerintah. Pemerintah
sosialis lebih memfokuskan pada penyediaan sarana produksi yang berhubungan
dengan kepentingan negara. Oleh karena itu, penyediaan sarana produksi tidak
akan pernah adil karena lebih memprioritaskan kepentingan-kepentingan negara
–yang belum pasti sesuai dengna kepentingan rakyat--, yang dianggap urgen bagi
keberlangsungan kedaulatan negara.
2. Keburukan
Sistem Ekonomi Sosialis
a)
Sulit melakukan transaksi
Tawar-menawar sangat sukar dilakukan oleh individu
yang terpaksa mengorbankan kebebasan pribadinya dan hak terhadap harta milik
pribadi hanya untuk mendapatkan makanan. Sektor pertanian, perkebunan,
perikanan dan lain sebagainya semua dikelola oleh negara. Proses dari
keberadaan output produksi juga diatur oleh negara, maka transaksi yang
dilakukan oleh masyarakat bisa melanggar hukum.
Jual beli sangat terbatas dalam masyarakat
sosialis, demikian pula masalah harga ditentukan oleh pemerintah. Oleh karena
itu, stabilitaas perekonomian negara sosialis lebih disebabkan tingkat harga
ditentukan oleh negara, bukan ditentukan oleh mekanisme pasar.
b)
Membatasi kebebasan
Sistem sosialisme menolak sepenuhnya sifat
mementingkan diri sendiri, mementingkan kepentingan golongan.
Kepentingan-kepentingan itu akan tumbuh bila ada ruang yang tersedia bagi
masyarakat untuk mengaktualisasikan. Keinginannya, dan kebutuhannya secara
bebas, tetapi, dalam sistem sosialis kebebasan manusia sangat terbatas. Bukan
saja tidak ada hak untuk berkumpul dan berserikat, untul melakukan aktivitas
yang berhubungan kepentingan pribadi saja sangat terbatas.
Sistem sosialis telah membelenggu kehidupan
masyarakat dikondisikan untuk berhadapan dengan pola kerja yang sama dari hari
ke hari. Hal ini kurang memberi peluang bagi masyarakat untuk bisa memperluas
wacana hidupnya. Maka timbul stigma dalam pemahaman hidup masyarakat sosialis, bahwa kesejahteraan
terjadi bila semua aktivitas dilakukan hanya untuk negara. Keadaan ini
dikarenakan dominasi negara diseluruh bidang produksi sehingga menjadi
masyarakat beranggapan bahwa hakekat hidup dapat ia dapatkan dengan
meningkatkan produktivitas.
c)
Mengabaikan pendidikan moral
Dalamsistem ini semua kegiatan diambil aih untuk mencapai tujuan
ekonomi, sementara pendidikan moral individu diabaikan. Dengan demikian,
apabila pencapaian kepuasan kebendaan menjadi tujuan utama dan nilai-nilai
moral tidak diperhatikan lagi.
Pendidikan
sosialis menjadikan masyarakat untuk berpikir pragmatis, pola pemenuhan
batiniahnya pun dalam paket pendidikan materilistis. Tiada penentu utama
kesejahteraan individu, kecuali dengan berpikir relistis. Pengaruh pemahaman
ateis dalam lingkup kehidupan masyarakat yang berkolaborasi dengan pemujaan
pada optimalisasi produksi menjadikan pemahaman pengetahuan didasarkan atas
konsep materialisme, sebagaimana pengalaman kapitalis, sosialisme cenderung
akan menfokuskan pada optimalisasi produksi guna memenuhi target ekonomi yang telah
direncanakan.
E. Kesimpulan
1. Sistem
ekonomi sosialis adalahsuatu pola institusional dimana kontrol terhadap sarana
produksi dan produksi itu sendiri tetap berada pada pemerintah pusat.
2. Ciri
– ciri sistem ekonomi sosialis antara lain :
a. Pemilikan
harta oleh negara
b. Kesamaan
ekonomi
c. Disiplin
politik
3. Lembaga
– lembaga dari sistem ekonomi sosialis antara lain :
a. BUMN
(Badan Usaha Milik Negara)
b. Kementrian
Perindustrian
c. Kementrian
Koordinator Perekonomian
d. Kementrian
perdagangan
4. Kelebihan
dari sistem ekonomi sosialis adalah :
a. Disediakannya
kebutuhan pokok
b. Didasarkan
perencanaan negara
c. Produksi
dikelola negara
5. Keburukan
sistem ekonomi sosialis adalah :
a.
Sulit
melakukan transaksi
b.
Membatasi
kebebasan
c.
Mengabaikan
pendidikan moral
BAB
6
KRITIK
ATAS SISTEM EKONOMI PEMBANGUNAN
A. Ekonomi Pembangunan.
Menurut
Torado, ekonomi pembangunan berkaitan dengan mekanisme ekonomi, sosial dan
institusional, baik di sektor pemerintahan maupun swasta, untuk menciptakan
perbaikan-perbaikan yang luas dan cepat dalam taraf kehidupan masyarakat
miskin. Ekonomi pembangunan dengan demikian berkaitan dengan perubahan
struktural dan isntitusional yang cepat dan meliputi seluruh masyarakat, supaya
hasil-hasil pembangunan bisa dilaksanakan dengan cara yang paling efisien untuk
dibagikan kepada rakyat banyak.
Ekonomi
pembangunan menekankan peran pemerintah dalam membuat perencanaan ekonomi yang
terkoordinir, yang didasarkan pada dukungan yang luas, baik dari dalam maupun
luar negeri.[12]Ekonomi
pembangunan syariah adalah konsep yang mempelajari dan menganalisis proses
pembangunan dan faktor-faktor yang memengaruhinya.[13]
B. Krisis Negara Kesejahteraan.
1. Definisi Kesejahteraan.
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, kesejahteraan merujuk pada situasi yang aman,
sentosa dan akur. Aman berarti bebas dari dari bahaya dan gangguan. Hidup yang
aman menandakan suatu kehidupan yang terbebas dari rasa takut dan khawatir.
Sentosa diartikan sebagai keadaan yang terbebas dari dari segala kesukaran dan
bencana. Sehingga, hidup yang sentosa adalah hidup dalam suasana aman, damai
dan tidak ada kekacauan. Sedangkan makmur menandakan situasi kehidupan yang
serba kecukupan dan tidak kekurangan, sehingga semua kebutuhan dalam hidupnya
terpenuhi.
Selain
itu, ada banyak penafsiran sendiri-sendiri mengenai kesejahteraan ada yang
menekankan dari sisi ekonomi, aspek sosial dan sisi spiritual. Dari sisi
ekonomi, orang dikatakan sejahtera apabila memiliki pendapatan dan kekayaan
yang melimpah. Dari aspek sosial, seseorang dikatakan sejahtera apabila
seseorang itu memiliki eksistensi dalam masyarakat sehingga bisa berinteraksi
secara bebas dengan orang lain. Sedangkan dari sisi spiritual, kesejahteraan
tidak hanya terkait semata-mata dengan ukuran melimpahnya kekayaan material
atau ketinggian status sosial, tetapi ditentukan oleh derajat pemaknaan
batiniah seseorang terhadap kekayaan tersebut.[14]
Kesejahteraan
umum terpenuhi bila memenuhi dua syarat sekaligus. Pertama, terjaminya
pemenuhan kebutuhan primer sehingga semua warga negara secara minimal bisa
hidup secara layak. Kedua, tersedianya kesempatan bagi semua warga negara untuk
meraih kehidupan yang lebih baik diatas kehidupan primer. Syarat pertama
dimaksudkan agar tidak ada warga negara yang hidupnya terlantar (kebutuhan
primer terpenuhi) dan, syarat kedua memberikan peluang kepada mereka yang mampu
untuk meraih kehidupan yang lebih baik lagi (diatas kebutuhan primer).[15]
2. Konsep Kesejahteraan
Dengan
adanya pertumbuhan ekonomi, diharapkan akan lahir kesejahteraan. Namun
kesejahteraan yang hakiki akan lahir melalui proses sinergisitas antara
pertumbuhan ekonomi dan distribusi, agar growthwithequity betul-betul dapat
direalisasikan. Konsep kesejahteraan ini memiliki empat indikator utama yaitu :
a. Sistem
nilai islami.
b. Kekuatan
ekonomi (industri dan perdagangan).
c. Pemenuhan
kebutuhan dasarvdan sistem distribusi.
d. Keamanan
dan ketertiban sosial.
Keempat
indikator tersebut adalah sistem nilai islami, kekuatan ekonomi disektorrill
(industri dan perdagangan), pemenuhan kebutuhan dasar dan sistem distribusi,
serta keamanan dan ketertiban sosisal.[16]
Pada
indikator pertama, kesejahteraan adalah ketika nilai ajaran islam menjadi
panglima dalam kehidupan perekonomian suatu bangsa. Kesejahteraan sejati tidak
akan pernah bisa diraih jika kita menentang aturanAllah Swt. Justru menjadi
sumber penyebab hilangnya kesejahteraan dan keberkahan hidup manusia.
Indikator
kedua, inti dari kegiatan ekonomi terletak pada sektor riil. Sektor inilah yang
menyerap angkatan kerja paling banyak dan menjadi inti dari ekonomi syariah.
Indikator ketiga adalah pemenuhan kebutuhan dasar dan sistem distribusi. sistem
distribusi ekonomi memegang peranan penting dalam menentukan kualitas
kesejahteraan. Islam mengajarkan bahwa sistem distribusi yang baik adalah
sistem distribusi yang mampu menjamin rendahnya angka kemiskinan dan
kesenjangan, serta menjamin bahwa perputaran roda perekonomian bisa dinikmati
semua lapisan masyarakat tanpa kecuali.
Pada
indikator keempat, kesejahteraan diukur oleh aspek keamanan dan ketertiban
sosial. Masyarakat disebut sejahtera apabila friksi dan konflik destruktif
antara kelompok dan golongan dalam masyarakat bisa dicegah dan diminimalisir.
Tidak mungkin kesejahteraan dapat diraih melalui rasa takut dan tidak aman.
Kesejahteraan
sebagai tujuan utama pembangunan dapat diraih apabila aspek kedaulatan ekonomi
dan tata kelola perekonomian yang baik dapat diwujudkan secara nyata. Karena
itu, membangun kedaulatan ekonomi dan tata kelola perekonomian yang baik,
merupakan prasyarat utama bagi tercapainya kondisi kesejahteraan masyarakat dan
bangsa.[17]
Kedaulatan
ekonomi adalah hal yang sangat esensisaldan fundamental bagi setiap bangsa.
Kedaulatan ekonomi sangat menentukan kedaulatan bangsa, apakah bangsa tersebut
akan dengan mudah didikte oleh kepentingan asing atau tidak. Jalan untuk
menegakkan kedaulatan ekonomi ini, tidak lain adalah melalui kebijakan ekonomi
yang berbasis maslahah.
Aspek
kedua yang dapat mengakselerasi terwujudnya kesejahteraan adalah aspek tata
kelola perekonomian. Tata kelola ini merupakan variabel yang sangat penting,
karena ia terkait bagaimana mengelola sebuah perekonomian. Tata kelola
perekonomian yang baik mensyaratkan adanya keterbukaan. Masyarakat dan seluruh
pemangku kepentingan harus memiliki ruang untuk mengakses beragam informasi
yang relevan, serta memberikan masukan dan saran bagi perbaikan kinerja
perekonomian.
3. Definisi Negara Kesejahteraan
Merujuk
pada Spicker(1995), Midgley, Tracy dan Livermore (2000), Thompson(2005),
Suharto (2005). Pengertian negara kesejahteraan sedikitnya mengandung empat
makna, antara lain :
a. Sebagai
kondisi kesejateraan(wells being).Pengertian ini biasanya menunjuk pada
istilah kesejahteraan sosial (sosial welfare) sebagai kondisi terpenuhinya
kebutuhan materi dan non-material. Midgley, etalmendefenisikankesejateraan
sosial sebagai “...a conditionor State of human wellbeing.” Kondisi
sejahtera terjadi manakala kehidupan manusia aman dan bahagia karena kebutuhan
dasar akan gizi, kesehatan, pendidikan, tempat tinggal dan pendapatan yang
terpenuhi. Serta manakala manusia memperoleh perlindungan dan resik-resiko
utama yang mengancam kehidupannya.
b. Sebagai
pelayanan sosial.Di Inggris, Australia dan Selandia Baru.Pelayanan sosial
umunya mencangkup lima bentuk, yakni jaminan sosial (sosial security),
pelayanan kesehatan, pendidikan, perumahan dan pelayanan sosial personal.
c. Sebagai
tunjangan sosial, yang khususnya di Amerika Serikat, diberikan kepada orang
miskin. Karena sebagian besar penerima welfareadalah orang-orang miskin,
cacat, penganggur, keadaan ini kemudian menimbulkan konotasi negatif pada
istilah kesejateraan, seperti kemiskinan, kemalasan, ketergantungan.
d. Sebagai
proses atau usaha terencana yang dilakukan oleh perorangan, lembaga-lembaga
sosial, masyarakat maupun badan-badan pemerintah untuk meningkatkan kualitas
kehidupan (pengertian pertama) melalui pemberian pelayanan sosial (pengertian
kedua)pada pengertian yang ketiga dan tunjangan sosial (pengertian ketiga).
Pengertian
tentang kesejahteraan negara tidak dapat dilepaskan dari empat definisi yang
diatas. Secara substansial, kesejahteraan negara mencangkup pengertian yang
pertama, kedua dan keempat, dan ingin menghapus citra negatif yang ketiga.
Dalam garis besar, kesejahteraan negara menunjuk pada sebuah model ideal
pembangunan yang difokuskan pada peningkatan kesejateraan melalui pelayanan
sosial secara universal dan komprehensif kepada warganya.
Di
Inggris, konsep welfarestatedipahami sebagai alternatif terhadap thePoor
Law yang kerap menimbulkan stigma, karena hanya ditunjukkan untuk memberi
bantuan bagi orang-orang miskin. Berbeda dengan sistem perlindungan sosial.
Berbeda dengan sistem dalam thePoorLaw, kesejahteraan negara difokuskan
pada pada penyelanggaraan sistem perlindungan sosial yangaa melembaga bagi
setiap orang sebagai cerminan dari adanya hak kewarnegaraan(rights of
citizenship), di satu pihak, dan kewajiban negara (stateobligation), di
pihak lain. Kesejahteraan negara ditunjukkan untuk menyediakan
pelayanan-pelayanan sosial bagi seluruh penduduk-orang tua dan anak-anak, pria,
dan wanita, kaya dan miskin, sebaik dan sedapat mungkin. Ia berupaya untuk
menintegrasikan sistem sumber dan menyelenggarakan jaringan pelayanan yang
dapat memelihara dan meningkatkan kesejahteraan (wells being) warga
negara secara adil dan berkelanjutan.
Negara
kesejahteraan sangat erat kaitannya dengan kebijakan sosial (Social policy) yang
banyak negara mencangkup strategi dan upaya-upaya pemerintah dalam meningkatkan
kesejahteraan warganya, terutama melalui perlindungan sosial yang mencangkup
jaminan sosial (baik berbentuk bantuan sosial dan asuransi sosial).[18]
4. Krisis Negara Kesejahteraan.
Didunia
ini terbagi dalam beberapa daerah dalam melaksanakan pembangunannya, secara
umum akan dijumpai tiga kawasan. Pertama, kawasan negara-negara yang
melaksanakan pembangunannya dengan sistem kapitalisme berkombinasi dengan
pelaksanaan sistem walfarestate. Negara-negara ini adalah negara-negara
industri maju, yang pamornya sedang naik sekarang. Kedua, kawasan negara-negara
yang melaksanakan sistem sosialis dengan variasinya. Negara-negara ini sedang
mengalami krisis sekarang. Ketiga, kawasan negara-negara di Dunia ketiga yang
menggunakan berbagai model campuran dalam melaksanakan pembangunannya.
a. Krisis
Negara Sistem Sosisalis.
Krisis
yang paling mencolok, dialami oleh negara-negara yang menganut sistem sosialis.
Dimulai dari Uni Soviet pada akhir tahun 1980-an, krisis ini berlanjut ke
negara-negara di Eropa Timur, sementara Cina masih tetap bertahan dengan cara
melakukan perubahan-perubahan sebelum krisis terjadi.
Krisis
yang terjadi di negara-negara sosialis ini pada umumnya berkisar di sekitar
masalah pertumbuhan ekonomi. Sistem sosialis yang ada tampaknya gagal mendorong
berkembangnya faktor produksi dalam perekonomiannya, sementara birokrasi
pemerintahan makin membengkak.
Cina
berhasil mengelakkan diri dari perubahan sistem politiknya, tetapi sosialisme
yang dipertahankan sudah mengalami banyak perubahan, sehingga sulit dikatakan
bahwa sistem tersebut masih bernama sosialis. Ekonomi pasar diperkenalkan,
persaingan untuk memiliki kekayaan digalakkan (meskipun masih tetap
terkendali), modal luar negeri dari negara-negara kapitalis dibiarkan masuk,
dan sebagainya. Dengan adanya perubahan-perubahan ini, produktivitas berhasil
ditingkatkan. Tetapi, memang bersamaan dengan itu muncul kaum borjuasi yang
menguasai alat produksi secara pribadi dan kaum buruh yang menjual tenaga
kerjannya.
b. Krisis
Sistem Kapitalisme kombinasi sistem walfarestate.
Dinegara-negara
Barat, negara yang menganut sistem kapitalis yang sudah diperlunak melalui
sistem welfarestate, yang katanya sedang berjaya? Tampaknya krisis juga melanda
negara-negara ini, meskipun tidak separah negara-negara sosialis.
Seperti
yang dikatakan oleh Hette, persoalan utama di negara-negara ini adalah
pengangguran, meski pertumbuhan ekonomi tinggi. Negara-negara industri maju ini
masih terus mengalami krisis, terutama dalam menciptakan lapangan kerja yang
memadai. Akibatnya, dana tunjangan sosial membengkak. Kalau tunjangan sosial
yang membebani negara ini dipotong, sebuah gelombang tindakan kriminal,
kekerasan politik, rasialisme dan neo-fasisme akan bermunculan serta
menimbulkan kebingungan, sementara pemerintah tidak berdaya untuk
menanganinnya.
Rifkin
menggambarkan persoalan yang sedang melanda salah satu negara yang paling maju
didunia, Amerika Serikat. Di negara ini, persoalan yang muncul adalah :
1. Membengkaknya
kemiskinan dikota.
2. Meningkatnya
pemakaian narkotika.
3. Meningkatnya
jumlah kejahatan.
4. Meningkatnya
utang pemerintah.
5. Kerusakan
lingkungan.
Semua
ini sedikit banyak menunjukan bahwa ada yang salah dalam konsep pembangunan
kapitalisme dengan sistem welfarestate ini.
c. Krisis
yang dialami negara dengan model ekonomi campuran.
Krisis
yang dialami oleh Negara-negara dunia ketiga lain lagi bentuknya. Di krisis
kawasan ini bersifat multi kompleks. Bukan saja masalah kesenjangan antara kaya
dan miskin yang dihadapi, melainkan juga benturan-benturan agama dan rasial.
Ditambah lagi masalah utang yang semakin membengkak, serta kegagalan untuk
berperan secara berarti dalam persaingan ekonomi di pasar dunia.
Kesulitan
ekonomi tidak hanya berhenti pada masalah pengangguran dan kemiskinan (seperti
yang terjadi pada negara-negara industri maju), tetapi bergerak sampai pada
masalah kelaparan yang dramatis, seperti yang terjadi di negara-negara Afrika.
Masalah konflik rasial berkembang sampai pada kasus-kasus pembunuhan sistematik
untuk menghilangkan kelompok ras tertentu.
Dari
hal-hal diatas mendorong munculnya konsep Negara Kesejahteraan (welfarestate).
Konsep Negara Kesejahteraan ini bertujuan untuk menciptakan keadilan ekonomi
dan kesejahteraan masyarakat. Negara Kesejahteraan (welfarestate) merupakan
langkah maju dari Kapitalisme. Konsep Negara Kesejahteraan digagas sebagai
salah satu alternatif dari pertarungan ideologi abad ke-20 yakni antara
Kapitalisme dan Sosialisme yang telah berdampak pada miliaran umat manusia.[19]
5. Kekeliruan Penanganan Kemiskinan.
Probelem
utama di negara berkembang adalah kemiskinan. Bank Dunia mencatat bahwa
setengah dari populasi dunia hidup dengan pendapatan di bawah US$2 perhari.
Bagi Amartya Sen, kemiskinan bukan saja dikarenakan tidak adanya sumber-sumber
itu. Kelaparan terjadi seringkali bukan karena tidak cukupnya makanan di wilayah
itu, melainkan karena orang miskin tidak memiliki hak atau tidak diperbolehkan
untuk memakan makanan yang ada di sana.
Pertanyaan:
Apakah sistem kesejahteraan negara dapat menghilangkan kemiskinan?, Mengapa di
negara yang meneerapkanwelfarestatemasih ditemukanadanya orang miskin?,
Kemiskinan tidak dapat dihapuskan hanya dengan perlindungan sosial. Selain itu,
sebagaimana pernyataan Spicker, sistem kesejahteraan negara tidak dirancang
untuk orang miskin. Melainkan, sistem ini dibuat untuk mencegah menjadi orang
miskin. Karena tidak efektif dan menimbulkan stigma bagi penerimanya.[20]
Merancang
dan mengembangkan program penanggulangan kemiskinan dan pengangguran harus
benar-benar efektif. Menurut Profesor David T Ellwood, Dekan Harvard Kennedy
School dalam PresedentialLecture di Istana Negara 15 September 2010 ada empat
syarat untuk menjamin penciptaan lapangan pekerjaan dan penghapusan kemiskinan, yaitu ekonomi
yang kuat, keunggulan komparatif jangka panjang, kelembagaan dan pemerintahan
yang kuat dan efektif, serta program bagi kaum miskin yang dirancang dengan
seksama.
Berbagai
program penanggulangan kemiskinan seringkali tidak berjalan efektif, karena
adanya sejumlah kekeliruan cara pandang perancang pembangunan dalam memahami
kemiskinan. Terdapat bukti yang menunjukkan, program penanggulangan kemiskinan
yang dimaksudkan untuk merangsang perkembangan kegiatan produktif keluarga
miskin, dan akibat tidak didukung oleh kesiapan basis sosial masyarakat miskin
secara merata. Di Indonesia kebutuhan
sistem produksi mendapat tempat yang lebih utama daripada kebutuhan masyarakat.
Program
pengentasan kemiskinan di Indonesia lebih banyak berorientasi pada peningkatan
produksi daripada bertujuan untuk mendistribusikan kesejahteraan. Paket bantuan
permodalan dan bantuan teknologi yang diberikan pemerintah meski dimaksudkan
untuk mendongkrak pendapatan masyarakat miskin. Namun dibalik itu maksud yang
sesungguhnya adalah untuk meningkatkan produksi demi kepentingan ekspor dan
peraihan devisa.
Upaya
untuk menanggulangi kemiskinan yang efektif, meningkatkan posisi bargainingpenduduk
miskin terhadap semua bentuk eksploitasi dan superordinasi. Prasyarat yang lain
adalah peluang-peluang sosial (socialopportunities) yang benar-benar
memihak masyarakat miskin dan kesadaran dari para perencana pembangunan serta
elit politik memahami persoalan kemiskinan tanpa harus terkontaminasi oleh
kepentingan politik praktis.[21]
C. Inkosistensi Ekonomi Pembangunan.
1. Fase Ekonomi Pembangunan.
Ekonomi pembangunan telah mengalami
tiga fase yang berbeda. Pertama, fase ekonomi pembangunan kuno yang telah
dikembangkan oleh para ekonom klasik yang menjelaskan pertumbuhan jangka
panjang dalam kerangka kerja kapitalisme laissezfaire. Kedua, fase perpindahan
dari ekonomi liberal klasik dan ekonomi neoklasik yang memperkecil
ketergantungan pada peran pasar dan pemerintah dalam ekonomi. Fase ini
tergantung pada strategi keynesian dan sosialis, sampai terjadi kebangkitan
kembali ekonomi Nio-liberallisme dan neo-klasik.
Ketiga, fase antikeuasangan dan pro
pada kebebasan pasar. Fase ini diawali dengan adanya pandangan bahwa dominasi
negara dalam perekonomian dalam mendatangkan problem, terutama dalam penggunaan
sumber daya yang tidak efisien, ketidakseimbangan ekonomi makro dan eksternal,
ketidakmerataan kekayaan dan pedapatan, serta kesenjangan sosial. Meski
dipandang berguna oleh para pendukungnya, namun beberapa kalangan meragukan
legitimasi disiplin ini.
Ekonomi pembangunan tidak memiliki
identitas sendiri karena merupakan cabang dari tiga aliran utama ekonomi, yaitu
neoklasik, keynesian dan sosialis, dimana ketiganya memiliki akar dalam
pandangan barat. Pendekatan mengenai realisasi manusia dan analisis persoalan
selalu berdasarkan sekularisme. Pandangannya lebih menekankan pada konsumsi dan
kepemilikan materi sebagai sumber kebahagiaan manusia dengan mengabaikan peran
nilai-nilai moral dalam reformasi sosial dan pembangunan, serta terlalu
menekankan peran pasar dan negara. Sistem ini tidak memiliki komitmen terhadap
persaudaraan dan keadilan sosio-ekonomi, serta tidak memiliki mekanisme filter
dan nilai moral yang disepakati secara sosial. Faslsafah yang dipengang adalah
materialisme dan darwinisme sosial sehingga tidak ada motivasi melayani
kepentingan sosial kecuali terdapat kepentingan individu.
Dengan pendekatan neo-klasikal yang
bebas nilai, maka Ekonomi Pembangunan juga dianggap tidak efektif dan telah
Gag, karena tidak dapat merealisasikan pemerataan berdasarkan nilai-nilai yang
disepakati secara sosial,tidak memiliki motivasi, serta tidak dapat melakukan
retruksisasi ekonomi. Ini hanya efektif jika tetap dapat melayani setiap orang
yang merupakan faktor terpenting untuk mendorong inisiatif dan efisiensi.
Dengan pendekatan ekonomi yang berbau sosialis-Darwinis disertai dengan etnosentris,
sosialisme telah menamkan benih pesimisme mengani prospek pembangunan
dengan menilai bahwa kemiskinan, keterbelakangan, dan pengusaan secara politik
disebabkan oleh inferioritas mental, ras maupun kultur.
Terdensi kaum sosialis dalam
Ekonomi Pembangunan tidak mereflesikan keprihatinan atas pemerataan, tetapi
hanya mereflesikan keinginan mempercepat pertumbuhan melalui penggunaan
perencanaan dan kekuasaan negara dengan komitmen yang lebih besar pada
Darwinisme sosial daripada ekonomi neo-klasik. Sosialisme dalam dunia ketiga
hanya disamakan dengan perencanaan yang mengandung konotasi suatu komitmen
kepada nasionalisme.[22]
2. Trap Teori Ekonomi Pembangunan Barat.
Pada awal kelahirannya, teori-teori
ekonomi pembangunan konvensional telah mengabaikan peran penting ilmu
pengetahuan sebagai salah satu faktor penting penyebab terjadinya pembangunan
ekonomi umat. Sebagai penggagas teori pembangunan ekonomi, Harrod (1939) dalam
artikelnya “An Essay in Dynamic Theory” yang dipublikasikan dalam Economic
Journal telah mengabaikan peran ilmu pengetahuan dalam teori pertumbuhan
ekonominya. Hal yang sama juga dapat kita jumpai dalam tulisan Domar (1946)
dengan judul “Capital Expansion, Rate of Growth, and Employment” yang
dipublikasikan dalam Jurnal Econometrica.
Teori-teori mereka, yang kemudian,
dikenal dengan teori pertumbuhan ekonomi “Harrod-Domar” hanya melihat tabungan
dan modal per-output (saving and capital per output) sebagai dua faktor penting
dalam pertumbuhan ekonomi. semakin tinggi tingkat tabungan sebuah negara maka
akan semakin maju negara tersebut, dan sebaliknya, semakin banyak jumlah
penduduk sebuah negara maka semakin miskin negara itu.
Bila sekilas-lintas merujuk pada
teori-teori pembangunan ekonomi di atas dan kaitannya dengan realitas sekarang,
maka teori mereka tersebut jelas berada jauh dari nilai-nilai kebenaran. Dengan
kata lain, untuk mengukur pertumbuhan ekonomi tidaklah memadai dengan hanya
mengukur pertumbuhan modal fisik dan jumlah penduduk (tenaga kerja) semata,
pasti ada faktor lain, yang telah terabaikan, yang sangat menentukan
pertumbuhan ekonomi negara.
Dapat kita melihat implikasi teori
pertumbuhan ekonomi di atas, secara implisit, para ahli ekonomi barat jelas
telah menjebak negara-nagara Muslim yang mayoritas kurang memiliki modal yang
memadai untuk membangun ekonomi negaranya, agar berhutang pada negara maju.
Tujuan negara maju untuk mengelabui negara miskin terlihat dari beberapa hasil
kajian ilmiah yang dilakukan para ahli ekonomi barat di negara-negara miskin
yang menemukan bahwa kemunduran negara-negara miskin adalah mutlak disebabkan
oleh kekurangan modal yang mereka miliki. Sehingga dalam membangun ekonomi
negara, mereka merekomendasikan kepada negara-negara miskin agar mendapatkan
modal yang memadai, tentunya, dengan berhutang pada negara-negara maju.
Perlu kita sadari bahwa kalaulah
negara-negara Muslim telah membiayai pembangunan ekonomi mereka dengan
bermodalkan hutang dari negara-negara maju, maka secara tidak langsung kita
telah dengan sengaja mengundang campur tangan negara asing untuk mengatur
pembangunan ekonomi negara kita. Karena diakui atau tidak, bila pembangunan
ekonomi negara telah ditopang dengan hutang luar negeri. Pengaruh negatif
membiayai pembangunan negara dengan berhutang pada negara lain dapat kita
saksikan di Indonesia, sampai hari ini pun masih kucar-kacir membebaskan
perekonomiannya dari pengaruh campur tangan negara-negara asing.
Setelah mengidentifikasi jebakan
para ahli ekonomi barat melalui teori pertumbuhan ekonominya, seperti
dijelaskan di atas, maka sudah seharusnya umat Islam bertindak lebih hati-hati
dalam mengatur kebijakan pembangunan ekonomi negara dengan berusaha semaksimal
mungkin untuk tidak membiayai pembangunan ekonomi yang bersumber dari hutang
negara-negara maju.
Kalaupun negara-negara Muslim
terpaksa berhutang, hendaklah hutang itu dipinjami dari sumber-sumber yang
bebas riba, dan untuk itu, alternatif wadah Dana Moneter Islam Internasional
(Islamic International Monetary Funds, IIMF) menjadi solusi yang tepat.
Negara-negara Muslim di dunia dihimbau sebaiknya segera menyelenggarakan
Konferensi Internasional untuk membahas agenda penyelesaian krisis moneter
melalui pembentukan lembaga bersama yang disebut International Monetary Funds
(IMF) yang berfungsi sebagai institusi peminjam modal yang bebas riba.
Selanjutnya, kegagalan teori
pembangunan dalam mengidentifikasi indikator penting penyebab berlakunya
pembangunan ekonomi dunia telah dikritik oleh Mankiw, Romer, dan Weil (1992)
dalam artikelnya, “A Contribution to the Empirics of Economic Growth” yang
dipublikasikan dalam Quarterly Journal of Economics dengan mengatakan bahwa
sungguh dhaif dan sangat tidak realistik asumsi-asumsi teori pertumbuhan
ekonomi terdahulu, seperti asumsi hanya satu barang tersedia dalam negara,
mengabaikan peran pemerintah, pertumbuhan tenaga kerja, depresiasi, dan
perkembangan teknologi.
Untuk merevisi kelemahan teori terdahulu,
mereka telah memasukkan teknologi dan modal manusia (human capital) di samping
modal fisik (physical capital) sebagai faktor penting penentu pembangunan
ekonomi dalam teori pertumbuhan ekonomi baru mereka. Modal manusia, menurut
mereka, termasuklah pendidikan keahlian buruh, kekuatan hak kepemilikan,
kualitas infrastruktur, dan sikap budaya terhadap entrepreneurship dan kerja.
Teori mereka ini, kemudian, dikenal dengan teori “Beyond Solow” yang telah
memperkenalkan ilmu pengetahuan sebagai salah satu faktor penting penyebab
terjadinya pembangunan ekonomi negara di samping faktor modal fisik, buruh, dan
teknologi.
Alasan kenapa mereka memasukkan
ilmu pengetahuan sebagai salah satu faktor penting penentu pembangunan ekonomi,
seperti dikatakan oleh Romer (1996) dalam bukunya “Advanced Macroeconomics”
bahwa ilmu pengetahuan sangat berguna untuk menghasilkan ilmu pengetahuan yang
baru sebagai faktor utama penentu pembangunan ekonomi negara. Karena tatkala
proses akumulasi ilmu pengetahuan dimulai, ekonomi akan bergerak ke arah
pertumbuhan yang berkelanjutan.
Mereka juga mengakui bahwa ilmu pengetahuan
adalah bersifat “non-rival” dimana penggunaan sebahagian ilmu pengetahuan pada
waktu dan untuk kegunaan tertentu oleh seseorang tidak akan menghalang orang
lain untuk menggunakan ilmu pengetahuan yang sama. Ilmu pengetahuan juga
merupakan satu-satunya faktor produksi yang tidak pernah berkurang (deminishing
return).
Dengan dimasukkannya ilmu
pengetahuan (teknologi) sebagai salah satu faktor penting untuk mengukur
pembangunan ekonomi negara, maka perbedaan pertumbuhan ekonomi dalam sebuah
negara dari masa ke masa kini telah berhasil diukur. Perkembangan ilmu
pengetahuan didapati sebagai penyebab utama kenapa standar hidup dan
pertumbuhan ekonomi negara jauh lebih baik pada masa sekarang dibandingkan
dengan masa silam.
Alasan lain kenapa perbedaan pembangunan
ekonomi antar negara terjadi bukan akibat perbedaan pemilikan teknologi adalah
disebabkan oleh sifat teknologi itu sendiri yang dapat dipindahkan
(transferable) dari satu tempat (negara) ke tempat lain. Negara-negara miskin
yang tidak memiliki teknologi terkini, tentunya, dapat mendatangkannya dari
negara-negara maju. Walaupun secara teoritis demikian, namun realitas
menunjukkan bahwa negara miskin tetap miskin dan bahkan menjadi lebih papa,
sementara itu negara maju semakin maju. Realitas ini telah mendorong para ahli ekonomi
barat untuk memeras otaknya kembali mencari jawaban yang sesungguhnya apa
penyebab terjadinya perbedaan pertumbuhan ekonomi antar negara.[23]
3. Rahmat Ilahi dan Pembangunan Ekonomi.
Setelah melakukan riset lanjutan,
Mankiw, Romer, dan Weil (1992) dan Romer (1996) barulah menemukan jawaban yang
hampir pasti kenapa pertumbuhan ekonomi antar negara berbeda. Mereka
berkesimpulan bahwa tarjadinya perbedaan pertumbuhan ekonomi antar negara maju
dengan negara miskin bukanlah disebabkan oleh ketidakberdayaan negara miskin
untuk mengakses teknologi dari negara maju, tetapi semata-mata disebabkan oleh
kebodohan orang-orang (human capital incapability) yang berdomisili di
negara-negara miskin untuk menggunakan teknologi.
Mereka lupa bahwa faktor rahmat
Allah SWT, di samping ilmu pengetahuan untuk menguasai teknologi adalah
merupakan faktor yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi umat. Karena
tanpa mendapati rahmat Allah SWT, maka sangatlah susah dan bahkan mustahil bagi
kita untuk dapat membangun ekonomi negara. Singkatnya, perbedaan penguasaan
ilmu pengetahuan untuk mengoperasikan mesin-mesin teknologi dan rahmat Allah
SWT adalah penyebab utama berbedanya pertumbuhan ekonomi antar negara.
Penguasaan ilmu pengetahuan dan
rahmat Allah SWT merupakan “driving force” pertumbuhan ekonomi negara.
Oleh karena itu, terbatasnya keahlian dan ilmu pengetahuan negaranegara miskin
untuk mengoperasikan mesin-mesin berteknologi tinggi, teknologi komunikasi dan
informasi (Information and Communication Technology, ICT) adalah merupakan
faktor utama penyebab negara miskin terus terperangkap dalam kemiskinan,
sementara itu negara maju terus mempergunakan kelemahan negara-negara miskin
untuk memperkaya diri mereka. Sudah masanya umat Islam harus menguasai semua
bidang kehidupan, karena bukanlah perkara mudah untuk membangun ekonomi secara
komprehensif, adil, dan berkelanjutan tanpa memiliki kemampuan untuk
mengoperasikan dan bahkan menguasai mesin-mesin teknologi canggih.[24]
D.
Kesimpulan
Dalam ilmu ekonomi pembangunan yang
menjadi persoalan adalah bagaimana upaya pengambilan keputusan dapat
mensejahterakan seluruh masyarakat. Ketika keputusan diambil, faktor-faktor apa
yang dapat mempercepat pertumbuhan dan pemerataan ekonomi tersebut. Serta,
hambatan-hambatan yang di hadapi dalam pengambilan keputusan, baik hambatan
dari dalam maupun luar negeri.
Kesejahteraan umum terpenuhi bila
memenuhi dua syarat sekaligus. Pertama, terjaminya pemenuhan kebutuhan primer
sehingga semua warga negara secara minimal bisa hidup secara layak. Kedua, tersedianya
kesempatan bagi semua warga negara untuk meraih kehidupan yang lebi baik diatas
kehidupan primer.
BAB
7
SISTEM
EKONOMI ISLAM
A. Pengertian Ekonomi Islam
Islam merupakan panduan bagi manusia untuk
bertindak, berinteraksi dan bergaul dengan manusia lainnya. Salah satu bentuk
interaksi tersebut adalah dalam bidang ekonomi (muamalah) yang melibatkan berbagai pihak. Dalam konteks Islam,
ekonomi seperti jual beli dibolehkan dengan syarat berada pada norma-norma yang
telah ditetapkan oleh ajaran Islam.
Ekonomi
Islam dimaknai sebagai ilmu ekonomi yang dilaksanakan dalam kehidupan
sehari-hari sebagai individu, kelompok, masyarakat mauoun pemerintah dalam
rangka pengorganisasian faktor produksi, distribusi dan pemangfaatan barang
atau jasa yang dihasilkan dan tunduk dalam peraturan Islam. Secara normatif
ekonomi Islam juga terikat dengan norma yang telah ada dalam ajaran dan sejarah
masyarakat Islam, dan telah menjadi panutan masyarakat Islam.[25]
Ekonomi Islam dalam bahasa arab, Sering dinamakan dengan al-mu’amalah al-madiyah, yaitu
aturan-aturan tentang pergaulan dan perhubungan manusia mengenai kebutuhan
hidupnya. Sering juga dinamakan al-iqtishad,
yang artinya hemat atau sederhana, karena ia mengatur soal-soal penghidupan
manusia dengan sehemat-hematnya dan secermat-cermatnya.[26]
Muhammad Syauqi al-Fanjari
merumuskan pengertian ekonomi Islam dengan rumusan yang sederhana. Ekonimi
Islam adalah aktivitas ekonomi yang diatur dengan dasar-dasar dan
prinsip-prinsip ekonomi. terpenuhi. Dengan kata lain, sistem distribusi ekonomi memegang peranan penting dalam menentukan
kualitas kesejahteraan.[27]
Menurut M. Nur Rianto Al-Arif dan
Euis Amalia ilmu ekonomi Islam merupakan salah satu upaya yang sistematis
mengkaji dan memelajari masalah-masalah ekonomi dan prilaku manusia serta
interaksi antara keduanya. Upaya ilmiah itu juga mencakup masalah pembangunan
suatu kerangka kerja ilmiah untuk membentuk suatu pemahaman teoritis (theoretical understanding), rekayasa
intitusi yang diperlukan dan kebujakan- kebijakan yang berkaitan dengan proses
produksi, distribusi dan konsumsi yang dapat membantu memenuhi kebutuhan
manusia secara optimal dan ideal dengan mengacu pada tujuan hidup mardhatillah dan niat konsisten lillahi ta’ala.[28]
Sementara Muhammad dan Alimin
menyatakan bahwa ilmu ekonomi dalam aspek kajian keilmuan Islam, berada dalam
kajian fikih (hukum Islam) karena hukum fikih terdapat hukum taklifi atau hukum wadh’i, yang selanjutnya memberikan sanksi atau akibat hukum
duniawi dan ukhrawi, yaitu sanksi religi berupa halal dan haram, dosa dan
pahala, serta sanksi hukum positif Islam dengan segala perangkatnya, seperti
dewan hisbah dan peradilan.[29]
Jadi dapat dipahami bahwa ilmu
ekonomi Islam adalah ilmu yang mempelajari segala prilaku manusia dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya dengan tujuan memperoleh falah, yaitu kesempurnaan dunia dan akhirat dan merupakan
konsekuensi logis dari implementasi ajaran Islam secara kaffah dalam aspek ekonomi.
B. Tujuan Dan Asas Ekonomi Islam
1.
Tujuan Ekonomi Islam
Secara sepesifik
tujuan ekonomi Islam dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Pertama,
mewujudkan kehidupan ekonomi manusia yang makmur dan selalu dalam taraf lebih
maju, dengan alan melaksanakan produksi barang dan jasa dalam kualitas dan
kuantitas yang cukup, guna memenuhi kebutuhan jasmani, rohani serta kebutuhan
spiritual, dalam rangka menumbuhkan taraf kesejahteraan duniawi maupun ukhrawi
secara serasi dan seimbang (QS. Al-Qashas [28]:77 , An-Nisa’ [4]: 29-30).
Kedua,
mewujudkan kehidupan ekonomi umat manusia yang adil dan merata, dengan jalan
melaksanakan distribusi baran, jasa, kesempatan, kekuasaan dan pendapatan
masyarakat secara jujur dan terarah dan selalu meningkatkan taraf keadilan dan
pemerataannya (QS. Al-Israa’ [17]: 26-27 , An-Nisa’ [4]: 29)
Ketiga,
mewujudkan kehidupan ekonomi umat yang stabil dengan jalan menghindarkan
gangguan-gangguan inflasi dan depresi atau stagnasi, namun tidak menghambat
laju pertumbuhan ekonomi masyarakat, dengan jalan mengendalikan tingkah laku
masyarakat yang membawa kegoncangan ekonomi.
Keempat,
mewujudkan kehidupan ekonomi yang serasi, bersatu, damai, dan maju, dalam
suasana kekeluargaan sesama umat, dengan jalan menghilangkan nafsu untuk
menguasai, menumpuk harta, ataupun sikap-sikap lemah teradap gejala-gejala yang
negatif (QS. Al-Alaq [96]: 6-7)
Kelima,
mewujudkan ekonomi yang relatif menjaminkemerdekaan, baik dalam memilih jenis
barang dan jasa, memilih sistem dan organisasi produkdi, maupun memilih sister
distribusi, sehingga tingkat partisipasi masyarakat dapat dikerahkan secara
maksimal, dengan meniadakan penguasaan berlebih dari sekelompok masyarakat
ekonomi, serta menumbuhkan sikap-sikap kebersamaan (solidaritas).
Keenam,
mewujudkan kehidupan ekonomiyang tidak menimbulkan kerusakan dibumi, sehingga
kelestarian dapat dijaga sebaik-baiknya, baik alam, fisik, kultural, sosial
mauput spiritual keagamaan.
Ketujuh,
mewujudkan kehidupan ekonomi umat manusia yang relatif mandiri tanpa adanya
ketergantungan yang berlebihan dari kelompok-kelompok masyarakat lain (QS. Hud
[11]: 15).
Senada dengan tujuan
diatas, Nik Mustafa menambahkan bahwa tujuan aktivitas ekonomi adalah:
1.
Menyediakan
dan menciptakan peluang-peluang yang sama dan luas bagi semua lapisan
masyarakat untuk berperan serta dalam kegiatan-kegiatan ekonomi.
2.
Memberantas
kemiskinan absolut dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar bagi semua individu.
3.
Mempertahankan
stabilitas ekonomi dan pertumbuhan, serta meningkatkan kesejahteraan ekonomi.
Sedangkan menurut
Muhammad Hidayat tujuan ekonomi islam adalah:
a.
Kesejahteraan
ekonomi dalam kerangka norma moral islam.
b.
Persaudaraan
dan keadilan universal.
c.
Distribusi
pendapatan dan kekayaan yang merata.
d.
Kebebasan
individu dalam konteks kemaslahatan sosial.
2.
Asas Ekonomi Islam
Penggambaran asas
dasar hukum Islam dimaksud sebagai pijakan awal untuk membangun Islam mengenai
ekonomi. Bahkan kita sah menamai bahwa asas dasar ini sebagai filsafah
pandangan Islam.
Asas dasar ini,
memang tidak menyangkut teknik individu dalam olah harta atau dalam berekonomi.
Hanya asas dasar ini mempunyai pengaruh kuat pada prilaku individu dalam
berekonomi. Ada banyak faktor esensial yang mewarnai sikap individu yang
berpengaruh mewarnai sosial kemasyarakatan. Setidaknya dalam pandangan Islam,
ada tiga faktor kuat pada individu dalam berekonomi:
a.
Faktor
akidah.
b.
Faktor
moral.
c.
Hukum
syariah berfungsi sebagai sistem komando seseorang dalam bersosialisasi dengan
masyarakat luas.
C. Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam
Prinsip ekonomi Islam
merupakan kaidah-kaidah pokok dalam membangun struktur atau kerangka ekonomi
yang digali dari Al-Qur’an dan Hadist. Prinsip ekonomi ekonomi ini berfungsi sebagai pedoman dasar bagi
setiap individu dalam berprilaku ekonomi.
Menurut M.M Metwally
prinsip-prinsip ekonomi Islam sebagai berikut:
a.
Dalam
ekonomi Islam, berbagai jenis sumber daya dipandang sebagai pemberian atau
titipan Allah SWT. Kepada manusia yang harus dimanfaatkan seefisien dan
seoptimal mungkin, tidak ada kemubaziran di dalamnya.
b.
Islam
mengakui kepemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu termasuk kepemilikan
alat atau faktor produksi.
c.
Islam
menolak (tidak membenarkan) pendapat yang diperoleh secara tidak halal (bathil), seperti pencurian, penipuan,
kecurangan, penyuapan, penjualan barang dan jasa yang haram, penggunaan
kiat-kiat yang manipulatif, keuntungan yang berlebihan dengan cara-cara yang
tidak terpuji, penimbunan barang dan penggunaan iklan yang mengelebui dan tidak
wajar.
d.
Pemilikan
pribadi termasuk alat dan faktor produksi sebagai kapital yang dapat mendorong
peningkatan produksi nasional untuk kesejahteraan masyarakat.
e.
Penggerakan
utama ekonomi Islam adalah kerja sama dengan landasan ketauhidan, keikhlasan,
kejujuran dan keadilan serta mengharapkan kentungan yang wajar.
f.
Prinsip
pertanggungjawaban terhadap segala yang berkaitan dengan prilaku ekonomi baik
secara langsung maupun tidak langsung, baik ketika hidup didunia maupun
diakhirat kelak.
g.
Zakat
harus dibayar atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab).
Sementara
Nurul Huda menyatakan bahwa prinsip-prinsip dsar ekonomi Islam adalah sistem
ekonomi yang berdasarkan kepada Al-Qur’an dan Hadist yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan manusia didunia dan akhirat (al-falah) dan didalamnya terdapat tiga asas filsafat ekonomi islam,
yaitu;
a.
Semua
yang ada didalam alam semesta ini adalah milik Allah SWT.
b.
Sebagian
khalifah Allah SWT. Manusia wajib tolong menolongdan saling membantu untuk
dapat melaksanakan tugas dalam kegiatan ekonomi yang bertujuan untuk beribadah
kepada Allah SWT.
c.
Dalam
sistem ekonomi Islam beriman kepada hari kiamat, merupakan aspek penting bagi
tingkah laku ekonomi manusia, ia sadar bahwa semua perbuatannya akan diminta
pertanggungjawabannya.
D. Kesimpulan
Ilmu ekonomi Islam
adalah ilmu yang mempelajari segala prilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya dengan tujuan memperoleh falah,
yaitu kesempurnaan dunia dan akhirat dan merupakan konsekuensi logis dari
implementasi ajaran Islam secara kaffah
dalam aspek ekonomi.
Secara sepesifik
tujuan ekonomi Islam ada tujuh klasifikasi. Senada dengan tujuan dtersebut, Nik
Mustafa menambahkan bahwa tujuan aktivitas ekonomi adalah pertama Menyediakan
dan menciptakan peluang-peluang yang sama dan luas bagi semua lapisan
masyarakat untuk berperan serta dalam kegiatan-kegiatan ekonomi. Kedua Memberantas
kemiskinan absolut dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar bagi semua individu.
Ketiga Mempertahankan stabilitas ekonomi dan pertumbuhan, serta meningkatkan
kesejahteraan ekonomi.
Prinsip ekonomi Islam
merupakan kaidah-kaidah pokok dalam membangun struktur atau kerangka ekonomi
yang digali dari Al-Qur’an dan Hadist. Prinsip ekonomi ekonomi ini berfungsi sebagai pedoman dasar bagi
setiap individu dalam berprilaku ekonomi.
BAB 8
KARAKTERISTIK SISTEM
EKONOMI ISLAM
A. Nilai-nilai Dasar Ekonomi Islam
1. Kepemilikan
Konsep kepemilikan dalam islam mengakui adanya
kepemilikan individu, masyarakat dan negaara. Kepemilikan tersebut bersifat
tidak absolut, tetapi relatif. Apa artinya? Kepemilkan yang ada pada seseorang
atau masyarakat atau negara tersebut bukanlah sepenuhnya milik dan hasil usaha
mereka, tetapi itu adalah amanat dan kepercayaan dari Tuhan kepada mereka yang
harus di jaga, dan dipergunakan dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu,
seseorang tidak boleh menghambur-hamburkan hartanya dan atau mendiamkan
hartanya. Karena hal itu akan kehilangan fungsi sosialnya dan akan kehilangan multiplier effect dan maslahat dari
kehadiran hartanya tersebut.
2. Kebebasan
Dalam ekonomi kapitalisme, individu diberi
kebebasan yang seluas-luasnya untuk memanfaatkan atau tidak memanfaatkan harta
yang dimilikinya. Juga untuk masuk atau tidak masuk kedalam pasar baik sebagai
produsen, distributor atau konsumen. Dalam bahasa yang lebih ekstrem tidak ada
yang bisa membatasi kebebasan seorang individu kecuali dirinya sendiri. Hal ini
tidak bisa diterima oleh faham sosialisme-komunisme. Mereka melihat kebebasan
yang seperti itu akan membawa kepada anarkisme. Oleh karena itu, kebebasan
tersebut harus ditundukan untuk kepentingan bersama. Didalam islam kebebasan
manusia sangat dihormati. Namun, kebebasan tersebut bukanlah tidak ada
batasnya. Hal-hal tersebut direstriksi oleh ahkam al-syari’ah atau hukum-hukum atau ketentuan agama. Jika hal itu
dilanggar maka menjadi kewajiban bagi negara untuk ikut campur.
3. Keadilan (Adl)
Keadilan (adl)
merupakan nilai paling asasi dalam ajaran Islam. Menegakan keadilan dan
memberantas kezaliman adalah tujuan utama dari risalah para Rasul-Nya. Keadilan
seringkali diletakan sederajat dengan kebajikan dan ketakwaan. Seluruh ulama
terkemuka sepanjang sejarah Islam menempatkan keadilan sebagai unsur paling
utama dalam maqashid Syariah. Ibn Taimiyah menyebut keadilan sebagai nilai
utama dari tauhid, sementara Muhammad Abduh menganggap kezaliman (zulm) sebagai kejahatan yang paling
buruk (aqbah al-munkar) dalam kerangka nilai-nilai Islam. Sayyid Qutb menyebut
keadilan sebagai unsur pokok yang komprehensif dan terpenting dalam semua aspek
kehidupan.
4. Keseimbangan
Dalam islam, masalah keseimbangan ini sangat
mendapat tekanan dan perhatian. Tidak hanya keseimbangan antar kepentingan
orang perorang dengan kepentingan bersama, antara kepentingan dunia dan
akhirat, jasmani dan rohani, akal dan rohani, idealisme dan fakta, tetapi juga
keseimbangan dalam modal dan aktivitas, produksi dan konsumsi serta sirkulasi
kekayaan. Oleh karena itu, islam melarang dan mencegah terjadinya akumulasi dan
sirkulasi kekayaan hanya pada seglintir orang, seperti terkandung dalam makna
suruh (Al-Hasyr [59]: 7) yang artinyasupaya harta itu jangan hanya beredar di
antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Bila terjadi kesenjangan
kepemilikan yang tajam antar individu kaitannya dengan pemenuhan
kebutuhan-kebutuhannya, maka berarti telah terjadi praktek kezaliman.
Untuk itu, negara harus turun melakukan
intervensi agar keseimbangan ekonomi ditengah-tengah masyarakat dapat terwujud
kembali. Begitu juga dalam hal pembelajaran dan pengeluaran, islam mendorong
umat kepada berprilaku moderat, yaitu tidak isyraf
(boros) tetapi juga tidak bakhil
(pelit), dalam oreantasi pembangunan, kebijakan yang diambil tidak boleh hanya
menekankan kepada pertumbuhan (growth) tetapi juga kepada pemerataan (equity) agar tercipta keamanan dan
ketentraman di tengah-tengah masyarakat (stability).
5. Khilafah
Nilai khilafah secara umum berarti tanggung
jawab sebagai pengganti atau utusan Allah di alam semesta. Manusia diciptakan
Allah untuk menjadi khalifah dimuka bumi, yaitu menjadi wakil Allah untuk
memakmurkan bumi dana lam semesta. Manusia telah dibekali dengan semua
karakteristik mental-spiritual dan materiil untuk memungkinkanya hidup dan
mengemban misi-Nya secara efektif. Manusia juga telah disediakan segala sumber
daya memadai bagi pemenuhan kebutuhan kebahagiaan bagi manusia seluruhnya
seandainya digunakan secara efesiensi dan adil.
6. Takaful
Islam mengajarkan bahwa seluruh manusia adalah
bersaudara. Sesama orang Islam adalah saudara dan belum sempurna iman seseorang
sebelum ia mencintai saudaranya melebihi cintanya pada diri sendiri. Hal ini
lah yang mendorong manusia untuk mewujudkan hubungan yang baik di antara
individu dan masyarakat melalui konsep penjaminan oleh masyarakat atau takaful.
Jaminan masyarakat (social insurance)
ini merupakan bantuan yang diberikan masyarakat kepada anggotanya yang terkana
musibah atau masyarakat yang tidak mampu. Jaminan masyarakat ini tidak bersifat
material, melainkan juga bersifat ma’nawiy
(nonmateri).
B. Instrument-instrumen Sistem Ekonomi Islam
1. Zakat
Zakat
merupakan bagian harta yang harus dikeluarkan oleh seorang muslim bila harta
mereka telah mencapai nisab dan sudah memenuhi kententuan-ketentuan yang telah
ditetapkan oleh Syariah yang ukuran dan peruntukan juga sudah ada ketetapan
dari Tuhan sendiri.
Pada masa
awal islam zakat dihimpun oleh negara dan merupakan sumber pendapatan utama
negara. Zakat pada waktu itu benar-benar merupkan sarana utama untuk
menciptakaan keadilan social, politik, dan ekonomi. Aktivitas ini benar-benar
berfungsi menciptakan persaudaraan dan kebersamaan di kalangan umat, karena
dana zakat merupkan salah satu pilar penting dari sumber dana jaminan social.
Adanya instrument ini secara ekonomi tentu memiliki beberapa makna, yakni:
a.
Zakat mendorong terjadinya
pendistribusian pendapatan dan kekayaan
dari orang kaya kepada orang yang tidak mampu atau yang memerlukannya, sehingga
kebutuhan pokok masyarakat terpenuhi dan kesejahteraan ekonomi bisa dikurangi.
b.
Zakat secara langsung atau
tidak tentu akan mempunyai pengaruh nyata terhadap tingkah laku konsumsi umat
dan penciptaan lapangan kerja apalagi apabila zakat tersebut dikelola melalui
usaha-usaha produktif sehingga secara social, zakat dapat memberikan dapak bagi
terciptanya keamanan masyarakat dan menghilangkan pertentangan kelas yang
diakibatkan oleh perbedaan pendapat yang tajam.
c.
Zakat dapat meningkatkan
produktivitas dan daya beli masyarakat dan serta membendung inflasi.
2. Pelarangan Riba
Secara ekonomi, praktek riba tidak berpihak kepada full employment (terciptanya tenaga kerja penuh) karena sistem
bunga atau riba jelas tidak memberi peluang kepada nasabah untuk masuk ke
sektor-sektor usaha yang tingkat profitnya sama atau dibawah dari suku bunga
yang ada. Akibatnya, peluang lapangan kerja menjadi tertutup dan rekruitmen
terhadap tenaga kerja menjadi tidak bisa dilakukan. Praktek ini diperparah oleh
perbankkan konvensional yang tidak mau mengambil resiko rugi sehingga mereka
meminta jaminan kepada para nasabahnya. Kebijakan ini dapat di terapkan kepada
kaum yang berpunya atau kaya karena merekalah yang memiliki jaminan.
Sementara itu, orang yang miskin meskipun secara teknis mereka lebih layak
untuk mendapatkan kredit karena keahlihan dan kemampuan yang dimilikinya.
Namun, karena merka tidak memiliki apa-apa untuk dijaminkan, maka mereka tidak
bisa mendapatkanya. Hal ini akan berdampak kepada produktivitas dan efisiensi.
Disamping itu sistem riba ini secara makro akan meningkatkan inflasi, karena
tingkat suku bunga yang dikenakan kepada nasabah jelas akan meningkatkan biaya
produksi sehingga keseluruhan biaya akan naik (inflasi). Bila harga-harga
secara umum meningkat, maka pasti ada kelompok masyarakat terpukul dan akan
terkena dampak negative dari inflasi tersebut yaitu orang yang berpendapatan
rendah sehingga tidak mustahil mereka yang semula sebagai muzaki akan jatuh
miskin. Hal ini disebabkan terjadinya kenaikan harga-harga yang menyebabkan
mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokoknya.
3. Kerjasama Ekonomi
Kalua dalam ekonomi kapitalis sangat ditonjolkan
masalah kompetisi bebas, sehingga mereka melihat orang lain sebagai competitor
atau pesaing yang harus ditundukan. Sedangkan dalam sistem ekonomi sosialis
terjadi sebaliknya. Sistem ini tidak mengenal persaingan karena segala sesuatu
sudah di atur oleh negara baik tingkat produksi, distribusi, maupun konsumsi.
Berbeda dengan kedua sistem tersebut, sistem ekonomi islam sangat dianjurkan
adanya kerjasama dalam semua tingkat kegiatan ekonomi baik pada sektor produksi
maupun distribusi dan konsumsi.
Kerjasama tersebut bisa dilakukan dalam bentuk syirkah, mudharabah, dan
atau koperasi yang funginya, menurut Daud Ali, akan dapat menciptakan kerja
produktif sehari-hari dari masyarakat, meningkatkan kesejahteraan, mencegah
kesengsaraan social, mencegah penindasan ekonomi dan distribusi kekayaan yang
tidak merata, dan melindungi kepentingan ekonomi lemah. Dengan adanya kerjasama
ini maka prinsip yang kuat membuat yang lemah dan adanya pembagian kerja dan
spesialisasi tentu bisa ditegakkan sehingga kebersamaan, keadilan, dan
pertumbuhan serta pemerataan akan dapat diwujudkan.
4. Jaminan Sosial
Islam memeberikan jaminan terhadap tingkat
kualitas hidup yang minimum (basic needs)
bagi seluruh lapisan masyarakat. Pentingnya jaminan social tersebut terkandung
dalam ajaran-ajaran yang mengatakan bahwa:
a. Manfaat sumber-sumber alam harus di nikmati oleh
semua makhluk Allah.
b. Kehidupan fakir miskin harus diperhatikan oleh
masyarakat terutama oleh merka yang punya.
c. Kekayaan tidak boleh dinikmati dan hanya
berputar di antara orang-orang kaya saja.
d. Berbuat kebaikanlah kepada masyarakat
sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, antara lain dengan menyediakan
sumber-sumber alam itu.
e. Seorang muslim yang tidak mempunyai kekayaan
harus mau dan mampu menyumbangkan tenaganya untuk tujuan-tujuan social.
f. Seseorang janganlah menyumbang untuk kepentingan
social dan juga untuk keperluan pribadi serta keluarga sebagai unit kecil
masyarakat agar di puji oleh orang lain.
g. Jaminan social itu harus di berikan
sekurang-kurangnya kepada mereka yang di sebutkan dalam Al-Quran sebagai
pihak-pihak yang berhak atas jaminan tersebut, dll.
Dengan melaksanakan ajaran tentang jaminan social diatas berarti manusia
disamping telah berusaha mendekatkan dirinya kepada Allah, membersihkan hartanya,
dan membuang siafat riba dan tamak serta egoisme-nya, dan telah memberlakukan
hartanya sesuai dengan ketentuan agama. Hal ini akan menciptakan kehidupan yang
berkeadilan dan keseimbangan yang penuh dengan semangat persaudaraan dan
kebersamaan.
C. Kelebihan Dan Kelemahannya
Kelebihan sistem ekonomi Islam
1.
Menjunjung kebebasan individu
manusia mempunyai suatu keputusan yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan
hidupnya. Dengan kebebasan ini manusia dapat bebas mengoptimalkan potensinya.
Kebeasan manusia dalam islam didasarkan atas nilai-nilai tauhid suatu nilai
yang membebaskan dari segala sesuatu kecuali Allah. Nilai tauhid inilah yang
akan menjadikan manusia menjadi berani dan percaya diri.
2.
Mengaku hak individu terhadap
harta islam mengaku hak individu untuk memiliki harta. Hak pemilikan harta
hanya diperolaeh dengan cara-cara yang sesuai dengan ketentuan islam. Islam
mengatur kepemilikan harta didasarkan atas kemaslahatan sehingga keberadaan
harta akan menimbulkan sikap saling menghargai dan menghormati. Hal ini terjadi
karena bagi seorang muslim harta sekedar titipan Allah.
3.
Ketidak samaan ekonomi dalam
batas yang wajar. Islam mengakui adanya ketidaksamaan ekonomi antara orang
perorangan. Salah satu penghalang yang menjadikan banyaknya ketidak adilan
bukan disebabkan karena Allah, tetapi ketidakadilan bukan yang terjadi
dikarenakan sistem yang dibuat manusi sendiri.
Kelemahan sistem ekonomi Islam
1.
Lambatnya perkembangan
literatur ekonomi islam yang sebagian besar berasal dari teks-teks arab, mau
tidak mau diakuinya mempunyai perkembangan yang kurang signifikan. Sehingga
menyebabkan munculnya dominasi literatur ekonomi konvensional yang saat ini
mempengaruhi masyarakat bawa tidak ada ilmu ekonomi yang mampu menjawab
masalah-masalah aktual kecuali ekonomi konvensional. Hal ini menjadikan
justifikasi bagi masyarakat untuk mengesampingkan ide dari pengetahuan lain,
seperti ekonomi islam. Hal ini diakibatkan adanya hegemoni literature ekonomi
konvensional terhadap ekonomi islam., sehingga setiap perilaku kita tidak lepas
dari pengaruh ekonomi konvensional.
2.
Praktek ekonomi konvensional
lebih dahulu dikenal oleh masyarakat. Masyarakat bersentuhan langsung dengan
konsep ekonomi konvensional.kita telah mengetahui ekonomi konvensial merupakan
kepanjangan dari system ekonomi kaptalis meskipun tidak sepenuhnya. Karena secara
tersirat ekonomi konvensional juga mengadopsi sistem ekonomi sosialis. Di
sinilah salah satu letak kelemahan system ekonomi islam.
3.
Tiada respresentasi ideal
negara yang menggunakan system ekonomi islam di beberapa negara yang menggunkan
islam sebagai pedoman dasar kenegaraannya ternyata belum mampu sepenuhnya
mengelola sistem perekonomiannya secara profesional. Bahkan banyak
negara-negara islam di timur tengah yang tingkat kesejahteraannya kurang maju
jika dibandingkan dengan Negara Eropa dan Amerika.
D. Kesimpulan
Setiap paham ekonomi memiliki karakter tertentu yang dibedakan dengan paham
lainnya. Suatau paham, termasuk ekonomi, dibangun oleh suatu tujuan, prinsip,
nilai, dan paradigm. Sebagai misal, paham liberalisme dibangun atas tujuan
terwujudnya kebebasan setiap individu untuk mengembangkan dirinya. Kebebasan
ini akan terwujud jika setiap individu memiliki
kesempatan yang sama untuk berkembang. Oleh karena itu, kesamaan
kesempatan merupakan prinsip yang akan dipegang yang pada akhirnya akan melahirkan
suatu paradigm persaingan bebas.
Sistem ekonomi
Islam dibangun yaitu untuk tujuan
mencapai kesejahteraan masyarakat (falah).
Dalam mencapai tujuan tersebut, Islam mengajarkan berbagai prinsip, nilai,
norma serta etika dalam berekonomi sesuai tuntunan Al-Quran dan Hadist. Dimasa
Rasulullah, beliau mengajarkan berbagai cara berekonomi yang sesuai dengan
islam, bukan hanya dalam praktiknya saja tetapi dalam sistemnya pun Rasulullah
juga mengajarkannya
BAB 9
KONSEP PRODUKSI
A. Pengertian Produksi dalam Islam
Kata “produksi”
telah menjadi kata Indonesia, setelah diserap dalampemikiran ekonomi bersamaan
dengan kata “distribusi” dan “konsumsi”. Dalam kamus Inggris-Indonesia oleh
john M.Echols dan Hasan Shandily, kata “production”
secara linguistic mengandung arti penghasilan.1Kegiatan produksi
dalam ilmu ekonomi diartikan sebagai kegiatan yang menciptakan manfaat2 (utility)
baik dimasa kini maupun dimasa mendatang. Dengan pengertian tersebut dapat
dipahami bahwa kegiatan produksi tidak terlepas dari keseharian manusia.3
Produksi,
distibusi, dan konsumsi sesungguhnya merupakan satu rangkaian kegiatan ekonomi
yang tidak bisa dipisahkan. Ketiganya saling mempengaruhi,namun diakui atau
tidak produksi merupakan titik pangkal dari kegiatan itu, Sebab, tidak ada
konsumsi dan distribusi kalau tidak ada produksi. Dari sisi pandang
konvensional, biasanya produksi dilihat dari tiga,yaitu: apa yang diproduksi,
bagaimana memproduksinya, dan untuk siapa barang tersebut diproduksi.Muhammad
Rawwas Qalahji memberikan pandangan kata produksi dalam bahasa Arab dengan kata
al-intaj4 yang secara harfiah dimaknai dengan ijadu sil’atin
(mewujudkan atau mengadakan sesuatu) atau khidmatul mu’ayyanatin bi istikhdami
muzayyin min ‘anashir al-intaj dhamina itharu zamanin muhadadin (pelayanan jasa
yang jelas dengan menuntut adanya bantuan penggabungan unsur-unsur produksi
yang terbingkai dalam waktu yang terbatas).
Menurut teori
produksi konvensional,produksi adalah kegiatan menghasilkan barang dan jasa
yang kemudian dimanfaatkan oleh konsumen. Kegiatan produksi dalam ilmu ekonomi
diartikan oleh konsumen. Kegiatan produksi dalam ilmu ekonomi diartika sebagai
kegiatan yang menciptakan manfaat (utility)
baik dimasa kini maupun dimasa dating. Dengan pengertian yang luas tersebut,
dapat dipahami bahwakegiatan produksi tidak terlepasdari keseharian manusia,
yang senantiasa mengusung memaksimalkan keuntungan sebagai motif utama.Upaya
memaksimalisasi keuntungan itu, membuat system ekonomi konvensional sangat
mendewakan produktivitas efisiensi ketika berproduksi.
Para ahli ekonomi mendefinisikan produksi sebagai
“menghasikan kekayaan melalui eksploitasi manusia terhadap sumber-sumber
kekayaan lingkungan”Ataubila kita artikan secara konvensional, produksi adalah
proses menghasilkan atau menambah nilai guna suatu barang atau jasa dengan
menggunakan sumber daya yang ada.
Produksi tidak
berani menciptakan secara fisik sesuatu yang tidak ada, karena tidak seorangpun
yang dapat menciptakan benda. Oleh karenanya dalam pengertian ahli ekonomi,
yang dapat dikerjakan manusia hanyalah membuat barang-barang menjadi berguna,
disebut “dihasilakn”.7
Dalam perspektif islam,produksi yaitu suatu usaha
untuk mengasilkan dan menambah nilai guna dari suatu barang baik dari sisi
fisik materialnya maupun dari sisi moralitasnya, sebagai srana untuk mencapai
tujuan hidup manusia sebagaimana digariskan dalam agama islam, yaitu mencapai
kesejahteraan dunia dan akhirat. Dr,
Abdurrahman Yusro Ahmad dalam bukunya muqaddimah fi ‘ilm al-iqtishad
al-islamiy. Abdurrahman lebih jauh menjelaskan bahwa dalam melakukan proses
produksi yang dijadikan ukuran utamanya adalah nilai manfaat (utility) yang
diambil dari hasil produksi tersebut. Prosuksi dalam pandangannya harus mengacu
pada nilai utility dan masih dalam bingkai nilai “halal” serta tidak
membahayakan bagi siri seseorang ataupun kelompok masyarakat. Dalam hal ini,
Abdurrahman merefleksi pemikirannya dengan mengacu pada Q.S Al-baqarah, [2]:219
yang menjelaskan tentang pertanyaan dari manfaat memakai (memproduksi)
khamr.
B. Tujuan Produksi Dalam Ekonomi Islam
Tujuan dalam berproduksi, selain bersifat self
interest juga bersifat social interest. Tujuan di sini tetap berorientasi pada
hakikat manusia, yakni sebagai khalifah yang diberi amanat untuk di kelola,
memanfaatkan dan mengembangkannya sumber daya ekonomi yang diberi oleh Allah,
Sekaligus menjalankan kewajibannya sebagai manusia yang beragama islam untuk
memberikan sebagia hartanya kepada orang lain. Adapun tujuan-tujuan produksi dalam ekonomi islam adalah
sebagai berikut :
a)
Pemenuhan-pemenuhan kebutuhan secara wajar
b)
Pemenuhan-pemenuhan kebutuahn
kelaurga
c)
Bekal untuk generasi mendatang
d)
Bekal untuk Anak Cucu
e)
Bantuan kepada masyarakat dalam rangka beribadah kepada Allah.
C. Prinsip-prinsip Produksi dalam Islam
a.
Seluruh kegiatan produksi terikat pada tatanan nilai, moral, dan teknik
yang islami. Artinya sejak dari kegiatan memfaktorkan kegiatan produksi proses
produksi hingga pemasaran dan pelayanan kepada konsumen, semunya harus
mengikuti moral islam. Dengan demikian, ruang lingkup aktivitas ekonomi baik
produksi, konsumsi, distribusi terikat nilai moral dan teknik yang islami.
Kegiatan berproduksi yang tidak sesuai dengan islam, sebagimana yang disebutkan
dalam Q.S Al-A’Roff ayat 157 yang maknanya “Menghalalkan bagi mereka segala
yang baik dan mengharamkan bagi mereka yang buruk. Selain itu tidak
diperbolehkan adanya perilaku yang mengarah kedzaliman, maupun segala bentuk
penimbunan.”
b.
Kegiatan produksi harus memperhatikan aspek sosial kemasyaraktan. Artinya
bahwa kegiatan produksi harus menjaga nila-nilai lingkungan sosial dan lingkungan hidup dalam masyarakat
sehingga terdapat keselarasan pembangunan dalam masyarakat, juga masyarakat
berhak menikmati hasil produksinya. Kesimpulannya bahwa produksi bukan hanya
untuk kepentingan produsen tetapi juga melibatkan kepentingan masyarkat
sekitar.
c.
Permasalahan ekonomi muncul bukan saja karena kelangkaan.
Artinya, munculnya ekonomi bukan masalah kelangkaan tetapi secara kompleks.
Manusia hendaknya mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya ekonomi dalm kerangka
pengbdian manusia pda Allah semata yang di sebut khalifahtullah fil ardi.
d.
Kegiatan prdouksi dalam perspektif islam bersifat alturistik sehingga
produsen tidak hanya mengejar keuntungan maksimum saja. Produsen harus mengejar
tujuan yang lebih luas sebagaimana tujuan agama islam yaitu falah, di dunia dan
di akhirat. Kegiatan produksi juga harus berpedoman pada nilai-nilai keadilan
dan kebajikan pada masyarakat.
D. Faktor-faktor Produksi
1.
SDA
Alam. Berarti segala isi di bumi ini, baik berupa barang-barang mineral
maupun kemampuannya menghasilkan prodksi pertanian, dan juga meliputi segala
isi bumi yang berupa energi seperti minyak, batu bara, air, dll. Dapat
dikatakan bahwa alam yakni bumi, air dan udaranya merupakan salah satu unsur
produksi atau sebagai salah satu sumber yang Allah jadikan sebagai sarana
rezeki.
2.
SDM
Manusia merupakan penggerak pertama dalam melaksanakan prouksi dalam
perekonomian. Faktor manusialah yang mempunyai peranan penting dalam produksi,
sehingga faktor manusia yang akan menghasillkan suatu barang. Tentu saja dari
aspek tanaganya atau aktivitas manusia itu sendiri. Keberadaan manusia saja
tanpa adanya kreatifitas, tidak mungkin bisa mendatangkan produksi yang
diinginkan .
3.
Modal
Menurut ahli perbankan modal adalah dana yang diserahkan oleh pemilik
atau owner . pada akhirnya perode tahun buku,setelah dihitung, keuntungan pada
ahun tersebut,pemilik modal akan memperoleh bagan dari hasil usaha yang biasa
dikenal dengan deviden.
4.
Manajemen
Manajemen berasal dari bahasa inggris dari kata manageartinya mengurus atau mengutur,dari kata tersebut manajemen
adalah bagaimana manusia menuangkan segala unsur unsur produksi dalam suatu
usaha produksi baik industri,pertanian maupun perdagangan dengan tujuan agar
mendapat laba terus menerus. Yakni dengan cara memfungsikan dan menyusun unsu
unsur tersebut dan menentukan ukuran seperlunya dari setiap unsur dalam
perusahaan.
E. Kaidah-kaidah dalam berproduksi.
·
Memproduksi barang dan jasa yang halal pada setiap tahapan produksi
·
Mencegah keruskan di bumi, termasuk membatasai kolusi, memelihara
keserasian dan kesediaan sumber daya alam.
·
Produksi dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan individu dan masyarakat dan
mencapai kemakmuran.
·
Produksi dalam islam tidak dapat dipisahkan dari tujuan kemandirian umat.
·
Meningkatkan kulaitas SDM, baik kualitas spiritual atau mental dan fisik.
F. Kesimpulan
Bahwasannya dari pemaparan konsep
produksi diatas,Kegiatan produksi merupakan mata rantai dari konsumsi dan
distribusi. Kegiatan produksilah yang menghasikan barang dan jasa, kemudian
dikonsumsi oleh para konsumen. Tanpa produksi maka kegiatan ekonomi akan
berhenti, begitu pula sebaliknya. Untuk mengahasilkan barang dan jasa kegiatan
produksi melibatkan banyak faktor produksi. Beberapa implikasi mendasar bagi
kegiatan produksi dan perekonomian secara keseluruhan, antara lain : Seluruh
kegiatan produksi terikat pada tataran nilai moral dan teknikal yang Islami,
kegiatan produksi harus memperhatikan aspek sosial-kemasyarakatan, permasalahan
ekonomi muncul bukan saja karena kelangkaan tetapi lebih kompleks.
BAB 10
KONSEP KONSUMSI
A. Pengertian dan Tujuan Konsumsi
Konsumsi adalah kegiatan ekonomi
yang penting,bahkan terkadang dianggap paling penting dalam mata rantai
kegiatan ekonomi yaitu produksi-konsumsi- distribusi. Berdasarkan kamus besar
bahasa Indonesia, konsumsi diartikan sebagai pemakaian barang hasil produksi
berupa pakaian, makanan dan lain sebagainya. Atau barang-barang yang langsung
memenuhi kebutuhan hidup manusia.
Menurut llfi Nur Diana konsumsi
pada hakikatnya merupakan mengeluarkan
sesuatu dalam rangka memenuhi kebutuhan. Konsumsi meliputi keperluan,kesenangan,dan
kemewahan. Kesenanagn dan kemewahan diperbolehlan dengan syarat tidak
berlebihan, yaitu tidak melampaui batas yang dibutuhkan oleh tubuh dan tidak
pula melampaui batas-bats makanan yang dihalalkan.
Dengan kata lain konsumsi adalah
suatu kegiatan manusia yang secara langsung menggunakan barang dan jasa untuk
memenuhi kebutuhannya dengan tujuan untuk memperoleh kepuasan yang berakibat
mengurangi ataupun menghabiskan nilai guna suatu barang atau jasa. Contoh dari
kegiatan konsumsi berdasarkan pengertian ini adalah makan,minum,naik kendaraan
umum, menonton film dll.
Adapun tujuan konsumsi disebutkan
oleh Monzer Khaf dalam Nur Rianto dan Eus Amalia ada tiga yaitu konsumsi untuk
kemaslahayan diri sendiri dan keluarga; kemaslahatan dimasa mendatang dengan
menabung dan kemaslahatan sosial.
1.
Konsumsi untuk diri sendiri dan keluarga
Tidak dibenarkan
konsumsi yang dilakukan oleh seseorang berakibat pada penyengsaraan diri
sendiri dan keluarga karena kekikirannya. Allah Swt melarang pula perbuatan
kikir sebagaimana Allah Swt telah melarang perbuatan pemborosan dan
berlebih-lebihan.
(Q.S
AL THALAQ [65]:7)
لِيُنْفِقْ
ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا
آتَاهُ اللَّهُ لا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلا مَا آتَاهَا سَيَجْعَلُ اللَّهُ
بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا (٧)
Hendaklah
orang yang mempunyai keluasan memberi nafkah menurut kemampuannya, dan orang
yang terbatas rezekinya, hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan
Allah kepadanya. Allah tidak membebani seseorang melainkan (sesuai) dengan apa
yang diberikan Allah kepadanya.
Allah kelak akan memberikan kelapangan setelah kesempitan.
2.
Konsumsi untuk tabungan
Manusia harus menyiapkan masa depannya karena masa
depan merupakan masa yang tidak diketahui keadaannya. Dalam ekonomi penyiapan
masa depan dapat dilakukan dengan melalui tabungan.
3.
Konsumsi sebagai tanggung jawab sosial
Menurut ajaran islam konsumsi yang ditunjukkan sebagai
tanggung jawab sosial ialah kewajiban mengeluarkan zakat. Hal ini dilakukan
untuk menjaga stabilitas dan keseimbangan ekonomi. Islam sangat melarang
pemupukan harta yang akan berakibat terhentinya arus peredaran harta
,merintangi efesiensi usaha dan pertukaran komusitas produksi dalam
perekonomian. Dalam surat al hasyr (59) ayat 7 allah menegaskan bahwa harta itu
harus bisa berputar dan dirasakan oleh semua lapisan masyarakat.
B. Prinsip Konsumsi dalam Islam
Ajaran islam tidak melarang manusia
untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan ataupun keinginannya, selama dengan
pemenuhan tersebut martabat manusia bisa meningkat.
Islam telah mengatur bahwa setiap
muslim dalam berkonsumsi harus sejalan dengan prinsip konsumsi yang didasarkan
pada nilai-nilai islam antara lain:
a. Pinsip
halal dan thayyib.
Prinsip
ini mengandung pengertian bahwa mengkonsumsi segala sesuatu harus dihalalkan
dan dengan cara yang baik (halalan thayyiban) (QS.Al-Baqarah {2}:75).
Secara harfiah, halal arti asalnya adalah lepas atau tidak terikat.
Sedagkan thayyiban berarti baik,bagus (al-hasan) sehat(al-mu’afa) dan lezat
(al-ladzidz).
b. Prinsip
kesederhanaan.
Islam
memerintahkan manusia untuk lebih efisien dalam menggunakan pendapatannya dan
tidak boleh menghambur-hamburkan hartanya,ksrena itu adalah perbuatan mubazir
dan dapat merusak keseimbangan sosial,kesejahteraan dan akan berakibat kepada
kemiskinan dan kehinaan.
c. Prinsip
kebersihan.
Prinsip
ini mengandung arti bahwa setiap mengkonsumsi sesuatu harus baik atau cocok di
makan, tidak mengandung riba,tidak kotor/najis,dan tidak mejijikkan sehinggan
merusak selera. Artinya tidak semua yang diperkenankan boleh dimakan dan
diminumdalam semua keadaan kecuali yang bersih dan bermanfaat.
Prinsip ini juga
bermakna bahwa makanan dan minumanyang akan dikonsumsi bukan dari hasil suap.
Ibnu Umar berkata: “nabi melaknat penyuap dan yang disuap, Yazid
,menambah;Allah melaknat penyuap dan disuap.” (HR.Ahmad)
d. Prinsip
kemurahan hati.
Prinsip ini
mengandung prinsip bahwadengan menaati perintah islam tidak ada bahaya maupun
dosa ketika kita memakan dan meminum makanan halal yang disediakan allah karena
kemurahan hati-Nya. Selama maksudnya adalah untuk kelangsungan hidup dan
kesehatan yang lebih baik dengan tujuan menunaikan perintah Allah dengan
keimanan yang kuat dalam tuntutan-Nya dan perbuatan adil sesuai dengan itu,yang
menjamin persesuaian bagi semua perintah-Nya.
e. Prinsip moralitas.
Prinsip
ini mengandung pengertian bahwa bukan hanya mengenai makanan dan minuman
langsung tetapi dengan tujuan akhirnya,yaitu untuk peningkatan atau kemajuan
niali-nilai moral dan spiritual. Seseorang muslim diajarakan untuk menyebut
nama Allah sebelum makan dan menyatakan terima kasih kepada-Nya setelah makan.
Dengan demikian ia akan merasakan kehadiran llahi pada waktu memenuhi
keinginan-keinginan fisikny. Hal ini pnting artinya karena Islam menghendaki
perpaduan nili-nilai hidup materual dan spiritual yang berbahagia.
C. Etika konsumsi islami
1.
Tauhid
Dalam persepektif islam kegiatan konsumsi dilakukan
dalam rangka beribadah kepada allah, sehingga senantiasa berada dalam hukum
allah (syariah). Karena itu, orang mukmin berusaha mencari kenikmatan dengan
menaati perintah-Nya dan memuaskan dirinya sendiri dengan barng-barang dan
anugerah yang diciptakan (Allah)untum umat manusia. Nilai ini adalah
implementasi dari firman allah mengenai tujuan penciptaan manusia.
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku” (QS Adz-Dzariat [51]:56)
Adapun dalam pandangan kapitalis konsumsi merupakan
sungsi dari keinginan,nafsu,harga barang,dan pendapatannya tanpa memepedulikan
dimensi spiritual,kepentingan orang lain,dan tanggung jawab atas segala
perilakunya, sehingga pada ekonomi konvensional manusia diartikan sebagai
individu yang memiliki sifat homo economicus.
2.
Adil
Pemanfaatan atas karunia allah harus dilakukan secara
adil sesuai dengan syariah,sehingga di samping mendapatkan keuntungan meteriil,
ia juga sekaligus merasakan kepuasan spiritual. Al quran secara tegas
menekankan norma perilaku ini baik untuk hal-hal yang bersifat materiil maupun
spiritual untuk menjamin adanya kehidupan yang berimbang antara kehidupan di
dunia ddan akhirat. Oleh karenanya dalam islam konsumsi tidak hanya
barang-barang yang bersifat duniawi semata namun juga untuk kepentingan dijalan
Allah.
3.
Kehendak bebas (Free Will)
Alam semesta merupskan milik Allah, yang memiliki kemahakuasaan
(kedaulatan) sepenuhnya dan kesempurnaan atas makhluk-makhluk-Nya. Manusia
diberi kekuasaan untuk mengambil keuntungan dan manfaat sebanyak-banyaknya
sesuai dengan kemampuanya atas barang-barang ciptaan Allah. Atas segala karunia
yang diberikan oleh Allah, manusia dapat berkehendak bebas, namun kebebasan ini
tidaklah berarti bahwa manusia terlepas dari qadha dan qadar yang
merupakan hukum sebab akibat yang didasarkan pada pengetahuan dan kehendak
Allah. Sehingga kebebasan dalam melakukan aktivitas haruslah tetap memiliki
batasan agar tidak menzhalimi pihak lain. Hal inilah yang tidak terdapat dalam
ekonomi konvensional, sehingga yang terjadi kebebasan yang dapat mengakibatkan
pihak lain menjadi menderita.
4.
Halah
Dalam kerangka acuan Islam, barang-barang yang dapat dikonsumsi hanyalah
barang-barang yang menunjukkan nilai-nilai kebaikan, kesucian, keindahan, serta
yang menimbulkan kemaslahatan untuk umat baik secara materiil maupun spiritual.
Sebaliknya, benda-benda yang buruk, tidak suci (najis), tidak bernilai, tidak
dapat digunakan dan juga tidak dapat dianggap sebagai barang-barang konsumsi
dalam Islam bahkan dapat menimbulkan kemudaratan apabila dikonsumsi hukumnya
terlarang.
5.
Sederhana
Islam melihat perbuatan yang melampaui batas (israf),
termasuk pemborosan dan berlebih-lebihan
(bermewah-mewahan) yaitu membuang –buang harta dan menghamburkannya tanpa
maksud yang jelas/manfaat dan hanya nafsu sementara. Allah sangat mengecam
setiap perbuatan yang melampaui batas, sebagaimana firman Allah SWT yang artinya: “hai anak Adam, pakailah
pakaianmu yang indah setiap memasuki masjid, makan dan minumlah dan jagalah
berlebih-lebihan, sesungguhnyaAllah tidak menyukai orang-orang yang
berlebih-lebihan.” (QS: Al-Araf, ayat 31).
D. Kesimpulan
konsumsi adalah suatu kegiatan
manusia yang secara langsung menggunakan barang dan jasa untuk memenuhi
kebutuhannya dengan tujuan untuk memperoleh kepuasan yang berakibat mengurangi
ataupun menghabiskan nilai guna suatu barang atau jasa. Prinsip konsumsi adalah
Pinsip halal dan thayyib, Prinsip kesederhanaan, Prinsip kebersihan,
Prinsip kemurahan hati, Prinsip moralitas. Etika konsumsi islami adalah Tauhid
, Adil, Kehendak bebas , Halah , Sederhana.
BAB 11
KONSEP DISTRIBUSI
Distribusi adalah suatu proses penyampaian barang atau jasa dari produsen ke konsumen dan para pemakai. Pembahasan mengenai pengertian dan makna distribusi tidak lepas dari konsep moral ekonomi yang dianut. Apabila konsep dasar yang diterapkan adalah sistem kapitalis, maka permasalahan distribusi yang akan timbul adalah adanya perbedaan yang mencolok pada kepemilikan, pendapatan dan harta peninggalan. Jika asas yang mereka anut adalah sosialisme.
Pada dasarnya Islam memilki dua
sistem distribusi utama, yakni: distribusi secara komersial dan mengikuti
mekanisme pasar serta sistem distribusi yang bertumpu
pada aspek keadilan sosial masyarakat.
1. Sistem distribusi yang berlangsung melalui proses ekonomi (Mekanisme Pasar)
Yakni mekanisme yang dihasilkan dari proses tukar-menukar dari para pemilik barang dan jasa. Mekanisme ini diterangkan
dalam firman Allah Swt:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
لا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً
عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُم.
Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.” (Qs.
al-Nisa’ [4]: 29).
Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.” (Qs.
al-Nisa’ [4]: 29).
Tidak sekadar diizinkan, Islam juga menetapakan berbagai hukum yang mengatur mekanisme ini. Berbagai tindakan yang dapat mengakibatkan deviasi harga dan merugikan para pelaku jual-beli dilarang. Islam melarang praktik penimbunan barang (al-ihtikâr), sebuah praktik curang yang dapat menggelembungkan harga dan merugikan masyarakat. Demikian pula penimbunan emas dan perak atau alat tukar yang berlaku di tengah masyarakat. Tindakan itu diharamkan Islam (QS al-Taubah [9]: 34).
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ كَثِيرًا
مِنَ الْأَحْبَارِ وَالرُّهْبَانِ لَيَأْكُلُونَ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ
وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ ۗ وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ
وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ
أَلِيمٍ
Sebagai alat tukar (medium of exchange) antara harta satu dengan harta lainnya, antara harta
dengan tenaga, dan antara tenaga satu dengan harta lainnya, uang memiliki
kedudukan amat strategis. Karenanya jika uang itu ditarik dari pasar dan tidak diperoleh
manusia, maka tidak akan berlangsung pertukaran, dan roda ekonomi pun
akan terhenti.
Pematokan harga (al-tasy’îr) yang
biasanya dilakukan pemerintah dikatagorikan sebagai kezhaliman sehingga tidak
boleh dikerjakan. Pematokan harga jelas merusak kaidah ‘an tarâdh[in] (yang dilakukan secara sukarela) antara
pembeli dan penjual. Harga tidak terlahir dari kesepakatan dan kerelaan pembeli
dan penjual, namun oleh pihak lain. Padahal, merekalah yang paling
tahu berapa seharusnya berapa harga barang itu dibeli atau diual. Karena tidak didasarkan pada kemaslahatan
meraka, sangat berpotensi merugikan salah satu atau kedua
belah pihak. Tidak mengherankan jika kebijakan pematokan harga ini rawan
memunculkan ‘pasar gelap atau ilegal’. Demikian pula praktik penipuan,
baik penipuan pada komoditas dan alat pembayarnya (al-tadlîs) maupun
penipuan pada harga (al-ghabn al-fâhisy). Praktik curang itu juga akan
mencipatkan deviasi harga. Pada umumnya, seseorang bersedia melakukan pertukaran barang dan jasa
karena ada unsur kesetaraan. Seorang pembeli bersedia membeli harga
mahal jika komoditasnya bagi. Sebaliknya, dia hanya mau
membeli barang yang buruk dengan murah. Akibat praktik al-tadlîs
-- yakni menutupi keburukan atau cacat pada komoditas; serta
menampakkannya seolah-olah baik membuat pembeli tertipu. Barang
yang seharusnya berharga murah itu melonjak harganya karena ketidaktahuan
pembeli.
Hal
ini juga berkaitan dengan al-ghabn al-fâhisy (penipuan harga). Pembeli atau penjual
memanfatkan ketidaktahuan lawan transaksinya dengan harga yang
terlalu murah atau terlalu mahal. Semua praktik tersebut jelas dapat
mengakibatkan deviasi harga. Berbagai hukum Islam tersebut
jika dipraktikkan akan menciptakan pasar yang benar-benar bersih. Kompetisi
yang sehat dan fair akan mewarnai mekanisme pasar. Para produsen dan
penjual yang menginginkan barangnya berharga
mahal akan kreatif memproduksi dan menjual barang yang benar-benar berkualitas.
Bukan dengan jalan menimbun, menipu, atau menutut pemerintah mematok tinggi harga
barangnya.Kendati telah tercipta pasar yang bersih dan fair, tetap saja ada orang-orang yang tidak mampu
bersaing dan tersingkir dari mekanisme pasar itu.
Perbedaannya dengan sistem
kapitalis adalah tidak adanya unsur interest (bunga) sebagai imbalan uang dan
diganti dengan bagi hasil.
2. Distribusi yang lebih
bernuansa sosial kemasyarakatan (Mekanisme Non Pasar) Yakni sebuah mekanisme yang
tidak dihasilkan dari transaksi pertukaran barang dan jasa. Mekanisme itu
berupa aliran barang dan jasa dari satu pihak kepada pihak lain tanpa
meminta timbal balik. Bentuk-bentuk mekanisme non
pasar ini antara lain:
a) Zakat Infak dan Shadaqah
Mekanisme inilah yang dilakukan kepada orang-orang lemah, miskin, dan kekurangan. Islam menciptakannya untuk memastikan keseimbangan pendapatan di masyarakat. karena tidak semua orang mampu terlibat dalam proses ekonomi karena yatim piatu atau jompo dan cacat tubuh, Islam memastikan distribusi ekonomi bagi mereka dalam bentuk zakat infaq dan shadaqah. Islam mewajibkan orang kaya yang hartanya mencapai nishab untuk membayar zakat. Harta itu disalurkan kepada delapan golongan.
Sebagian
besar adalah untuk orang-orang yang miskin dan membutuhkan
perotolongan. Patut dicatat, pembayaran zakat itu tidak harus
menanti kesadaran orang-perorang. Negara juga harus pro aktif mengambilnya dari
kaum Muslim (QS al-Taubah [9]: 103), sebagaiman ayang
dilakukan Khalifah Abu Bakar dahulu. Beliau pernah memerangi orang yang menolak untuk membayar
zakat. Selain zakat yang diwajibkan, ada juga infak dan sedekah yang disunnahkan. Pemberian itu dilakukan
tanpa mengharap pengembalian. Demikian pula hibah, hadiah, dan wasiat.
Pemberian harta kepada orang lain itu juga sangat dianjurkan. Pembagian harta
waris juga dapat dimasukkan dalam mekanisme non pasar.
b)Warisan
Dengan warisan, Islam hendak memastikan bahwa asset dan kekuatan ekonomi tidak boleh terpusat pada seseorang saja betapapun kayanya dia. Jika si bapak meninggal maka anak, istri, ibu, bapak, kakek, dan kerabat lainnya akan kebagian peninggalannya. Sistem distribusinya pun sudah diatur secara sistematis dan kompleks dalam disiplin ilmu faraidh, yang tiada taranya dalam agama atau sistem ekonomi lain. Untuk memastikan keseimbangan famili non-famili Islam juga melengkapinya dengan wasiat yang boleh diberikan kepada non famili dengan catatan tidak lebih dari 1/3. Ini pun untuk memproteksi kepentingan ahli waris juga.
c)Wakaf
Bentuk dan caranya bisa sangat banyak sekali, dari mulai gedung, uang tunai, buku, tanah, bahan bangunan, kendaraan, saham serta aset-aset produktif lainnya. Berbeda dengan yang lainnya, waqaf tidak dibatasi oleh kaya miskin atau pertalian darah serta kekerabatan. Waqaf adalah fasilitas umum siapapun boleh menikmatinya. Subhanallah Maha Agung Allah dengan sistemnya. Bukan hanya individu. Mekanisme nonpasar bisa juga dilakukan oleh negara. Negara bisa memberikan tanah kepada warganya. Dalam istilah fiqh, kebijakan itu dikenal dengan iqthâ’.
B. Prinsip-prisip Distribusi Dalam Islam
Kapitalisme tumbuh dan berkembang dari Inggris pada abad ke-18, kemudian menyebar ke Eropa Barat dan Amerika Utara sebagai akibat dari perlawanan terhadap ajaran gereja yang pada akhirnya aliran ini merambah ke segala bidang termasuk bidang ekonomi. Dasar filosofis pemikiran ekonomi Kapitalis bersumber dari tulisan Adam Smith pada tahun 1776 dalam bukunya yang berjudul An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations. Pada dasarnya isi buku tersebut sarat dengan pemikiran pemikiran tingkah laku ekonomi masyarakat. Dari dasar filosofi tersebut kemudian menjadi sistem ekonomi dan pada akhirnya mengakar menjadi ideologi yang mencerminkan suatu gaya hidup(wayoflife).
Landasan
atau system nilai (value based) yang membentuk kapitalisme adalah
sekulerisme dan materialisme, yang mana sekulerisme berusaha untuk memisakan
ilmu pengetahuan dari agama dan bahkan mengabaikan dimensi
normatif atau moral yang berdampak kepada hilangnya kesakralan koektif (yang
diperankan oleh agama) yang dapat digunakan untuk
menjamin penerimaan keputusan ekonomi sosial. Sedangkan paham materialisme
cendrung mendorong orang untuk memiliki pemahaman yang parsial tentang
kehidupan dengan menganggap materi adalah segalahnya baginya.
System ekonomi yang berkembang dikalangan kaum kapitalis adalah implementasi dari
nilai-nilai sekularisme yang mendasari ideology mereka. Sekularisme merupakan
asas ideologi ini, sekaligus menjadi kaidah berpikir dan
kepemimpinan berpikir. Demi keutuhan dan kelanjutan sekularisme, maka dalam
ideologi kapitalisme harus menjamin dan mempertahankan kebebasan individu,
yaitu kebebasan beraqidah, kebebasan berpendapat, kebebasan kepemilikan dan kebebasan perilaku.
Di
bawah nilai-nilai kebebasan kepemilikan inilah, dibangun pemikiran cabang
sistem ekonomi kapitalis, artiny akapitalisme telah memandang
bahwasanya manusia hidup di dunia ini bebas untuk mengatur kehidupannya dan
tidak boleh dicampuri oleh agama. Agama hanya boleh hidup di gereja atau di
masjid masjid saja. Dengan demikian, segala aturan
kehidupan masyarakat, termasuk di bidang ekonomi, tidaklah diambil dari agama
tetapi sepenuhnya diserahkan kepada manusia, apa yang dipandang memberikan manfaat. Dengan azas manfaat (naf’iyyah)
ini, yang baik adalah yang memberikan kemanfaatan material
sebesar-besarnya kepada manusia dan yang buruk adalah yang
sebaliknya. Sehingga kebahagiaan di dunia ini tidak lain adalah terpenuhinya
segala kebutuhan yang bersifat materi, baik itu materi yang
dapat diindera dan dirasakan (barang) maupun yang tidak dapat diindera
tetapi dapat dirasakan (jasa).
Berkaitan
dengan masalah distribusi, system kapitalisme menggunakan asas bahwa
penyelesaian kemiskinan dan kekurangan dalam suatu negara dengan cara
meningkatkan produksi dalam negeri dan memberikan kebebasan bagi penduduk untuk
mengambil hasil produksi (kekayaan) sebanyak yang mereka produksi
untuk negara. Dengan terpecahkannya kemiskinan dalam negeri,
maka terpecah pula masalah kemiskinan individu sebab perhatian mereka pada produksi yang dapat memecah
masalah kemiskinan pada mereka. Maka solusi yang terbaik untuk menyelesaikan
permasalahan masyarakat adalah dengan meningkatkan produksi. Dengan
demikian ekonomi hanya difokuskan pada penyediaan alat yang
memuaskan kebutuhan masyarakat secara makro dengan cara menaikkan tingkat produksi dan
meningkatkan pendapatan nasional (national income), sebab dengan banyaknya
pendapatan nasional maka seketika itu terjadilah pendistribusian
pendapatan dengan cara membertikan kebebasan memiliki dan kebebasan
berusaha bagi semua individu masyarakat sehingga setiap individu
dibiarkan bebas
memperoleh kekayaan sejumlah yang dia mampu sesuai dengan faktor-faktor
produksi yang dimilikinya dan memberikan kekayaannya kepada para ahli waris
secara mutlak apabila mereka meninggal dunia.
C. Distribusi Pendapatan Negara Dalam Ekonomi Islam
Sistem distribusi dalam ekonomi Islam memiliki andil bersama sistem
politik syari’ah lainnya dalam merealisasikan tujuan umum syari’at Islam,
distribusi keuangan kelompokkan kepada:
a.
Dakwah dan Penyebaran Islam
b.
Pengelolaan Sumber daya yang
dikuasai negara
c.
Pembayaran Gaji Pegawai
Pemerintahan
d.
Pengembangan Ilmu Pengetahuan
e.
Pembangunan Infastruktur
f.
Pembangunan Armada Perang dan
Kemanan
g.
Penyediaan Layanan Kesejahteraan
Sosial.
D. Keadilan dalam distribusi islam.
Ekonomi Islam mempelajari
perilaku individu yang dituntun oleh ajaran Islam, mulai dari penentuan tujuan
hidup, cara memandang dan menganalisis masalah ekonomi, serta prinsip-prinsip
dan nilai-nilai yang harus dipegang untuk mencapai tujuan tersebut. Berbeda
dengan ekonomi Islam, ekonomi konvensional lebih menekankan pada analisis
terhadap masalah ekonomi dan alternatif solusinya. Dalam pandangan ini, tujuan
ekonomi dan nilai-nilai dianggap sebagai hal yang sudah tetap (given) atau di
luar bidang ilmu ekonomi. Dengan kata lain, ekonomi Islam berbeda dengan
ekonomi konvensional tidak hanya dalam aspek cara penyelesaian masalah, namun
juga dalam aspek cara memandang dan manganalisis terhadap masalah ekonomi.
Islam memandang bahwa
pemahaman materi adalah segalanya bagi kehidupan adalah merupakan pemahaman
yang keliru, sebab manusia selain memiliki dimensi material juga memiliki
dimensi non material (spiritual). Dalam ekonomi Islam, kedua dimensi tersebut
(material dan spiritual) termasuk didalamnya, sebagaimana tercermin dari nilai
dasar (value based) yang terangkum dalam empat aksioma sebagaimana dikemukakan
oleh Naqvi (2003: 37), yaitu kesatuan/Tauhid (unity), keseimbangan
(equilibrium), kehendak bebas (free will) dan tanggung jawab (responsibility).
Pertama, penekanan Islam
terhadap kesatuan/tauhid (unity) merupakan dimensi vertikal yang menunjukkan
bahwa petunjuk (hidayah) yang benar berasal dari Allah SWT.
Kedua, dimensi horisontal
Islam yaitu keseimbangan (equilibrium) yang menuntut terwujudnya
keseimbangan masyarakat, yaitu adanya kesejajaran atau kesimbangan yang merangkum sebagian besar ajaran etik
Islam, diantaranya adalah pemerataan
kekayaan dan pendapatan, keharusan membantu orang yang miskin dan membutuhkan, keharusan membuat penyesuaian
dalam spektrum hubungan distribusi, produksi dan konsumsi, dan
sebagainya.
Ketiga, kebebasan (free will) yaitu kebebasan yang
dibingkai dengan tauhid, artinya manusia bebas tidak sebebas-bebasnya tetapi
terikat dengan batasan-batasan yang diberikan Allah. Namun demikian agar dapat
terarah dan bermanfaat untuk tujuan sosial dalam kebebasan yang dianugerahkan
Allah tersebut, ditanamkan melalui aksioma keempat yaitu tanggung jawab
(responsibility) sebagai komitmen mutlak terhadap upaya peningkatan
kesejahteraan sesama manusia.
Sistem ekonomi Islam menghendaki bahwa dalam hal
penditribusian harus didasarkan pada dua sendi, yaitu kebebasan dan keadilan
(Qardhawi, 1997: 201). Kebebasan di sini adalah kebebasan yang dibingkai oleh
nilai-nilai tauhid dan keadilan, tidak seperti pemahaman kaum kapitalis, yang
menyatakannya sebagai tindakan membebaskan manusia untuk berbuat dan bertindak
tanpa campur tangan pihak mana pun, tetapi sebagai keseimbangan antara individu
dengan unsur materi dan spiritual yang dimilikinya, keseimbangan antara
individu dan masyarakat serta antara suatu masyarakat dengan masyarakat
lainnya. Sedangkan keadilan dalam pendistribusian ini tercermin dari larangan
dalam al-Qur’an (al-Hasyr: 7) agar supaya harta kekayaan hanya beredar diantara
orang-orang kaya saja, tetapi diharapkan dapat memberi kontribusi kepada
kesejahteraan masyarakat sebagai suatu keseluruhan.
Dalam al-Qur'an disebutkan keadilan adalah tujuan
universal yang ingin dicapai dalam keseimbangan yang sempurna (perfect
equilibrium). Pengertian lain 11 disampaikan oleh al-Farabi dalam Jusmalinai,
dkk (2005: 98) yang menyatakan bahwa keadilan adalah sama dengan keseimbangan.
Dalam tafsir al-Qur'an, perintah adil adalah perintah yang paling dianjurkan
dan harus diterapkan dalam keseluruhan aspek
kehidupan. Sebagaimana dijelaskan dalam QS. Ar-Rahman (55): 7-9 yang
menekankan tentang keadilan di bidang ekonomi. Lebih lanjut nash al-Qur'an (QS.
Al-Hujurat (49), at-Taubah (9), al-Mumtahanah (60): 8, al-Maidah (5): 42,
al-Fajr (89): 20 menjelaskan pentingnya keadilan sosial yang tidak hanya
mencakup keadilan dalam membagi kekayaan individu melainkan juga kekayaan
negara, memberikan kepada pekerja upah yang sesuai dengan jerih payahnya. Keadilan sosial juga berarti mempersempit jurang pemisah
antara individu maupun golongan satu sama lain, dengan membatasi keserakahan
orang-orang kaya di satu sisi dan meningkatkan taraf hidup orang-orang fakir
miskin di sisi lain (Jusmaliani, dkk, 2005: 99-100).
Dengan demikian, sistem distribusi dalam pandangan
ekonomi Islam harus didasarkan pada prinsip-prinsip dasar ekonomi Islam,
diantaranya adalah kebebasan individu, adanya jaminan sosial, larangan menumpuk
harta dan distribusi kekayaan yang adil. Upaya untuk merealisasikan kesejahteraan dan keadilan distribusi tidak
dapat bertumpu pada mekanisme pasar saja. Karena mekanisme pasar yang
mendasarkan pada sistem harga atas dasar hukum permintaan dan penawaran tidak
dapat menyelesaikan dengan baik penyediaan barang publik, eksternalitas,
keadilan, pemerataan distribusi pendapatan dan kekayaan. Untuk itu, diperlukan
adanya peran pemerintah dan masyarakat untuk bersama-sama mewujudkan
kesejahteraan (P3EI UII dan BI, 2008: 83).
Mekanisme sistem
distribusi ekonomi Islam dapat dibagi menjadi dua (2) yaitu mekanisme ekonomi
dan mekanisme non-ekonomi. Mekanisme ekonomi meliputi aktivitas ekonomi yang
bersifat produktif, berupa berbagai kegiatan pengembangan harta dalam akad-akad
mu'amalah, seperti membuka kesempatan seluas-luasnya bagi berlangsungnya
sebab-sebab kepemilikan individu dan pengembangan harta melalui investasi,
larangan menimbun harta, mengatasi peredaran dan pemusatan kekayaan di
segelintir golongan, larangan kegiatan monopoli, dan berbagai penipuan dan
larangan judi, riba, korupsi dan pemberian suap.
Pemerintah berperan dalam mekanisme ekonomi, yang secara
garis besar dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu pertama, peran
yang berkaitan dengan implementasi nilai dan moral Islam; kedua, peran yang
berkaitan dengan teknis operasional mekanisme pasar; dan ketiga, peran yang
berkaitan dengan kegagalan pasar (P3EI UII dan BI, 2008: 84). Ketiga peran ini
diharapkan akan mampu mengatasi berbagai persoalan ekonomi karena posisi
pemerintah tidak hanya sekedar sebagai perangkat ekonomi, tetapi juga memiliki
fungsi religius dan sosial.
Sedangkan mekanisme non-ekonomi adalah mekanisme yang
tidak melalui aktivitas ekonomi produktif melainkan melalui aktivitas
non-produktif, seperti pemberian hibah, shodaqoh, zakat dan warisan. Mekanisme
non-ekonomi dimaksudkan untuk melengkapi mekanisme ekonomi, yaitu untuk
mengatasi distribusi kekayaan yang tidak berjalan sempurna, jika hanya
mengandalkan mekanisme ekonomi semata.
Mekanisme non-ekonomi diperlukan, baik disebabkan adanya
faktor penyebab yang alamiah maupun non-alamiah. Faktor penyebab alamiah,
seperti keadaan alam yang tandus atau terjadinya musibah bencana alam. Semua
ini akan dapat menimbulkan terjadinya kesenjangan ekonomi dan terhambatnya
distribusi kekayaan kepada orang-orang yang memiliki keadaan tersebut. Dengan13
mekanisme ekonomi biasa, distribusi kekayaan tidak dapat berjalan karena
orangorang yang memiliki hambatan yang bersifat alamiah tadi tidak dapat
mengikuti kompetisi kegiatan ekonomi secara normal, sebagaimana orang lain.
Jika hal ini dibiarkan saja, orang-orang yang tertimpa musibah (kecelakaan,
bencana alam dan sebagainya) makin terpinggirkan secara ekonomi dan rentan
terhadap perubahan ekonomi, yang selanjutnya dapat memicu munculnya problema
sosial, seperti kriminalitas (pencurian, perampokan), tindakan asusila
(pelacuran) dan sebagainya.
Mekanisme non-ekonomi
juga diperlukan karena adanya faktor penyebab non-alamiah, seperti adanya
penyimpangan mekanisme ekonomi. Penyimpangan mekanisme ekonomi, seperti
monopoli, penyimpangan distribusi, penimbunan, dan sebagainya dapat menimbulkan
ketimpangan distribusi kekayaan. Untuk itu, diperlukan peran pemerintah untuk
mengatasi berbagai permasalahan ekonomi ini.
Bentuk-bentuk
pendistribusian harta dengan mekanisme non-ekonomi ini antara lain adalah:
1. Pemberian harta negara kepada warga negara yang dinilai memerlukan.
2. Pemberian harta zakat yang dibayarkan oleh muzakki kepada para mustahik.
3. Pemberian infaq, shadaqoh, wakaf, hibah dan hadiah dari orang yang mampu
kepada yang memerlukan.
4. Pembagian harta waris kepada ahli waris, dan lain-lain.
E. Kesimpulan
Distribusi adalah suatu
proses penyampaian barang atau jasa dari produsen ke konsumen dan para pemakai.
Pembahasan mengenai pengertian dan makna distribusi tidak lepas dari konsep
moral ekonomi yang dianut. Sistem distribusi dalam ekonomi Islam memiliki andil bersama sistem
politik syari’ah lainnya dalam merealisasikan tujuan umum syari’at Islam.
Ekonomi Islam mempelajari perilaku individu yang dituntun oleh ajaran
Islam, mulai dari penentuan tujuan hidup, cara memandang dan menganalisis
masalah ekonomi, serta prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang harus dipegang
untuk mencapai tujuan tersebut.
BAB 12
POLITIK EKONOMI ISLAM
A. Sejarah dari Politik Ekonomi Islam
Sejarah Politik Ekonomi Islam
sebebnarnya sudah terjadi pada masa Nabi Muhmmad SAW, setelah menjabat pemimpin
kota Madinah banyak perubahan yang dilakukan Nabi untuk mengubah Madinah
menjadi kota yang lebih baik, mulai dari perekonomian dan juga politik
pemerintahan semua itu dilakukan agar kesejahteraan masyarakat daat dicapai.
Setelah Nabi Muhammad SAW Wafat politik ekonomi islam juga dilakukan oleh para
Khulafaur Rasidin dari mulai Abu Bakar sampai Ali bin Abi Tholib.
1.
Masa Abu Bakar
Setelah Rasulullah wafat, kaum
muslimin mengangkat Abu Bakar menjadi khalifah pertama. Abu Bakar mempunyai
nama lengkap Abdullah bin Abu Quhafah al-Tamimi. Masa pemerintahan Abu Bakar
tidak berlangsung lama, hanya sekitar dua tahunan. Dalam kepemimpinannya Abu
Bakar banyak menghadapi persoalan dalam negerinya, di antaranya kelompok
murtad, nabi palsu, dan pembangkang membayar zakat. Berdasarkan musyawarah
dengan para sahabat yang lain, ia memutuskan untuk memerangi kelompok tersebut
melalui apa yang disebut sebagai perang Riddah (perang melawan
kemurtadan) (Yatim, 2000).
Sebelum menjadi Khalifah Abu
Bakar tinggal di Sikh yang terletak di pinggiran kota Madinah. Setelah berjalan
6 bulan dari kekhalifahannya, Abu Bakar pindah ke pusat kota Madinah dan
bersamaan dengan itu sebuah Baitul Mal dibangun. Sejak menjadi khalifah,
kebutuhan keluarganya diurus oleh kekayaan dari Baitul Mal ini. Abu Bakar diperbolehkan
mengambil dua setengah atau dua tiga perempat dirham setiap harinya dari Baitul
Mal dengan beberapa waktu. Ternyata tunjangan tersebut kurang mencukupi
sehingga ditetapkan 2000 atau 2500 dirham dan menurut keterangan 6000 dirham
per tahun (Al-Usairy, 2006).
Namun di sisi lain, beberapa
waktu menjelang wafatnya Abu Bakar, ia banyak menemui kesulitan dalam
mengumpulkan pendapatan negara sehingga ia menayakan berapa banyak upah atau
gaji yang telah diterimanya. Ketika diberitahukan bahwa jumlah tunjangannya
sebesar 8000 dirham, ia langsung memerintahkan untuk menjual sebagian besar
tanah yang dimilikinya dan seluruh hasil penjualannya diberikan kepada negara.
Juga, Abu bakarr mempertanyakan tentang berapa banyak fasilitas yang telah
dinikmatinya selama menjadi khalifah. Ketika diberitahukan tentang
fasilitasnya, ia segera menginstruksikan untuk mengalihkan semua fasilitas
tersebut kepada pemimpin berikutnya nanti (Karim, 2004).
Dalam menjalankan pemerintahan
dan roda ekonomi masyarakat Madinah Abu Bakar sangat memperhatikan keakuratan
perhitungan zakat. Abu Bakar juga mengambil langkah-langkah yang strategis dan
tegas untuk mengumpulkan zakat dari semua umat Islam termasuk Badui (a’rabi)
yang kembali memperlihatkan tanda-tanda pembangkangan membayar zakat
sepeninggal Rasulullah saw. Dalam kesempatan yang lain Abu Bakar
mengintruksikan pada pada amil yang sama bahwa kekayaan dari orang yang berbeda
tidak dapat digabung, atau kekayaan yang telah digabung tidak dapat dipisahkan.
Hal ini ditakutkan akan terjadi kelebihan pembayaran atau kekurangan penerimaan
zakat. Hasil pengumpulan zakat tersebut dijakan sebagai pendapatan negara dan
disimpan dalam Baitul Mal untuk langsung didistribusikan seluruhnya kepada kaum
Muslimin hingga tidak ada yang tersisa (Karim, 2006)
Prinsip yang digunakan Abu
Bakar dalam mendistribusikan harta baitul mal adalah prinsip kesamarataan,
yakni memberikan jumlah yang sama kepada semua sahabat Rasulullah saw. dan
tidak membeda-bedakan antara sahabat yang terlebih dahulu memeluk Islam dengan
sahabat yang kemudian, antara hamba dengan orang merdeka, dan antara pria
dengan wanita. Dengan demikian, selama masa pemerintahan Abu Bakar, harta
Baitul mal tidak pernah menumpuk dalam jangka waktu yang lama karena langsung
didistribusikan kepada seluruh kaum Muslimin, bahkan ketika Abu Bakar wafat,
hanya ditemukan satu dirham dalam perbendaharaan negara. Seluruh kaum Muslimin
diberikan bagian hak yang sama dari hasil pendapatan negara. Apabila pendapatan
meningkat seluruh kaum muslimin mendapat manfaat yang sama dan tidak ada
seorangpun yang dibiarkan dalam kemiskinan (Karim, 2006).
2. Masa
Umar bin Khattab
Umar bin Khattab merupakan
pengganti dari Abu Bakar. Untuk pertama kalinya, pergantian kepimpinan
dilakukan melalui penunjukan. Berdasarkan hasil musyawarah antara pemuka
sahabat memutuskan untuk menunjuk Umar bin al-Khattab sebagai khalifah Islam
kedua. Keputusan tersebut diterima dengan baik oleh kaum Muslimin. Setelah
diangkat menjadi khalifah, Umar bin Khattab menyebut dirinya sebagai Khalifah
Khalafati Rasulillah (Pengganti dari Pengganti Rasulillah). Umar juga
memperkenal istilah Amir al-Mu’minin (Komandan orang-orang yang beriman)
kepada para sahabat pada waktu itu (Yatim, 2000).
Pemerintahan umar berlangsung
sepuluh tahun. Banyak kebijakan-kebijakan yang dilakukan pada masa Umar,
termasuk dibidang perekonomian pemerintah. Pada masa Umar ini banyak daerah-daerah
disekitar Arab telah dikuasai Islam, termasuk daerah Persia dan Romawi (Syiria,
Palistina dan Mesir). Atas keberhasilan dan menguasai wilayah-wilayah yang
diluar wilayah jazirah Arabia ini, Umar dijuluki sebagai The Saint Paul of
Islam (Karim, 2006).
Dalam pemerintahannya ini,
banyak hal yang menjadi kebijakan Umar terkait dengan perekonomian masyarakat
Muslim pada waktu itu, di antaranya: Pertama, pendirian Lembaga Baitul
Mal. Seiring dengan perluasan daerah dan memenangi banyak peperangan, pendapatan
kaum muslimin mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini memerlukan
perhatian khusus dalam pengelolaannya, agar dapat dimanfaatkan secara benar,
efektif dan efisien. Setelah mengadakan musyawarah dengan para pemuka sahabat,
maka diputuskan untuk tidak menghabiskan harta Baitul Mal sekaligus, akan
tetapi dikeluarkan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan masyarakat
didasarkan atas musyawarah.
Dalam pemerintahan Khalifah
Umar, Baitul Mal berfungsi sebagai pelaksana kebijakan fiskal negara Islam dan
Khalifahmerupakan pihak yang berkuasa penuh terhadap harta Baitul Mal. Namu
demikian, Khalifah tidak diperbolehkan menggunakan harta Baitul Mal untuk
kepentingan pribadi. Dalam hal ini, tunjangan Umar sebagai Khalifah untuk
setiap tahunnya adalah tetap, akni sebesar 5000 dirham, dua stel pakaian yang
biasa digunakan untuk musim panas (shaif) dan musim dingin (syita’) serta
serta seekor binatang tunggangan untuk menunaikan ibadah haji (Karim, 2004).
Pada masa ini harta Baitul Mal
dianggap sebagai harta kaum Muslimin, sedangkan Khalifah dan para amil hanya
berperan sebagai pemegang amanah. Dengan demikian, negara bertanggung jawab
untuk menyediakan makanan bagi para janda, anak-anak yatij, serta anak-anak
terlantar; membiayai penguburan orang-orang miskin; membayar utang-utang yang
bangkrut; membayar uang diyat untuk kasus-kasus tertentu, seperti membayar
diyat prajurit Shebani yang membunuh seorang Kristianiuntuk menyelamatkan
nyawanya; serta memberikan pinjaman tanpa bunya untuk tujuan komersial, seperti
kasus Hind bint Ataba (Karim, 2004).
Kedua, Pajak Kepemilikan tanah (Kharaj). Pada zaman
Khalifah Umar, telah banyak perkembangan admistrasi dibanding pada masa
sebelumnya. Misal, kharaj yang semula belum banyak di zaman Rasulullah
tidak diperlukan suatu sistem administrasi. Sejak Umar menjadi Khalifah,
wilayah kekuasan Islam semakin luas seiring dengan banyaknya daerah-daerah yang
berhasil ditaklukkan, baik melalui peperangan maupun secara damai. Hal ini
menimbulkan berbagai permasalahan baru. Pertanyaan yang paling mendasar dan
utama adalah kebijakan apa yang akan diterapkan negara terhadap kepemilikan
tanah-tanah yang berhasil ditaklukkan tersebut. Para tentara dan beberapa
sahabat terkemuka menuntut agar tanah hasil taklukan tersebut dibagikan kepada
mereka yang terlibat dalam peperangan sementara sebagian kepada mereka yang
terlibat dalam peperangan sementara sebagian kaum Muslimin yang lain menolak
pendapat tersebut (Karim, 2004).
Dari berbagai perdebatan dan
musyawarah itu akhirnya Umar memutuskan untuk memperlakukan tanah-tanah
tersebut sebagai fai, dan prinsip yang sama diadopsi untuk kasus-kasus
yang akan datang. Sayyidina Ali tidak hadir dalam pertemuan tersebut karena
sedangan menggantikan posisi Umar sebagai Khalifah di Madinah. Diriwayatkan bahwa
Ali tidak sependapat dengan pandangan Umar seluruhnya. Ia juga berpendirian
bahwa seluru pendapatan Baitul Mal harus didistribuskan seluruhnya tanpa
menyisakan sedikitpun sebagai cadangan (Karim, 2004).
Umar bin Khattab menyadari
bahwa sektor pertanian sangat signifikan dalam membangkitkan perekonomian
negara. Oleh karena itu, ia mengambil langkah-langkah pengembangannya dan juga
mengembalikan kondisi orang-orang yang bekerja di bidang itu. Dia menghadiahkan
kepada orang-orang yang bekerja dibidang itu. Tetapi siapa saja yang selama 3
tahun gagal mengolahnya yang bersangkutan akan kehilangan hak kepemilikannya
atas tanah tersebut. Orang-orang yang mengungsi, pada waktu terjadi invasi
dapat dipanggil kembali dan dinyatakan boleh menempati kembali tanah mereka.
Abu Yusuf menceritakan tentang keinginan Khaliah memajukan dan membantu
pengembangan pertanian. Pada waktu invansi ke Syiria seorang tentara Muslim
dalam perjalanan melalui telah merusak tanamannya. Mendengar pengaduan ini,
khalifah segera memberi ganti rugi sebesar 10.000 dirham (Sudarsono, 2002).
Ketiga, Zakat. Pada masa pemerintahan Umar bin Khattab, kekayaan
yang dimiliki negara Madinah sudah mulai banyak, berbeda pada awal-awal Islam.
Pada zaman Rasulullah, jumlah kuda yang dimiliki orang Arab masih sedikit,
terutama kuda yang dimiliki oleh Kaum Muslimin. Misalkan, dalam perang badar
kaum Muslim hanya mempunyai dua kuda. Pada saat pengepungan suku Bani Quraizha
(5 H), pasukan kaum Muslimin memiliki 36 Kuda. Pada tahun yang sama, di
Hudaybiyah mereka mempunyai sekitar dua ratus kuda. Karena zakat dibebankan
terhadap barang-barang yang memiliki produktivitas maka seorang buka atau
seekor kuda yang dimiliki kaum Muslimin ketika itu tidak dikenakan zakat
(Karim, 2006).
Pada generasi selanjutnya,
kuda-kuda sudah mulai banyak, di Syiria Misalkan, kuda-kuda sudah mulai
diternakkan secara besar-besaran di Syiria dan di berbagai wilayah kekuasan
Islam lainnya. Beberapa kuda memiliki nilai jual tinggi, bahkan diriwayatkan
bahwa seekor kuda Arab Tabhlabi diperkirakan bernilai 20.000 dirham dan
orang-orang Islam terlibat dalam perdagangan ini. Karena maraknya perdagangan
kuda, mereka menanyakan kepada Abu Ubaidah, Gubernur Syiria ketika itu, tentang
kewajiban membayar zakat kuda dan budak. Gubernur memberitahukan bahwa tidak
ada zakat atas keduanya. Kemudian mereka menguslkan kepada Khalifah agar
ditetapkan kewajiban zakat atas keduanya tetapi permintaan tersebut tidak
dikabulkan. Mereka kemudian mendatangi kembali Abu Ubaidah dan bersikeras ingin
membayar. Akhirnya, Gubernur menulis surat kepada Khalifah dan Khalifah Umar
menanggapinya dengan sebuah instruksi agar Gubernur menarik zakat dari mereka
dan mendistribusikannya kepada para fakir miskin serta budak-budak. Sejak saat
itu, zakat kuda ditetapkan sebesar satu dinar atau atas dasar ad valorem,
sperti satu dirham untuk setiap empah puluh dirham (Karim, 2004).
3. Masa
Utsman bin Affan
Utsman bin Affan merupakan
khalifah ketiga setelah wafatnya Umar bin Khatab. Perluasan daerah kekuasaan
Islam yang telah dilakukan secara masif pada masa Umar bin Khattab diteruskan
oleh Utsman bin Affan. Pada enam tahun pertama kepemimpinannya, banyak negara
yang telah dikuasainya, seperti Balkan, Kabul, Grozni, Kerman dan Sistan.
Setelah negera-negara tersebut ditaklukkan, pemerintahan Khalifah Utsman menata
dan mengembangkan sistem ekonomi yang telah diberlakukan oleh Khalifah Umar.
Khalifah Utsman mengadakan empat kontrak dagang dengan negara-negara taklukan
tersebut dalam rangka mengembangkan potensi sumber daya alam. Aliran air
digali, jalan dibangun, pohon-pohon, buah-buahan ditanam dan keamanan
perdagangan diberikan dengan cara pembentukan organisasi kepolisian tetap untuk
mengamankan jalur perdagangan. KhalifahUtsman membentuk armada laut kaum
Muslimin di bawah komando Muawiyah, hingga berhasil membangun supremasi
kelautannya di wilayah Mediterania (Sudarsono, 2002).
Khalifah Utsman bin Affan
mengambil suatu langkah kebijakan tidak mengambil upah dari kantornya.
Sebaliknya, ia meringankan beban pemerintah dalam hal-hal yang serius, bahkan
menyimpan uangnya di bendahara negara. Hal tersebut menimbulkan kesalahfahaman
dan ketidakcocokan dengan Abdullah bin Arqam, bendahara Baitul Mal. Konflik ini
semakin meruncing ketika ia tidak hanya membuat Abdullah menolak upah dari pekerjaannya,
tetapi juga menolak upah dari pekerjaannya, tetapi juga menolak hadir pada
setiap pertemuan publik yang dihadiri Khalifah. Permasalahan tersebut semakin
rumit ketika muncul berbagai pernyataan kontroversional mengenai pembelanjaan
harta Baitul Mal yang tidak hati-hati (Karim, 2004).
Kebijakan lain yang dilakukan
Utsman terkait perekonomian adalah tetap mempertahankan sistem pemberian
bantuan dan santunan serta memberikan sejumlah besar uang kepada masyarakat
yang berbeda-beda. Meskipun meyakini prinsip persamaan dalam memenuhi kebutuhan
pokok masyarakat, ia memberikan bantuan yang berbeda pada tingkat yang lebih
tinggi. Dalam hal pengeloaan zakat, Utsman mendelegasikan kewenangan menaksir
harta yang dizakati kepada pemiliknya masing-masing. Hal ini dilakukan untuk
mengamankan zakat dari berbagai gangguan dan masalah dalam pemeriksaan kekayaan
yang tidak jelas oleh beberapa oknum zakat. Di sisi lain, Utsman berpendapat
bahwa zakat hanya dikenakan terhadap harta milik seseorang setelah dipotong
seluruh utang-utang yang bersangkutan. Ia juga mengurangi zakat dari dana
pensin (Karim, 2004).
Ada perbedaan antara kebijakan
fiskal Khalifah Utsman bin Affan dengan sebelumnya. Utsman tidak memiki
kebijakan kontrol harga. Pada khalifah sebelumnya, ia tidak menyerahkan tingkat
harga sepernuhnya kepada pada pengusaha, tetapi berusaha untuk tetap memperoleh
informasi yang akurat tentang kondisi harga di pasaran, bahkan terhadap harga
dari suatu barang yang sulit dijangkau sekalipun. Utsman bin Affan berusaha
mendiskusikan tingkat harga yang sedang berlaku di pasaran dengan seluruh kaum
Muslimin di setiap selesai melaksanakan shalat berjamaah (Karim, 2004).
Memasuki paruh kedua
kepemimpinannya yaitu enam tahun kedua masa pemerintahan Utsman bin Affan,
tidak terdapat perubahan situasi ekonomi yang cukup signifikan. Berbagai
kebijakan Khalifah Utsman banyak menguntungkan keluarganya (terkesan nepotisme)
telah menimbulkan benih kekecewaan yang mendalam pada sebagian besar kaum
Muslimin. Akibatnya, pada masa ini, pemerintahannya lebih banyak diwarnai
kekacauan politik yang berakhir dengan terbunuhnya sang Khalifah (Karim, 2004).
4. Masa Ali bin Abi
Thalib
Ali bin Abi Thalib merupakan
khalifah keempat menggantikan Utsman bin Affan yang terbunuh. Ali mempunyai
gelar karramahu wajhah. Ia menikah dengan putri Rasulullah Fatimah
al-Zahra dikarunia dua putra yaitu Hasan dan Husain. Pada masa Ali, merupakan
masa pemerintahan tersulit yang harus dilampaui karena karena masa-masa itu
merupakan masa paling kritis berupa pertentangan antar kelompok (Sudarsono,
2002). Muncul pula pada waktu itu tuntutan para sahabat untuk menelisik siapa
sebenarnya orang yang membunuh Utsman bin Affan.
Khalifah Ali merupakan salah
satu khalifah yang sederhana, ia dengan suka rela menarik dirinya dari daftar
penerima bantuan Baitul Mal (kas negara), bahkan menurut yang lainnya dia
memberikan 5000 dirham setiap tahunnya. Apapun faktanya hidup Ali sangat
sederhana dan ia sangat ketat dan rigit dalam menjalankan keuangan negara.
Suatu hari saudaranya Aqil datang kepadanya meminta bantuan uang, tetapi Ali
menolak karena hal itu sama dengan mencuri uang milik masyarakat (Sudarsono,
2002).
Di antara kebijakan ekonomi
pada masa pemerintahannya, ia menetapkan pajak terhadap para pemilik hutan
sebesar 4000 dirham dan mengizinkan Ibnu Abbas, gubernur Kufah, memungut zakat
terhadap sayuran segar yang akan digunakan sebagai bumbumasakan. Pada sama
pemerintahannya juga, Ali mempunyai prinsip bahwa pemerataan distribusi uang
rakyat yang sesuai dengan kapasitasnya. Sistem distribusi setiap pecan sekali
untuk pertama kalinya diadopsi hari kamis adalah hari pendistribusian atau hari
pembayaran. Pada hari itu, semua penghitungan diselesaikan dan pada hari Sabtu
dimulai penghitungan baru. Cara ini mungkin solusi yang terbaik dari sudut
pandang hukum dan kontribusi negara yang sedang berada dalam masa-masa transisi
(Karim, 2006).
Ada persamaan kebijakan ekonomi
pada masa Ali bin Abi Thalib dengan khalifah sebelumnya. Pada masa Ali alokasi
pengeluaran kurang lebih masih tetap sama sebagaimana halnya pada masa
pemerintahan Khalifah Umar. Pengeluaran untuk ankatan laut yang ditambah
jumlahnya pada masa Khalifah Utsman dihilangkan karena sepanjang garis pantai
Syiria, Palestina, dan Mesir berada di bawah kekuasaan Muawiyah. Namun
demikian, dengan adanya penjaga malam dan patrol yang telah terbentuk sejak
masa pemerintahan Khalifah Umar, Ali membentuk polisi yang terorganisasi secara
resmi yang disebut syurthah dan pemimpinnya diberi gelar shahibu al-sulthah
(Karim, 2006).
Keistimewaan khalifah Ali dalam
mengatur strategi pemerintahan adalah masalah admistrasi umum dan
masalah-masalah yang berkaitan dengannya tersusun secara rapi. Konsep penataan
administrasi ini dijelaskan dalam suratnya yang terkenal yang ditujukan kepada
Malik Ashter bin Harits. Surat yang panjang tersebut antara lai mendekripsikan
tugas, kewajiban serta tanggung jawab para penguasa dalam mengatur berbagai
prioritas pelaksaaan dispensasi keadilan serta pengawasan terhadap para pejabat
tinggi dan staf-stafnya. Dalam surat itu juga disebutkan kelebihan dan
kekuarangn para jaksa, hakim, dan abdi hukum lainnya; selain itu juga
menjelaskan pendapatan pegawai admisitrasi dan pengadaan perbendaharaan. Dalam
suratnya juga disebutkan bagaimana berhubungan dengan masyarakat sipil, lembaga
peradilan dan angkatan perang. Selanjutnya, Ali menekankan Malik agar lebih
memperhatikan kesejahteraan para prajurit dan keluarga dan diharapkan
berkomunikasi langsung dengan masyarakat melalui pertemuan terbuka, terutama
dengan orang-orang miskin (Karim, 2006)
B. Devinisi dari Politik Ekonomi Islam
Politik
ekonomi islam merupakan kebijakan-kebijakan yang berpihak pada ekonomi islam
yang diterapkan dalam sebuah negara (Itang, 2015 :27). Kebijakan-kebijakan itu
muncul akibat terpuruknya praktek system ekonomi yang sudah diterapkan. Praktek
ribawi, judi, ghoror menimbulkan kegelisahan pada masyarakat untuk mencari
system alternative, disamping keyakinan masyarakat yang tidak lepas dari agama
yang dipeluknya. Persoalan ekonomi dalam masyarakat tidak lepas dari politik,
sebab kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah mesti menyentuh kepada
persoalan masyarakat itu sendiri yang melibatkan Negara. Menurut Abdurrahman al-Maliki, politik ekonomi
islam adalah menjamin pemenuhan semua kebutuhan primer setiap individu maupun
kebutuhan-kebutuhan sekundernya sesuai dengan kadar kemampuannya sebagai
individu yang hidup dalam suatu masyarakat dengan gaya hidup tertentu. Dengan
demikian, islam memandang setiap orang secara individual, bukan secara kolektif
sebagai komunitas yang hidup dalam sebuah Negara. Asas politik ekonomi islam
menurut al-Maliki terdiri empat asa yaitu : 1). Setiap orang secara individual
perlu dipenuhi berbagai kebutuhannya; 2). Kebutuhan primer setiap manusia harus
dipenuhi secara menyeluruh; 3). Usaha mencari rizki hukumnya mubah/halal; 4). Nilai-nilai
luhur harus mendominasi semua interaksi yang terjadi antar individu
ditengah-tengah masyarakat.
Dinamika
kondisi kehidupan saat umat islam menyampaikan aspirasinya untuk mendirikan
lembaga keuangan berdasarkan prinsip-prinsip islam. Hal demikian akan semakin
memperkuat kehadiran perbankan islam sebagai kekuatan politik ekonomi islam.
Ditandai dengan ditetapkan UU No.7 tahun 1992 tentang perbankan, dimana bank
bagi hasil diakomodasikan. Adapun pada tanggal 1 Nopmber 1991 ditandatangi Akte
Pendirian PT. Bank Muamalat Indonesia (BMI). Kemudian seiring berjalannya
waktu, perbankan islam di Indonesia terus berkembang pesat. Terlebih pada era
reformasi setelah lahirnya UU No 10 tahun 1998, sebagai amandemen UU No 7 tahun
1992, dimana dibukanya peluang perbankan konvensional menjadi bank syariah. Ini
adalah bentuk reformasi yang ditempuh oleh masyarakat perbankan untuk
pertumbuhan dan pekembangan perbankan syariah baik di sisi lembaga maupun
prodaknya yang dicita-cita sejak lama. Awal terbentuknya UU No. 10 tahun 1998,
karena UU No 7 tahun 1972 yang berlaku saat itu belum memberikan akomodasi
perkembangan perbankan syariah secara leluasa baik dari jumlah jaringan kantor
muapun volume kegiatan usahanya. Upaya mendorong pengembangan bank syariah
dilaksanakan dengan memperhatikan bahwa sebagian masyarakat muslim Indonesia
menantikan suatu system perbankan syariah yang sehat dan terpercaya untuk
mengatasi kebutuhan terhadap layanan jasa perbankan yang sesuai dengan tujuan
pendirian bank syariah.
C. Konsep Ekonomi Islam
Perbedaan yang mendasar konsep
ekonomi Islam dengan konsep ekonomi umum adalah terletak pada hubungan vertikal
kepada Sang Pencipta, yakni Allah SWT. Sesuai dengan tujuan manusia itu
diciptakan yaitu semata untuk beribadah kepada-Nya (Q.S.60:62). Konsep ekonomi
Islam menurut Sri-Edi Swasono, yaitu:
1.
Menekankan moralitas dan etika Islam. Moralitas yang dimaksud dengan
pelayanan yang baik, sedangkan etika Islam sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
2.
Menghindari praktek kehidupan ekonomi yang tidak Islami. Praktek kegiatan
ekonomi dalam kehidupan masyarakat perlu dianalisis dengan merelevansikan
dengan prinsip prinsip Islam.
3.
Tidak menafikan ekonomi mainstream. Konsep ekonomi Islam mengembangkan
teori ekonomi yang dapat mentransformasi ekonomi mainstream menjadi ekonomi
yang Islami.
4.
Bebas nilai. Konsep ekonomi Islam mengakui hukum-hukum (bebas nilai) atau
tehnik-tehnik ekonomi (bebas nilai) yang dapat dimanfaatkan untuk memperkokoh
dan melengkapi kajiankajian ekonomi Islam.
5.
Berasaskan keadilan. Dengan asas keadilan merupakan jalan keluar untuk
mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi, pengangguran dan kemiskinan.
Ada
beberapa parameter dasar sistem ekonomi Islam yang dapat diungkap dan
diikhtisarkan sebagai berikut:
1)
Tindakan dan putusan dinilai etis, tergantung pada maksud (tujuan)
individu. Tuhan Maha Mengetahui, karena itu Tuhan mengetahui maksud manusia
secara sempurna.
2)
Maksud baik yang diikuti tindakan
baik dianggap sebagai ibadah (pengabdian). Maksud halal tidak dapat merubah
tindakan haram menjadi halal.
3)
Islam memberikan kebebasan kepada
individu untuk meyakini dan bertindak apapun yang diinginkan, namun tanpa
mengorbankan keadilan dan tanggung jawab.
4)
Iman kepada Allah memberikan
individu kebebasan sempurna dari sesuatu atau seseorang kecuali Allah.
5)
Keputusan yang menguntungkan
mayoritas atau minoritas bukan ukuran etis tidaknya suatu tindakan. Etika bukan
persoalan jumlah.
6)
Islam menggunakan pendekatan sistem
terbuka terhadap etika, tidak tertutup dan berorientasi pada diri sendiri (selforiented).
7)
Keputusan etis didasarkan pada
pemahaman terhadap al- Qur’an dan alam semesta secara bersamaan.
8)
Berbeda dengan sistem etika yang dibangun oleh kebanyakan agama lain, Islam
menganjurkan umat manusia untuk mengamalkan tazkiyah melalui partisipasi aktif
dalam kehidupan dunia.
Ekonomi Islam tidak bersifat fragmental (terpenggal-penggal) akan tetapi merupakan bagian yang
tak terpisahkan dari pandangan hidup Islami. Karena itu sistem ekonomi Islam
bersifat menyeluruh (QS. 2:208). Dalam kaidah perilaku individu, terdapat suatu
keajegan batini (internal consistency) atau ‘adl (=equilibrium).
Aksioma equilibrium
(keseimbangan) ini merupakan inti dari (QS. 2:143). Untuk mengembangkan sistem
ekonomi Islam lebih jauh perlu digali aksioma-aksioma yang mempedomani filsafat
etik Islam, aksioma tersebut yaitu:
a. Kesatuan
Kesatuan
sebagaimana tercermin dalam konsep tauhid memadukan keseluruhan aspek kehidupan
muslim: ekonomi, politik, agama dan sosial menjadi suatu “homogeneous
whole” (keseluruhan homogen), serta
mementingkan konsep konsistensi dan keteraturan yang menyeluruh (sistemik). Islam bergerak untuk memadukan dari perpecahan antara
etika dan ekonomi. Sintesis semacam ini akan menghasilkan konsekuensi perilaku
ekonomi yang stabil dalam masyarakat Islam. Karakter “manusia ekonomi”,8 untuk
memaksimumkan kegunaan (utility)
tersebut, bergantung pada dua batasan khusus yaitu: (1) kelaikkan umum,
dalamhal ini; apakah suatu bundel komoditi dapat dihasilkan guna memenuhi kebutuhan
manusia (kekayaan).9 (2) Kehalalan, ini adalah ciri khas ilmu ekonomi Islam.
Manusia diperintahkan oleh Allah untuk mendapatkan dari kebutuhannya yaitu
harta yang halal (QS. 2:172),10 (QS. 5:88).11 Ayat ini menjelaskan, bahwa yang
dimaksud rizki yang baik-baik yaitu rizki yang halal. Maka setiap yang
dihalalkan Allah adalah rizki yang baik dan setiap yang diharamkan Allah adalah
rizki yang buruk (khabits).
Allah
SWT. telah melimpahkan kepada manusia rizki yang tidak terbatas, namun Allah
juga menetapkan takaran dan ukuran agar manusia tidak melakukan eksploitasi
terhadap sumber-sumber alam dengan cara yang melampaui batas.13 Islam telah
memberikan solusi dalam mengatur perekonomian agar tidak terperosok pada
perbuatan-perbuatan riba. yaitu dengan peraturan serta etika yang mengatur
kegiatan ekonomi. Peraturan dan etika itulah yang membedakan ekonomi yang
dianjurkan al-Qur’an (Islam) dengan ekonomi lainnya.15 Menurut Islam, manusia
ekonomi harus merupakan kesatuan individu, sekaligus kolektif. Prinsip sistem
ekonomi Islam tidak hanya menetapkan pilihan individu dan kolektif, melainkan
juga memberikan prinsip untuk menggabungkan keduanya. Bila pengaruh etika Islam
mengenai pemilikan sumber penghasilan sepenuhnya terpadu dengan ilmu ekonomi,
maka pasti sangat mempengaruhi watak keseimbangan.
b. Keseimbangan
Keseimbangan
(equilibrium; ‘adl)
merupakan dimensi horizontal ajaran Islam yang berkaitan dengan keseluruhan
harmoni dalam alam semesta. Hukum dan tatanan yang dilihat di alam semesta
mencerminkan keseimbangan yang harmonis (QS. 54:49).17 Kebutuhan akan
keseimbangan (balance; equilibrium) ditekankan Allah dengan menyebut umat
muslim sebagai ummatul wasata (umat modern). Keseimbangan dan moderasi, dengan
demikian, merupakan prinsip etis yang mendasar. Lebih jauh prinsip keseimbangan
ini diterapkan pula dalam konteks bisnis. Allah memperingatkan kepada umat
muslim untuk menyempurnakan takaran dan timbangan (QS. 17:35). Keseimbangan
merupakan nilai dasar yang pengaruhnya terlihat pada berbagai aspek tingkah
laku ekonomi muslim, seperti kesederhanaan (moderation). Berhemat dan
menjauhi pemborosan (extrafagance).
Islam telah mewajibkan sirkulasi kekayaan terjadi pada semua anggota
masyarakat, dan mencegah terjadinya sirkulasi kekayaan hanya pada segelintir
orang (QS.59:7). Terjadinya ketidakseimbangan ini juga sangat bergantung dari
sekelompok individu yang kuat, yang menimbun barang di tengah-tengah
keprihatinan masyarakat. Hal ini dilarang oleh Rasulallah sebagaimana haditsnya
yang diriwayatkan oleh Muslim:
c. Kehendak Bebas
Sampai
pada tingkat tertentu, manusia dianugerahi kehendak bebas (free will)
untuk mengarah dan membimbing kehidupannya sendiri sebagai khalifah di bumi.
Berdasarkan aksioma kehendak bebas ini, manusia mempunyai kebebasan untuk
membuat suatu perjanjian termasuk mengingkarinya. Dan tentu saja seorang muslim
yang percaya kepada kehendak Allah akan memuliakan semua janji yang dibuatnya
(QS. 5:1). Perkataan uqud (contract)
merupakan konsep yang multidimensional,
yang berarti (a) kewajiban Ilahi, (b) kewajiban sosial, (c) kewajiban politik,
dan (d) kewajiban berbisnis. Konsep kebebasan dalam Islam yaitu adanya
kebebasan ekonomi individu dalam batasbatasetik yang ditentukan, yang
pengendaliannya oleh Negara (QS. 33:72). Campur tangan pemerintah dalam
kehendak bebas ini, bahwa setiap warga negara mempunyai kebebasan dalam
kegiatan perekonomian dalam batas perencanaan pemerintah. Peran pemerintah
dalam menjalankan perindustrian dan perdagangan besar, hendaknyamengingat untuk
mengalihkan ke tangan individu-individu sesudahdijalankannya dan dipimpinnya
dengan mencapai sukses dan hasil yangmemuaskan.
d. Tanggung Jawab
Kebebasan
tanpa batas adalah suatu hal mustahil, lantaran tidak menuntut tanggung jawab (responsibility, accountability).
Untuk memenuhi tuntutan keadilan dan kesatuan, manusia perlu
mempertanggungjawabkan tindakannya. Allah menekankan konsep tanggung jawab
moral tindakan manusia (QS. 4:123). Tanggung jawab dalam Islam bersifat
berlapis ganda dan memfokus pada tingkat mikro (individual)
maupun tingkat makro (organisasional dan masyarakat). Seorang muslim harus
memikul tanggung jawab terakhirnya atas apa yang diperbuatnya (QS.74:38).
D. Prinsip Dasar Politik Ekonomi Islam
Salah
satu karakteristik sistem ekonomi Islam adalah adanya tuntutan untuk lebih
mengutamakan aspek hukum dan etika bisnis Islami. Dalam sistem ekonomi Islam
terdapat suatu keharusan untuk menerapkan prinsip-prinsip syari’ah dan etika
bisnis yang Islami.
Menurut Khursyid Ahmad, menyatakan bahwa politik
pembangunan ekonomi masyarakat islam mesti berdasarkan kepada prinsip-prinsip
islam. Hasil penelitiannya saat ini negara-negara besar islam belum mampu
melepaskan ketergantungannya baik secara politis maupun ekonomis barat.
Menurutnya konsep kebijakan pembangunan masyarakat islam secara filosofis
adalah; tauhid, rububiyah, khilafah, dan
tazkiyah. KhurshidAhmad, dengan tegas menyatakan bahwa tauhid merupakan
langkah awal dan sebagai dasar penetapan dalam praktik ekonomi di negara islam.
Secara filosofis, prinsip-prinsip ekonomi islam
mencakup atas prinsip ibadah (al-tauhid), persamaan (al-musawat),
kebebasan (al-hurriyat), keadilan (al-„adl), tolong-menolong (al-ta’awun)
dan toleransi (al-tasamuh). Prinsip-prinsip tersebut digunakan oleh lembaga
keuangan syariah sebagai pijakan untuk melaksanakan kegiatan perekonomian.
Sedangkan etika bisnis Islami terkait dengan politik ekonomi Islam yang
mengatur segala bentuk kepemilikan, pengelolaan dan pendistribusian harta antar
individu dan kelompok secara proporsional.
Dalam
prinsip tauhid mengantarkan manusia dalam kegiatan ekonomi untuk meyakini bahwa
harta benda yang berada dalam genggamannya adalah milik Allah SWT. keberhasilan
para pengusaha bukan hanya disebabkan oleh hasil usahanya sendiri tetapi
terdapat partsisipasi orang lain. Tauhid yang akan menghasilkan keyakinan pada
manusia bagi kesatuan dunia dan akhirat. Tauhid dapat pula mengantarkan seorang
pengusaha untuk tidak mengejar keuntungan materi semata-mata, tetapi juga
mendapat keberkahan dan keuntungan yang lebih kekal. Oleh karena itu, seorang
pengusaha dipandu untuk menghindari segala bentuk eksploitasi terhadap sesama
manusia.
Demikian
halnya dengan prinsip keseimbangan akan mengarahkan umat Islam kepada
pencegahan segala bentuk monopoli dan pemusatan kekuatan ekonomi hanya pada
satu tangan atau satu kelompok tertentu saja. Atas dasar ini pula, al-Qur’an
menolak dengan sangat tegas daur sempit yang menjadikan kekayaan hanya berkisar
pada orang atau kelompok tertentu :“Supaya harta itu tidak hanya beredar
pada orang-orang kaya saja dia antara kamu” (QS al-Hasyr: 7). Umat Islam
dilarang tegas melakukan penimbunan dan pemborosan sesuai dengan Qs. At-Taubah:
34. Ayat ini menjadi dasar bagi pemberian wewenang kepada penguasa untuk
mencabut hak-hak milik perusahaan spekulatif yang melakukan penimbunan,
penyelundupan dan yang mengambil keuntungan secara berlebihan, karena
penimbunan mengakibatkan kenaikan harga yang tidak semestinya, “Makan dan
minumlah, tetapi jangan berlebih-lebihan sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang yang berlebih-lebihan” (QS al-„Araf: 31). Pemborosan dan sikap
konsumtif dapat menimbulkan kelangkaan barang-barang yang dapat menimbulkan
ketidakseimbangan yang diakibatkan kenaikan harga-harga. Dalam rangka
memelihara keseimbangan ekonomi, Islam mene-gaskan pemerintah untuk mengontrol
harga-harga yang tidak wajar dan cenderung spekulatif tersebut, yakni dengan
berpegang kepada etika ekonomi Islami. Itulah salah satu pilihan di mana
politik ekonomi Islam mempertimbangkan kepentingan ekononomi yang bersifat umum
(maslahat al-ammah).
E. Politik Ekonomi Islam di Indonesia Era Reformasi
Kebijakan yang dibuat
oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat perjalanannya tidak mulus,
disamping ada beberapa factor pendorong juga ada faktor penghambat. Akan
dijelaskan sebagai berikut:
1. Faktor Pendorong
Faktor
pendorong proses terbentuknya kebijakan-kebijakan lembaga keuangan Islam di
antaranya adalah :
a. Dukungan Penentu Kebijakan
Posisi
legislatif,
yudikatif, dan eksekutif,
adalah seperangkat penentu dan pengelola kebijakan. Perbankan Syariah mampu
menjadi salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi, terwujudnya sistem perbankan
yang sehat dan mensejahterakan umat. Keberadaan Perbankan Syariah telah
memberikan sumbangsih yang cukup signifikan untuk menggerakkan berbagai sistem
perekonomian Indonesia, terutama untuk sektor usaha menengah, kecil, dan mikro
(UMKM). Perbankan Syariah dapat beroperasi secara efisien dan kompetitif serta
tetap mengacu pada demokrasi ekonomi dan prinsip kehati-hatian. Perbankan
Syariah mendorong peengembangan sector riil melalui pembiayaan berdasarkan bagi
hasil untuk kemaslahatan rakyat. UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah disahkan pada tanggal 17 Juni 2008 dalam rapat paripurna DPR yang dimpimpin
Agung Laksono. Hanya Fraksi Partai Damai Sejahtera (FPDS) yang menolak
rancangan Undang-Undang ini dari delapan fraksi. Ini berarti masih lebih banyak
pendukungnya sekitar 99% yang mendukung kebijakan Undang-Undang Perbankan
Syariah. Munculnya kebijakankebijakan Perbankan Syariah seiring semakin
pesatnya pertumbuhan dan perkembangan Perbankan Syariah di masa yang akan
datang, tidak lepas dari dukungan penentu dan pembuat kebijakan.
b. Dukungan Masyarakat Perbankan
Peran ulama dalam masyarakat sangat diperhitungkan,
masih melekat dalam benak masyarakat bahwa ulama merupakan pewaris para Nabi.
Keberadaan para ulama mempunyai pengaruh besar, sebagai orang yang selalu
menyampaikan pesan-pesan agama (fatwa) sesuai tugasnya dalam
tablig atau berdakwah, baik level bawah (masyarakat) maupun atas (pemerintah).
Pesan-pesan agama (fatwa) yang disampaikan
secara individu maupun terorganisir. Secara individu biasanya penyampaian pesan
tersebut terungkap atas nama pribadi, sedang terorganisir pesan ini atas nama organisasi
setelah menemukan kesepakatan bersama. Kumpulan para ulama yang terbentuk dalam
sebuah organisasi adalah MUI (Majlis Ulama Indonesia). MUI sangat berjasa
dalampembentukan kebijakan Perbankan Syariah. Gagasan awal pendirian Perbankan
Syariah ini dicetuskan oleh MUI pada lokakarya yang diselenggarakan di Cisarua,
Bogor pada 19-20 Agustus 1990.
2. Faktor Penghambat
a. Pembuat Kebijakan Tidak Aspiratif
Pembentukan peraturan perundang-undangan
merupakan salah satu syarat dalam rangka pembangunan hukum nasional yang hanya
dapat terwujud apabila didukung oleh cara dan metode yang pasti, baku, dan
standar yang mengikat semua lembaga yang berwenang membuat perundang-undangan.
Peraturan perundang-undangan dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan
persetujuan bersama Presiden. Beberapa hal terhambatnya proses pembuatan
kebijakan lembaga keuangan syariah, yaitu: Pertama,
minoritasnya Fraksi pendukung di DPR; Kedua,
karena kepentingan kelompok bukan kepentingan umat; Kedua,
tidak menampung aspirasi masyarakat.
b. Kepercayaan Masyarakat terhadap Bank
Konvensional Masih Tinggi
Bank konvensional yang berdiri
sejak kemerdekaan Indonesia tentu sudah mendarah daging melekat disetiap
pribadi masyarakat. Tidak bisa dipungkiri sampai saat ini masyarakat Indonesia
masih mempercayai pelayanan bank konvensional, baik dari segi pembiayaan (financing),
penghimpun dana (funding)
dan jasa (servic).
c. Kurangnya SDM
Kurangnya SDM menjadi penghambat
perkembangan lembaga keuangan syariah, untuk itu Bank Indonesia sangat
mendukung berbagai upaya peningkatan kualitas SDM bank syariah tersebut dengan
memfasilitasi berbagai program pelatihan, workshop, seminar maupun Technical Assistance (TA)
yang diperlukan. Misalnya, pelatihan serviceexcellency bagi
front
liners iB (ai-Bi) telah dilakukan oleh Bank
Indonesia.
Kebijakan-kebijakan Ekonomi Islam di Era
Reformasi
1. UU No. 10 tahun 1998 tentang perbankan
2. UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank
Indonesia
3. UU No. 3 tahun 2004 tentang Bank
Indonesia
4. UU No. 24 tahun 2004 tentang Lembaga
Penjamin Simpanan
5. UU No. 19 tahun 2008 tentang Surat
Berharga Syariah Negara
6. UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah
F. Kesimpulan
Dalam politik ekonomi Islam
memberikan daya tawar positif bagi percepatan pembangunan ekonomi karena mampu
memberikan suatu perubahan kesejahteraan dikalangan masyarakat. Dalam
pelaksanaanya lebih mengutamakan aspek hukum, moral keagamaan, menggunakan prinsip-prinsip
islam dan mengutamakan etika bisnis islami. Hal ini dapat secara langung
diterima perkembangannya oleh masyarakat. Politik ekonomi islam mampu menjadi
pijakan agar perekonomian menjadi lebih baik. Adapun dalam pelaksanaanya menggunakan prinsip-prinsip
ekonomi islam yang mencakup atas prinsip ibadah (al-tauhid),
persamaan (al-musawat), kebebasan (al-hurriyat), keadilan (al-„adl),
tolong-menolong (al-ta’awun) dan toleransi (al-tasamuh).
BAB 13
PENERAPAN SISTEM
EKONOMI ISLAM DI BEBERAPA NEGARA DI DUNIA
A. Pengertian Sistem Ekonomi Islam
Sistem
ekonomi islam adalah suatu sistem ekonomi yang didasarkan pada ajaran dan
nilai-nilai islam, bersumber dari Al Quran, As-Sunnah, ijma dan qiyas. Ini
telah dinyatakan dalam surat al maidah ayat (3). Sistem ekonomi islam berbeda
dengan sistem ekonomi kapitalis maupun sosialis, sistem ekonomi islam memiliki
sifat-sifat baik dari sistem ekonomi sosialis dan kapitalis, namun terlepas
dari sifat buruknya.
Ilmu ekonomi islam merupakan ilmu
pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang
diilhami oleh nilai-nilai islam. Ada beberapa pengertian Ekonomi Islam dari
pakar ekonom muslim dalam buku karya M.B Hendrie Anto diantaranya adalah:
Ekonomi Islam adalah suatu ilmu dan aplikasi petunjuk dan aturan syari’ah yang
mencegah ketidakadilan dalam memperoleh dan menggunakan sumber daya material
agar memnuhi kebutuhan manusia dan agar dapat menjalankan kewajibannya kepada
Allah dan masyarakat.
Setelah kita mengetahui apa itu Sistem Ekonmi
Islam, kita juga akan melihat penerapan Sistem Ekonomi Islam di beberapa
negara.
1. Penerapan
Sistem Ekonomi Islam di Singapura
Perkembangan ekonomi Islam di Singapura ditandai
dengan peluncuran sukuk Singapura yang pertama kali. Program keuangan Islam itu
sebenarnya telah direncanakan sejak lama dan ditujukan untuk mempromosikan
perbankan Islam sekaligus menjadikan Singapura sebagai titik jaringan keuangan
Islam baru di wilayah Asia. Sukuk pada
dasarnya melarang pembayaran dan penerimaan bunga, dan bergerak dengan sistem
bagi hasil. Perusahaan yang menerbitkan keuangan syariah melakukan pembayaran
kepada investor menggunakan keuntungan dari bisnis mendasar yang dilakukan
meski adanya bunga tidak bisa dihindari.
Namun demikian ada ketentuan usaha yang tidak boleh
bergerak dalam hal-hal yang diharamkan dalam Islam, seperti alkohol,
pornografi, perdagangan senjata, atau peternakan babi dan penjualan
dagingnya. Pemerintah Singapura berusaha
meyakinkan dunia atau pengusaha bahwa Sukuk yang dijalankan Singapura
berdasarkan struktur Al-Ijarah dan telah dikaji secara mendalam dan
seksama oleh para ulama terkenal. Dalam hal ini merujuk pada Bank Islam Asia
dan Standrad Chartered Bank untuk mendapatkan aturan main sebagai pedoman
agar perbankan berjalan dengan prinsip-prinsip Syariah. Program bernilai total
134 juta dolar (setara lebih dari 1,5 triliun rupiah dengan kurs 1 dolar = Rp.
11.730), memungkinkan bank central menerbitkan ikatan transaksi Islami jika ada
invenstor yang menginginkan. Singapura sendiri yang memiliki mata di pasar
minyak Timur Tengah kini mau tak mau juga mengalami peningkatan tuntutan
terhadap investasi beretika syariah.
Negara berlambang kepala singa yang sudah dikenal
sebagai pusat keuangan Asia Tenggara pun ingin menjadi titik pusat baru dari
industri perbankan Islam global yang berprospek cerah. Singapura berkomitmen
pada pengembangan keuangan Islami," ujar Keat.
Industri keuangan
telah mendorong kami mengembangkan layanan finansial berbasis syariah di atas
kekuatan kami yang telah ada sejak dulu, yakni kekuatan di dunia perbankan,
perdagangan uang, pusat pasar, dan manajemen asset," imbuh Keat panjang
lebar
Tapi Singapura sendiri mengakui
mereka akan menghadapi tantangan besar dari tetangga terdekat, Malaysia yang
sudah menjadi titik pusat jaringan keuangan dan perbankan Islami. Keuangan
Islami memang telah menjadi salah satu sektor dengan pertumbuhan tercepat dalam
industri keuangan global.
"Penerbitan sukuk masih
mendapat penerimaan dari Teluk sebagai salah satu alat yang cenderung dipilih
dalam penanaman modal dan keuangan. Itu terjadi di saat ini ketika proyek
infrastruktur Teluk diperkirakan mencapai nilai 1 triliun dolar," ujar
Afaq Khan, CEO Standard Chartered Saadiq--divisi bisnis perbankan Islam global
dari Standard Chartered Bank.
Sukuk bisa dibilang menjanjikan.
Saat ini pasar sukuk dunia telah mencapai angka 111,9 milyar dolar dalam
delapan tahun terakhir hingga 2008 lalu. Menurut prediksi Pasar Keuangan Islam
Internasional, nilai itu masih diharapkan meningkat menjadi 69 milyar dolar
hanya dalam penerbitan setahun saja pada 2008/2009.
Sedangkan secara global, industri
perbankan Islam yang dimulai hampir tiga dekade lalu telah menghasilkan
pertumbuhan substansial dan menarik perhatian investor dan para bankir penjuru
dunia.
2. Penerapan Sistem Ekonomi Islam di Negara Malaysia
Membicarakan tentang sistem
perbankan Islam, secara tidak langsung akan melibatkan prinsip transaksi yang
berlandaskan Islam. Sejarah telah membuktikan bahwa transaksi Islam telah
dipraktikkan di Tanah Melayu sejak awal abad ke-16. Prinsip ini dapat dilihat
di dalam undang-undang Melaka. Kebanyakan negeri-negeri ketika zaman sebelum
kemerdekaan dipengaruhi oleh undang-undang Melaka termasuk yang melibatkan
aspek transaksi Islam baik secara langsung atau tidak langsung. Pelaksanaan
undang-undang Islam di negeri-negeri tersebut berjalan hingga kedatangan
Inggris.
Walau bagaimanapun, undang-undang
Melaka tidak banyak menyentuh perkara berkaitan dengan muamalat. Pembahasan
mengenai muamalat hanya dinyatakan dalam beberapa pasal saja, yaitu pasal 29 hingga pasal 34. Yang menarik,
dalam pasal 30 Undang-Undang Melaka membahas tentang larangan riba’ dalam soal
jual-beli atau pertukaran dalam urusanperniagaan (Undang-Undang Melaka).
Satu lagi bukti pemakaian prinsip
transaksi Islam adalah aktivitas jual janji (conditional sale).
Aktivitas jual janji menyerupai prinsip transaksi Islam yang dikenali sebagaial-bay’
al-Wafa’. Secara kebahasaan, “bai” berarti “jual beli” dan “al-wafa”
“pelunasan hutang”. Secara terminologis, bai’ al-wafa’ berarti “jual beli bersyarat: barang yang
dijual dapat ditebus kembali jika tenggang waktunya tiba”. Jual beli dalam bai’
al-wafa’ biasanya mengenai barang tak bergerak, seperti tanah dan rumah.
Bentuk jual beli ini muncul pada abad ke-5 H di Bukhara dan Balkh.
Masyarakat Melayu terutama para
petani di Kedah, Perlis, utara Perak dan Kelantan sebelum zaman prapenjajah
telah mengamalkan prinsip bai’ al-wafa’ dalam perniagaan. Amalan
tersebut diamalkan karena mereka tidak mau terlibat dengan pembiayaan pinjaman
yang berasaskan bunga yang berindikasi pada riba’. Budaya akad jual janji ini
telah mendapat perhatian dalam perundangan oleh hakim-hakim Inggeris dalam
keputusan yang dibuat. Hakim memutuskan bahwa tujuan transaksi jual janji ialah
untuk mendapatkan kemudahan kredit (hutang) dan memberikan kepada pemberi
pinjaman (pemberi tanah) bayaran gantirugi yang sepadan tanpa terlibat dengan
bunga (usury) yang dalam ajaran Islam dilarang terlibat dengannya. Amalan jual
janji ini smpai kini masih dipakai dan disahkan oleh undang-undang Malaysia dan
disebutkan dalam Seksyen 4 (2) Kanun Tanah Negara.
Dapat dirumuskan bahwa ketika zaman
sebelum kedatangan penjajah, sistem perbankan Islam belum terbentuk secara
komprehensif. Malah sebuah institusi perbankan yang khusus juga masih belum
terbentuk. Masyarakat ketika itu hanyalah mempraktikkan transaksi-transaksi ringkas dalam
urusan harian mereka seperti jual beli, sistem tukar barang (barter), jual
janji dan lain-lain. Setelah kedatangan penjajah Barat pada abad ke-19, barulah
sistem perbankan mulai diperkenalkan.
Institusi perbankan pertama kali
yang berdiri di Malaysia ialah ‘The Chartered Merchant Bank of India, London
and China‘ yang telah dibentuk oleh penjajah Inggris pada tahun 1859. Bank ini
didirikan untuk membiayai aktivitas pertambangan dan perindustrian serta
menawarkan beberapa kemudahan keuangan bagi perdagangan antarabangsa serta
kemudahan lain pada masa itu. Namun, ketika itu masih belum ada satu institusi
yang khusus mengaplikasikan konsep sistem perbankan Islam di Malaysia. Ide
pengembangan perbankan Islam di Malaysia berlangsung secara berangsur-angsur.
Pembentukan Bank Islam di Malaysia adalah hasil daripada pengalaman yang
dilalui oleh beberapa institusi keuangan Islam lain di Malaysia. Institusi yang
pertama kali mengamalkan konsep transaksi Islam ialah Lembaga Tabung Haji (LTH)
atau sebelum ini dikenali sebagai Perbadanan Wang Simpanan Bakal-Bakal Haji.
Lembaga Tabungan Haji dibentuk pada tahun 1969 dan berfungsi untuk
memperbolehkan orang-orang
Islam menyimpan uang secara bertahapuntuk biaya menunaikan ibadah haji dan
melibatkan diri dalam bidang penanaman modal dalam lapangan perusahaan,
perdagangan, perladangan dan hartanah melalui cara yang halal di sisi Islam.
Selanjutnya mengikuti perkembangan bank-bank Islam di beberapa negara seperti
di Qatar, Mesir, Pakistan dan Iran, umat Islam di Malaysia juga telah
menyuarakan hasrat supaya bank Islam dibentuk di negara ini. Menurut beberapa
pandangan penulis bahwa perkembangan perbankan Islam pada akhir kurun ke-19 dan
awal kurun ke-20 adalah efek daripada proses Islamisasi yang dilakukan oleh
tokoh-tokoh reformis Islam ketika itu yang memberi pengaruh kepada masyarakat
Islam untuk mengamalkan ajaran Islam secara total dalam kehidupan mereka dalam
bidang politik, sosial dan ekonomi. Maka karena itulah bentuk gelombang
pembaharuan dikalangan umat Islam untuk menumbuhkan satu sistem perbankan
Islam.
Oleh karena itu di Malaysia,
beberapa pihak telah meminta kerajaan membentuk sebuah bank Islam dan mengambil
tindakan segera merumuskan undang-undang untuk membentuk bank dan institusi
keuangan yang beroperasi berlandaskan prinsip Islam. Maka pada 30 Julai 1981,
kerajaan telah melantik Jawatankuasa Pemandu Kebangsaan Bank Islam (National
Steering Committee) yang diketuai oleh YM Raja Tan Sri Mohar bin Raja
Badiozaman dan LTH dilantik sebagai urusetia.
Pada bulan Juli 1982, Jawatankuasa
tersebut telah menyerahkan laporan mereka kepada kerajaan. Disamping
merekomendasikan satu kerangka asas untuk sistem perbankan Islam di Malaysia,
ia juga membuat beberapa rekomendasi untuk memberi lisensi serta pengawasan
sebuah bank Islam.Akhirnya untuk membuka jalan dalam pembentukan bank Islam di
Malaysia, kerajaan telah meluluskan Akta Bank Islam 1983 (ABI) dan
mulaidiberlakukan pada 7 April 1983.
Dengan perumusan Akta Bank Islam
1983, maka Bank Islam Malaysia Berhad (BIMB) telah dibentuk pada Juli 1983
sebagai bank Islam pertama di Malaysia dan dimasukkan di bawah Akta Syarikat
1965. Tujuan utama pembentukannya ialah untuk berusaha menjalankan operasi
sebagai bank perdagangan berlandaskan hukum Syarak dan menyediakan kemudahan
kepada semua rakyat. Seperti bank-bank lain, Bank Negara Malaysia (BNM) diberi
kuasa di bawah Akta Bank Islam untuk mengatur bank Islam.
Prinsip dan tujuan BNM untuk
merealisasikan sistem perbankan Islam di seluruh Malaysia, pada Maret 1993
diperkenalkan Skim Perbankan Tanpa Faedah (SPTF). Melalui skim ini, institusi
perbankan konvensional diperbolehkan untuk menawarkan produk dan layanan
perbankan Islam dengan menggunakan prasarana yang telah ada. Pada tahun 1998,
BNM telah menjalankan satu kajian terhadap perbankan Islam dan mendapatkan
penggunaan istilah “SPTF” tidak mencerminkan operasi perbankan Islam yang
dilaksanakan oleh institusi perbankan. Oleh itu BNM telah menggantikan istilah “SPTF”
dengan “Skim Perbankan Islam (SPI)” yang diberlakukan 1 Desember 1998.
Perkembangan sistem perbankan Islam di Malaysia semakin berkembang.Pada 1
Oktober 1999, sebuah bank Islam bernama Bank Muamalat Malaysia Berhad (BMMB)
dibentuk. Ia dianggap sebagai bank Islam kedua di Malaysia setelah adanya usaha
kerajaan untuk memperkuat sektor perbankan Islam bagi memenuhi pertambahan
permintaan masyarakat terhadap pelayanan perbankan Islam.
Dari uraian diatas dapat dirumuskan
bahwa perkembangan sistem perbankan Islam di Malaysia adalah berdasarkan dua
bentuk utama yaitu institusi perbankan Islam secara total seperti BIMB dan BMMB
dan yang kedua ialah institusi perbankan konvensional yang menyertai SPI (Skim
Perbankan Islam) yang diperkenalkan kerajaan. Sistem perbankan Islam di
Malaysia semakin berkembang dari waktu ke waktu. Ini juga sesuai dengan
aspirasi kerajaan untuk menjadikan Malaysia sebagai aktivitas perbankan dan
keuangan Islam yang terbaik di dunia
3. Penerapan Sistem Ekonomi Islam di Negara Eropa
a. Penerapan Sistem Ekonomi Islam di Negara Inggris
Saat
ini telah masuk sistem perekonomian yang baru di Negara-negara Eropa, yaitu
sistem ekonomi syariah yang dimulai pada tahun 2000-an dan terus berkembang
secara positif sampai sekarang. Ini menjadi sistem alternative pada makin
turunnya reputasi kapitalis di Negara-negara Eropa. Pemerintah di Negara-negara
tersebut sangat mendukung segala program dan upaya yang dilakukan oleh
pihak-pihak ekonomi syariah dikarenakan jelasnya tujuan pada sistem ini dalam menangani
permasalahan-permasalahan yang berkaitan erat dengan ekonomi seperti sosial,
yang baurannya merupakan rakyat lemah.
Sistem
ekonomi syariah terus berkembang dengan munculnya satu-per-satu lembaga-lembaga
syariah. Perbankan syariah di Eropa telah berdiri sejak 2004 dan
memiliki 50 ribu nasabah menunjukkan besarnya minat masyarakat terhadap
industri tersebut. Lima bank murni syariah kini beroperasi di London termasuk
lembaga multinasional seperti HSBC yang menjadi pemain kunci sektor perbankan
syariah. London pun menjadi pintu masuk menuju Eropa.
Bank yang merupakan
bank syariah pertama di Eropa adalah IBB (The Islamic Bank of
Britain)atau Bank Islam Britania, didirikan pada
tahun 2004 di Inggris, yang menandakan dimulainya atmosfir sistem
ekonomi syariah di Eropa. Bank ini menunjukan meski berada di pasar
masyarakat menengah, bank syariah masih bisa bersaing dengan bisnis bank
konvensional. Bank tersebut nyata-nyata berani menerapkan margin
kompetitif untuk produk deposito berjangka, bahkan mengalahkan sejumlah bank
konvensional besar di negara itu.
Sebagai
contoh, kita lihat di negara Inggris, yang merupakan negara di Eropa yang
pertama sekali menerapkan sistem ekonomi syariah. Pada dasarnya,
Inggris bukanlah negara Muslim. Namun, negeri Ratu Elizabeth itu tercatat
sebagai negara yang paling maju dalam hal ekonomi syariah. Sebuah studi
mencatat, Inggris sebagai negara yang memiliki bank terbanyak bagi
umat muslim di antara negara Barat lainnya. Aset perbankan syariah yang
mencapai 18 miliar dolar AS (12 miliar pounds) melebihi aset bank syariah
seperti di Pakistan, Bangladesh, Turki, dan Mesir. Hal tersebut pun didukung
oleh 55 universitas dan lembaga pendidikan lainnya di Inggris yang
memiliki pendidikan keuangan syariah. Jumlah tersebut lebih banyak dibanding
negara-negara lainnya. Dan para ahli ekonomi syariah dari beberapa
universitas di negara tersebut pun didatangkan untuk menjadi
pembicara dalam seminar maupun pelatihan di berbagai belahan dunia.
Meski
ekonomi syariah tak berasal dari Negara-negara Eropa, tapi keuangan syariah
telah menemukan tempatnya di Negara-negara Eropa. Tercatat, banyak
negara-negara besar dunia di Eropa (selain Inggris) telah memakai sistem ini,
seperti Perancis, Jerman, Italia.
b.
Jerman
Jerman telah resmi membuka bank
syariah pertama di Frankfurt. Yaitu
Kuveyt Turk, yang menawarkan investasi perbankan halal di tengah populasi
Muslim negara Eropa itu.
Otoritas Jerman secara resmi telah
memberikan izin beroperasinya Kuveyt Turk (KT), yakni bank syariah pertama di
Frankfurt Jerman. “Kami bangga mendapatkan izin ini,” kata Hamad Al-Marzouq,
Ketua Dewan Kuwat Finance House (KFH), induk dari Kuveyt Turk (KT).
Ketua Dewan Kuwait Finance House
(KFH) Hamad Al-Marzouq mengatakan, rencana pembukaan bank syariah, pertama
Jerman yakni Kuveyt Turk, sudah muncul sejak beberapa bulan terakhir.
Menurutnya, KFH adalah induk usaha dari bank Kuveyt Turk ini.
“Kami bangga mendapatkan izin ini. Akhirnya bank
syariah pertama di Jerman resmi dibuka,” kata Hamad dalam sambutannya pada
peresmian bank Kuveyt Turk (KT) di Frankfurt Jerman, Senin 21 Juli 2015,
seperti dilansir dari onislam.net, Kamis (23/7).
Menurutnya, menjalankan perbankan
sesuai syariah Islam sangat penting. Tidak hanya untuk Jerman, yang berusaha
meningkatkan posisi keuangan mereka, tetapi untuk jutaan orang yang ingin
menggunakan bank ini.
Dalam kesempatan yang sama, general
manager KT bank Ugurlu Soylu, mengatakan bank ini diharapkan dapat meningkatkan
perekonomian Jerman secara nyata. ”Perbankan syariah memiliki keunggulan dari
sistem bank konvensional. Kemungkinan risiko kerugian lebih sedikit dan
didistribusikan lebih merata, sehingga potensi kebangkrutan total dari sistem
ini dapat diminimalkan,” papar Soylu.
Dengan Frankfurt sebagai basisnya,
lanjut Soylu, bank ini menargetkan komunitas Muslim terbesar kedua di Eropa,
yang kebanyakan anggotanya adalah keturunan Turki.
Pada saat itu, pemberi pinjaman
mengatakan akan menginvestasikan modal awal sebesar 45 juta euro atau 48,7 juta
dolar di unit Jerman yang direncanakan. Dan selama beberapa tahun terakhir,
pertambahan jasa perbankan atau keuangan syariah tidak terlalu cepat di Eropa.
Inggris masih menjadi pusat keuangan Islam utama di Eropa dengan lima bank
syariahnya. Kini, Kuveyt Turk akan menjadi bank syariah pertama terbesar di Jerman
yang akan melayani jutaan orang.
Konsultan memperkirakan, 15% dari 4
juta warga Muslim di Jerman tertarik untuk menyimpan uangnya di bank syariah.
Potensi pasar diyakini juga ada di kalangan non-Muslim.
Bunga dilarang, spekulasi
ditabukan. Bank Kuveyt Türk merupakan bank pertama di Jerman yang berdasarkan
pada hukum Islam. Kuveyt Türk tidak beroperasi dengan mengandalkan pada bunga
uang, melainkan lewat keterlibatan dalam pendanaan perusahaan yang menjadi
klien.
Jika perusahaan itu mengalami
keuntungan atau kerugian, bank ikut terlibat. Tetapi tak ada peluang bagi
sektor tertentu, kata Direktur Bank Ugurlu Soylu. "Sebagai bank dengan
model yang khusus ini, kami tidak boleh terlibat dalam bisnis yang berhubungan
dengan alkohol, hewan babi, pornografi atau industri senjata. Termasuk semua
bisnis yang dapat merusak kesejahteraan umum."
4. Penerapan Sistem Ekonomi Islam di Negara Indonesia
Khusus di Indonesia
Indonesia, beberapa tahun belakangan ini, lembaga-lembaga ekonomi yang
berbasiskan syariah semakin marak di panggung perekonomian nasional. Mereka
lahir menyusul krisis berkepanjangan sebagai buah kegagalan sistem moneter
kapitalis di Indonesia. Sejak berdirinya Bank Muamalat sebagai pelopor bank
yang menggunakan sistem syariah pada tahun 1991, kini banyak bermunculan
bank-bank syariah, baik yang murni menggunakan sistem tersebut maupun baru pada
tahap membuka Unit Usaha Syariah (UUS) atau divisi usaha syariah.
Sejarah perkembangan
perbankan syariah di Indonesia secara formal dimulai dengan Lokakarya MUI mengenai
perbankan pada tahun 1990, yang selanjutnya diikuti dengan dikeluarkannya UU No
7/ 1992 tentang perbankan yang mengakomodasi kegiatan bank dengan prinsip bagi
hasil. Pendirian Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang menggunakan
pola bagi hasil pada tahun 1992 menandakan dimulainya era sistem perbankan
ganda (dual banking system) di Indonesia. Selama periode
1992-1998 hanya terdapat satu bank umum syariah dan
beberapa Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) sebagai
pelaku industri perbankan syariah. Pada tahun 1998, dikeluarkan UU No 10/1998
sebagai amandemen dari UU No. 7/1992 tentang Perbankan yang memberikan landasan
hukum yang lebih kuat bagi keberadaan sistem perbankan syariah. Selanjutnya,
pada tahun 1999 dikeluarkan UU No 23/1999 tentang Bank Indonesia yang
memberikan kewenangan bagi Bank Indonesia untuk dapat pula mengakomodasi
prinsip-prinsip syariah dalam pelaksanaan tugas pokoknya. Kedua UU ini
mengawali era baru dalam perkembangan perbankan syariah di Indonesia yang
ditandai dengan pertumbuhan industri yang cepat.
Sepanjang tahun
1990an perkembangan ekonomi syariah di Indonesia relatif lambat. Tetapi pada
tahun 2000an terjadi gelombang perkembangan yang sangat pesat ditinjau dari
sisi pertumbuhan asset, omzet dan jaringan kantor lembaga perbankan dan keuangan
syariah. Sistem keuangan Islam telah menjadi salah satu segmen keuangan
yang pertumbuhannya paling cepat, diperkirakan mencapai 20% mulai 2008 hingga
2012. Saat ini ada US $600 miliar asset yang dikelola oleh perbankan Islam.
Diperkitakan akan tumbuh mencapai satu triliyun dollar AS dalam beberapa tahun
mendatang. Pertumbuhan yang pesat juga muncul dari segmen sistem keuangan
Islam, misalnya Islamic mutual fund diperkirakan telah mencapai 300 miliyar
dollar AS dan diperkirakan akan mencapai tiga kali lipat pada akhir dekade ini.
Tahun 2007 pertumbuhan luar biasa terjadi pada pasar sukuk dunia yang tumbuh
lebih dari 70%. Sukuk baru yang diluncurkan telah mencapai rekor yang tinggi
sekitar 47 miliar dollar AS dan pasar sukuk dunia telah melebihi 100 miliar
dollar AS.
Pada saat yang
bersamaan juga mulai muncul lembaga pendidikan tinggi yang mengajarkan ekonomi
Islam, karena salah satu pilar pendidikan nasional adalah relevansi pendidikan
atau interaksi antara dunia nyata dan dunia pendidikan yang sangat penting.
Tujuannya agar pendidikan menjadi relevan sesuai kebutuhan masyarakat baik dari
aspek sosial, ekonomi, politik, maupun budaya. Sektor ekonomi-industri dan
pendidikan harus memiliki sinergi positif yang saling mendorong
perkembangannya. Dengan sinergi positif medan industri diuntungkan, dan dunia
pendidikan dapat diberdayakan. Pendidikan tinggi dapat melakukan berbagai
inovasi melalui Research and Development (R&D) yang mendukung pertumbuhan
ekonomi-industri dan menciptakan pasar bagi produk yang bersangkutan. Perguruan
tinggi agama Islam memiliki peran menentukan bagi arah pengembangan ekonomi
syariah dengan melibatkan sumber-sumber daya yang dimiliki dan berkontribusi
secara nyata dalam perkembangan tersebut.
Beberapa diantaranya
yaitu: STIE Syariah di Yogyakarta (1997), D3 Manajemen Bank Syariah di IAIN-SU
di Medan (1997), STEI SEBI (1999) , STIE Tazkia (2000), PSTTI UI yang membuka
konsentrasi Ekonomi dan Keuangan Islam (2001), dan STIS Azhar Center yang juga
membuka konsentrasi Ekonomi Islam pada tahun 2006.
Perluasan
itu juga terkait dalam bidang:
1.
Pegadaian
2.
Asuransi
3.
Koperasi
(BMT)
4.
Pasar
Modal Syariah (Syariah index)
5.
Pasar
uang
6.
dan
lembaga keuangan syariah lainnya.
7.
C. Kesimpulan
Sistem ekonomi Islam
merupakan sistem ekonomi yang
bebas, tetapi kebebasannya ditunjukkan lebih
banyak dalam bentuk kerjasama daripada dalam bentuk kompetisi
(persaingan). Karena kerjasama merupakan tema umum dalam organisasi sosial
Islam. Individualisme dan kepedulian sosial begitu erat terjalin sehingga
bekerja demi kesejahteraan orang lain merupakan cara yang paling memberikan
harapan bagi pengembangan daya guna seseorang dan dalam rangka mendapatkan
ridha Allah SWT.
Ekonomi Islam mempunyai tujuan untuk
memberikan keselarasan bagi kehidupan di dunia. Nilai Islam bukan semata-semata
hanya untuk kehidupan muslim saja, tetapi seluruh mahluk hidup di muka bumi.
Esensi proses Ekonomi Islam adalah pemenuhan kebutuhan manusia yang
berlandaskan nilai-nilai Islam guna mencapai pada tujuan agama (falah). Ekonomi
Islam menjadi rahmat seluruh alam, yang tidak terbatas oleh ekonomi, sosial,
budaya dan politik dari bangsa. Ekonomi Islam mampu menangkap nilai fenomena
masyarakat sehingga dalam perjalanannya tanpa meninggalkan sumber hukum teori
ekonomi Islam, bisa berubah.
DAFTAR
PUSTAKA
Rivai Veitzhal&Andi. 2009. Islamic Economic, Jakarta : Bumi Aksara.
Mansur. Seluk Beluk Ekonomi Islam, Salatiga :
STAIN Salatiga Press.
Manan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam,
Yogyakarta : PT Dana Bhakti Wakaf.
An-Nabahan.
2000. Sistem Ekonomi Islam,
Yogyakarta : UII Press
http://ekonomiislamu.blogspot.co.id/2016/09/perbedaan-sistem-ekonomi-dan-ilmu.html. diakses pada 16 februari 2018 pukul 22.15 wib.
Ismail,
Munawar. 2010. Sistem Ekonomi Indonesia. Jakarta : Erlangga
Nur , M Rianto Al Arif. 2015. Pengantar
Ekonomi Syariah Teori Dan Praktik. Bandung : Pustaka Setia.
Pusat Pengkajian dan Pengembangan
Ekonom Islam (P3EI). 2014. Ekonomi Islam. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.
Rahman, Afzalur. 1995. Doktrin Ekonomi Islam Jilid I. Yogyakarta : Dana Bhakti Wakaf.
Gaming, Alsana, Faktor yang Mempengaruhi Sistem Ekonomi,
http://uqi-alsana.blogspot.com/2016/10/faktor-yang-mempengaruhi-sistem-ekonomi.html , diakses pada 23 Februari 2018 pukul
13:44 WIB
Grossman, Gregory. 2001. Sistem-Sistem Ekonomi. Jakarta
: PT Bumi Aksara
Kamil, Sukron.2016. Islam, Kelembagaan, dan Konteks
Keindonesiaan Dari Politik Makro Ekonomi Hingga Realisasi Mikro. Jakarta.
PT Raja Grafindo Persada
Munawwir, Iman.2005. Asas Ekonomi Islam Al Maududi.
Surabaya: PT. Bina Ilmu
Sulaiman, Thahir.1985. Menanggulangi Krisis Ekonomi
Secara Islam. Terjemahan oleh Anshori Sitanggal. Bandung: PT. Al-Ma’arif
Alwi, S. d. (1992). Berbagi Aspek Ekonomi Islam.
Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya.
Chaudhry, M. S. ( 2012). Sistem Ekonomi Islam,
Prinsip Dasar. Jakarta: Kencana.
Kamil, S. (2016). Ekonomi Islam, Kelembagaan dan
Konteks Keindonesiaan. Jakarta: Rajawali .
Deliarnov. 2005. Perkembangan
Pemikiran Ekonomi (Edisi Revisi). Jakarta :PT. RajaGrafindo
Persada.
Kamil, Sukron. 2016. Ekonomi
Islam, Kelembagaan, dan Konteks Keindonesiaan. Jakarta
: PT. Raja Grafindo Persada.
Mannan, Abdul.
1995. Teori dan Praktek Ekonomi Islam.Yogyakarta : Pt Verisa Yogya
Grafika.
Sudarsono, Heri. 2002. Konsep Ekonomi
Islam.Yogyakarta : Ekonisia.
Waluyo, Agus. 2017. Ekonomi Konvensional
vs Ekonomi Syariah Kritik Terhadap
sistem Ekonomi Kapitalis, Ekonomi Sosialis, dan Ekonomi Islam. Yogyakarta:
Ekuilibria.
http://elsadevik.blogspot.co.id/2017/05/lembaga-ekonomi-sistem-ekonomi-sosialis.html,
diakes pada tanggal 17 Maret 2018pukul 11:07
Budiman,
Arief.2000.“Teori Pembangunan Dunia Ketiga”.Jakarta:PT Gramedia Pustaka
Utama.
Jhingan,M.L.2014.
“Ekonomi Pembangunan Dan Perencanaan”.Jakarta:Rajawali Pers.
M.
Shabri Abd. Majid. 2015,” Mengkritisi Teori Pembangunan Ekonomi Konvensional”, Mengkritisi Teori
Pembangunan Ekonomi Konvensional Volume
01, No 01 : 85 – 91.
Suharto,
Edi. 2006. “Peta Dan Dinamika Welfare State Di Beberapa Negara”. Makalah
Seminar.Mengkaji Ulang Relevansi Welfare State dan Terobosan melalui
Desentralisasi Otonomi di Indonesia. IRE Yogyakarta dan Penghimpunan
Prakarsa Jakarta, Yogyakarta, 25 Juli 2006 : 4 – 12.
Suyanto,
Bagong.2016.“Efek Samping Pembangunan : Masalah Sosial Dan Perubahan
Masyarakat Informasi”. Yogyakarta:Calpulis.
Syauqi
Beik, Irfan, dkk.2017.”Ekonomi Pembangunan Syariah”.
Jakarta:RajawaliPers.
Waluyo,
Agus.2017.“Ekonomi Konvensional Vs Ekonomi Syariah ; Kritik Terhadap Sistem
Ekonomi Kapitalis, Ekonomi Sosialis, Dan Ekonomi Islam”.
Yogyakarta:Ekuilibria.
Aravik Hafis, 2016, Ekonomi Islam, Malang: Empatdua.
Dr. Faruq an-Nabahan.M,2000, Sistem Ekonomi Islam, Jogyakarta: UII
Pres Jogjakarta.
P3EI (Pusat
Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam). 2014. EKONOMI ISLAM. PT
RajaGrafindo Persada: Jakarta.
Abbas,
Anwar. 2012. SISTEM EKONOMI ISLAM: SUATU PENDEKATAN FILSAFAT, NILAI-NILAI DASAR, DAN INSTRUMENTAL.Vol.
IV, No. 1. Hal: 14.
Nasution,
Mustafa Edwin.2007.”Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam”.Jakarta:Kencana
Ghofur,Abdul.2017.”Pengantar
Ekonomi Syariah”.Depok:Rajawali Pers
Mansur.2009.”Seluk
Beluk Ekonomi Islam”.Salatiga:Salatiga Press
FORDEBY,
ADESy. 2016. Seri konsep dan aplikasi ekonomi dan bisnis islam. ed.
1.-cet. 1-Jakarta : Rajawali pers.
Annisa. 2014. Konsep
distribusi dalam islam. Pekanbaru : Jurnal Syariah Vol. 2, No. 1.
Ejournal.fiaiunisi.ac.id ( akses 2 mei 2018 )
Dr. Itang, M. (2015). Politik Ekonomi Islam Indonesia Era
Reformasi. In M. Dr. Itang, Politik Ekonomi Islam Indonesia Era Reformasi
(p. viii+252). Serang: Laksita Indonesia.
Sudiarti, S. (2016). Strategi Politik Ekonomi Islam. Human
Falah, 53-72.
Achmady, Abd.
Ghany. “PENERAPAN SISTEM EKONOMI ISLAM DI NEGARA MINORITAS MUSLIM : (Studi Atas Wacana Singapura
Sebagai Pusat Keuangan Islam Dunia)”
Irvani
, Ahmad. 2016. “INGGRIS SEBAGAI SENTRAL KEUANGAN ISLAM DI BARAT”. Bangka Belitung: ASY-SYAR‟IYYAHVol. 1 No. 1:
122-125.
Fauzan. 2015. “MEWUJUDKAN EKONOMI ISLAM DENGAN RUH AL-‘ADL Studi Pada YaPEIM Malaysia”. Malang: AN-NISBAHVol. 02, No. 01: 415-418
Utari, Shovia. 2016. “Perkembangan
perbankan syariah di Negara Jerman”. (online),(http://shoviutariapril.blogspot.co.id/2016/08/perkembangan- perbankan-syariah-di.htmldiakses tanggal 20 Mei 2018) Pukul 15.30.
Dirosat. 2013. “PENERAPAN SISTEM EKONOMI
ISLAM DI INDONESIA”. (online),
http://vitamindirosat.blogspot.co.id/2013/11/penerapan-sistem- ekonomi-islam-di.html diakses tanggal 13 Mei 2018) Pukul 16.15.
ADESY, F. &. (2016). Sumber ekonomi dan bisnis
islam dewan pengurus nasional. PT.Rajagrafindo persada.
AlMizan.
(2006). KONSUMSI MENURUT EKONOMI ISLAM DAN KAPITALIS. Jurnal Lembaga
Keuangan Dan Perbankan , 20.
Havis
Aravik, S. (2016). Ekonomi Islam. Jawa Timur: Empatdua.
[5] Nur
, M Rianto Al Arif, Pengantar Ekonomi Syariah Teori Dan Praktik. (Bandung
: Pustaka Setia, 2015), hlm 23
[6] Pusat
Pengkajian dan Pengembangan Ekonom Islam (P3EI), Ekonomi
Islam, (Jakarta : PT
RajaGrafindo Persada, 2014), hlm 24
[7] Rahman, Afzalur, Doktrin Ekonomi Islam Jilid I, ( Yogyakarta : Dana Bhakti Wakaf,
1995), hlm 1-12
[9] Gaming,
Alsana, Faktor yang Mempengaruhi Sistem
Ekonomi, http://uqi-alsana.blogspot.com/2016/10/faktor-yang-mempengaruhi-sistem-ekonomi.html ,
diakses pada 23 Februari 2018 pukul 13:44 WIB
[11] Muhammad Sharif Chaudhry, Sistem Ekonomi Islam, Prinsip Dasar,
Jakarta: Kencana, 2012, h.356-357
[12]Budiman, Arief.
2000. “Teori Pembangunan Dunia Ketiga”. Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama. hal.10
[14]Ismail,
Munawar. dkk. 2014. “Sistem Ekonomi Indonesia”.Jakarta: Erlangga. hal.56
[15]ibid. hal.69
[16]Syauqi Beik,
Irfan, dkk. 2017. “Ekonomi Pembangunan Syariah”. Jakarta:Rajawali
Pers,hlm.28
[18] Suharto, Edi.
2006. “Peta Dan Dinamika Welfare State Di Beberapa Negara”. Makalah
Seminar.Mengkaji Ulang Relevansi Welfare State dan Terobosan melalui
Desentralisasi Otonomi di Indonesia. IRE Yogyakarta dan Penghimpunan
Prakarsa Jakarta, Yogyakarta, 25 Juli 2006. hal. 4
[19]Budiman, Arief.2000.“Teori Pembangunan Dunia Ketiga”.Jakarta:PT
Gramedia Pustaka Utama. hal. 114
[21] Suyanto,
Bagong.2016.“Efek Samping Pembangunan : Masalah Sosial Dan Perubahan
Masyarakat Informasi”. Yogyakarta: Calpulis. hal.16
[22]Waluyo, Agus.2017.“Ekonomi Konvensional Vs Ekonomi Syariah ;
Kritik Terhadap Sistem Ekonomi Kapitalis, Ekonomi Sosialis, Dan Ekonomi Islam”.
Yogyakarta: Ekuilibria. hal.44
[23]M. Shabri Abd.
Majid. 2015,” Mengkritisi Teori Pembangunan
Ekonomi Konvensional”, Mengkritisi Teori Pembangunan Ekonomi Konvensional Volume 01, No 01. hal.89
[24] ibid. hal.91
[25]Dr.M. Faruq an-Nabahan, Sistem Ekonomi Islam, (Jogyakarta: UII
Pres Jogjakarta, 2000), hlm 1
[26]Hafis Aravik, S.H.I, M.S.I, Ekonomi Islam, (Malang: Empatdua, 2016),
hlm 2
[27]Ibid.
Komentar
Posting Komentar